Jakarta -
Aksi penggerudukan rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI dengan pemerintah saat membahas revisi Undang-Undang (RUU) TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat dilaporkan ke polisi. Pelapor dalam hal ini pria berinisial RYR yang merupakan sekuriti pihak hotel.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan kasus dilaporkan pada Minggu (16/3). Laporan itu teregister dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Pihak sekuriti melaporkan terkait Pasal 172 dan/atau Pasal 212 dan/atau Pasal 217 dan/atau Pasal 335 dan/atau Pasal 503 dan/atau Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP. Adapun terlapor masih dalam penyelidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menerima laporan polisi tentang dugaan tindak pidana terkait ketertiban umum, dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia," kata Ade Ary kepada wartawan, Senin (17/3/2025).
Dalam laporannya, pihak sekuriti menerangkan telah terjadi penggerudukan rapat yang digelar di lokasi. Dia mengatakan penggerudukan dilakukan oleh tiga orang yang mengatasnamakan koalisi masyarakat sipil. Mereka meminta rapat tersebut dihentikan lantaran dilakukan secara diam-diam.
"Pelapor selaku sekuriti Hotel Fairmont menerangkan bahwa sekitar pukul 18.00 WIB ada tiga orang yang mengaku dari koalisi masyarakat sipil, masuk ke Hotel Fairmont. Kemudian tiga orang tersebut melakukan teriakan di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi undang-undang TNI, agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup," jelasnya.
Atas hal tersebut, pihak sekuriti membuat laporan ke Polda Metro Jaya. Pelapor juga menyerahkan barang bukti berupa rekaman CCTV dan video yang direkam di lokasi saat penggerudukan terjadi.
"Ada dua barang bukti yang disampaikan. Yang pertama satu unit elektronik video CCTV, kemudian satu unit elektronik video atau video dokumentasi," tuturnya.
Ade Ary mengatakan saat ini kasus tersebut ditangani Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ade Ary menyebut pihaknya akan segera menjadwalkan pemeriksaan terhadap pelapor dan terlapor.
Tanggapan KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sudah menanggapi terkait laporan penggerudukan rapat panitia kerja (panja) Komisi I DPR dengan pemerintah membahas revisi Undang-Undang (RUU) TNI. KontraS menyebut pihaknya belum memverifikasi laporan tersebut.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra, mengatakan pihaknya sudah melalui proses pengecekan keamanan dari sekuriti hotel saat melakukan penggerudukan. Dia menilai delik pasal yang disangkakan dalam laporan itu dipaksakan.
"Kami melihat ada upaya yang dipaksakan karena pertama, dalam konteks pelaksanaan aksi kami sudah melewati sekuriti cek dari pihak hotel, artinya kita tidak membawa barang-barang atau benda-benda yang kemudian potentially harmful gitu ya, atau berpotensi untuk kemudian dapat melukai atau mengintimidasi seseorang," kata Dimas saat dihubungi, Minggu (16/3).
Dimas mengatakan pihaknya hanya menyampaikan tuntutan. Dimas menuturkan pihaknya juga tak melakukan intimidasi atau ancaman saat menyampaikan tuntutan dalam penggerudukan tersebut.
"Kami juga hanya dalam proses orasi, kami hanya menyampaikan tuntutan, tidak ada nada ancaman sementara ada pasal-pasal gitu ya, yang disangkakan itu bernada ancaman, berkaitan dengan pasal yang berkaitan dengan ancaman keselamatan dan lain sebagainya," ujarnya.
Dimas mengatakan pelaporan ini harusnya dapat dicegah. Menurutnya, proses penyampaian pendapat yang KontraS lakukan saat penggerudukan itu sudah sesuai koridor.
"Jadi kami rasa proses pelaporan ini harusnya bisa diredam gitu ya, kami melihat kalaupun ternyata pihak pemerintah dan juga DPR itu tidak antikritik atau kupingnya bisa mendengar gitu ya, harusnya pemerintah dan DPR bisa mencegah pelaporan ini," kata Dimas.
"Kenapa? Karena apa yang kami lakukan itu sudah pada koridor, sudah sesuai gitu ya dengan ketentuan yang sudah sesuai dengan proses-proses yang kami rasa berkaitan dengan proses-proses penyampaian pendapat di muka umum dan juga proses proses penyampaian ekspresi," tambahnya.
Lebih lanjut, Dimas mengatakan pihaknya menunggu tindak lanjut dari pelaporan tersebut. Dia mengatakan pemerintah dan DPR harus lebih berhati-hati dalam membuat suatu kebijakan.
"Ini bagian dari tuntutan masyarakat untuk kemudian dapat memberikan satu peringatan kepada para pembuat kebijakan untuk lebih berhati-hati lagi dalam membuat satu peraturan atau satu produk legislasi agar tidak menghasilkan satu produk legislasi yang cacat," ucapnya.
(wnv/azh)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu