Buka-bukaan Menkes soal Perundungan dan Pemerkosaan di Kedokteran

5 hours ago 4
Jakarta -

Sejumlah kasus perundungan atau bullying dan pemerkosaan di dunia kedokteran terungkap ke publik. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin buka-bukaan penyebab kasus bisa terjadi hingga bertanggung jawab mengatasi kasus-kasu tersebut.

Untuk kasus bullying, Budi mengatakan kasus itu tak terlepas dari pendidik yang mengajar bukanlah seorang guru, melainkan senior. Buka-bukaan Menkes itu disampaikan saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).

Untuk menanggulangi perundungan berulang, Kemenkes telah menyiapkan suatu sistem dalam proses pelaksanaan pendidikan PPDS di RSPPU. Menkes Budi mengatakan sistem itu akan dimonitor melalui e-logbook.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sistem itu akan memantau perkembangan belajar dari dokter spesialis. Sistem tersebut juga akan diketahui alasan-alasan calon dokter spesialis lulus dan tidak lulus.

"Dulu lulus nggak lulus susah kalau dokter spesialis, nggak lulus kenapa? Saya nggak suka, nanti nggak, kita lihat, melakukan operasi usus buntu, bener nggak operasinya, berhasil atau nggak, kalau dia dari 10 berhasil 10, kalau dia nggak lulus itu akan kelihatan karena semuanya by system dan dijaga dua orang," jelas Budi.

Budi mengatakan dengan sistem tersebut, kelulusan dokter tak akan bergantung pada senior. Budi mengatakan alasan bullying di pendidikan kesehatan lantaran mahasiswa itu tak diajari gurunya, melainkan oleh seniornya.

"Jadi nggak bisa like-dislike dari senior. Kenapa bullying terjadi? Karena senior yang menentukan, yang ngajar sekarang di PPD sekarang bukan gurunya, gurunya sibuk," ujarnya.

"Di semua rumah sakit pendidikan Bapak-Ibu bisa tanya, dirutnya Soetomo, Cipto, mereka tuh pasti merasa berat sekali karena muridnya banyak sekali gurunya nggak bisa ngajar, karena harusnya kan namanya praktik itu gurunya yang ngajarin, sebelah-sebelahan ini, gurunya nggak bisa ngajar, akhirnya dikasih ke senior," sambungnya.

Sebab itu, kata dia, kasus bullying kerap terjadi lantaran bukan guru yang mengajar langsung kepada anak didiknya. Budi menekankan pihaknya akan mengubah sistem tersebut.

"Jadi yang ngajar di kita itu senior, bukan gurunya yang ngajar, senior ya bullying itu, karena gurunya nggak bisa ngawasin, dan itu yang kita ubah di sistem ini, jadi semua masuk ke sistem," ujar dia.

Selain itu, kata Budi, dalam sistem yang terbaru saat ini, kelulusan senior akan bergantung dari resiprokal yang diberikan juniornya. Budi mengatakan nantinya junior akan memberikan penilaian kepada seniornya.

"Ini juga penting kita juga memberikan 360°. Kalau seniornya mau lulus itu ada feedback dari bawahannya dari juniornya dan ini dibikin anonimous, kita bisa tahu kalau ada redflag, oh seniornya bisa seksual itu kan terkenal sekali kan, yang junior nggak bisa apa-apa kalau nggak dikasih, jadi susah nggak bisa lulus," ujarnya.

"Sekarang dengan demikian sekarang ada kontrol semua metode-metode ini merupakan standar yang dilakukan di luar negeri sistemnya ada yang kita tiru," imbuh dia.

Jika Terbukti Salah Izin Praktik Dicabut

Ilustrasi Kekerasan Ilustrasi kekerasan. (Getty Images/iStockphoto)

Menkes Budi mengatakan saat ini telah memegang surat tanda registrasi (STR) para dokter yang menjadi pelaku bullying hingga pemerkosa. Budi memastikan akan mencabut izin praktik dokter seumur hidup jika terbukti bersalah.

"Ini ada masalah yang terlalu lama dibiarkan, dulu nggak begini, pendidikan sekarang jadi begini itu ada pembiaran," kata Budi.

Budi memastikan pihaknya akan bertanggung jawab atas kasus-kasus tersebut. Salah satu bentuk tanggung jawab itu, kata Budi, pihaknya telah membekukan STR para pelaku.

"Setidaknya di sisi kita tanggung jawab, kita tadi ditanya, dari sisi kita, kita pegang apa? Kita pegang STR, izin kan, itu semua kita freeze itu STR," ujarnya.

"Jadi dulu itu prosesnya lama bisa ini, bisa itu. Solidaritas, kalau anaknya siapa menghukumnya nggak enak. Sekarang itu semua yang terlibat yang di Garut, yang di Undip, yang di Hasan Sadikin semua kita freeze," sambungnya.

Budi mengatakan izin tersebut akan dicabut seumur hidup jika para pelaku terbukti bersalah. Menkes Budi menilai masyarakat mungkin akan berpikir jika pihaknya sewenang-wenang menetapkan kebijakan tersebut.

"Begitu nanti dia terbukti bersalah kita cabut. Cabut artinya apa dia tidak bisa praktik dokter seumur hidupnya. Ibu nanti kalau denger pasti banyak yang rame juga hujat Menkesnya, 'Wah Menkesnya sewenang-wenang'," kata Budi.

Meski begitu, Budi tak masalah meski banyak yang menghujatnya lantaran dinilai sewenang-wenang. Budi menegaskan pihaknya tak ingin kasus serupa kembali terjadi.

"Kalau kita nggak lakukan itu kasihan banyak dokter yang baik, dokter yang baik yang udah kerjanya benar itu rusak gara-gara itu, dan dari dulu didiemin karena ada semangat korsa. Memang kasihan yang baik kan lebih banyak dari yang jahat, kenapa yang jahat kita diemin, kita nggak hukum, akhirnya kejadian yang baik menjadi kena," jelasnya.

"Kita akan ambil risiko sekarang, saya tahu ini nggak populer, kita cabut, itu pasti akan ramai, tapi kalau nggak begini akan terjadi terus, kasihan dokter-dokter yang baik karena dia kena dampak dari dokter-dokter (jahat). Jadi orang-orang sudah kita freeze begitu terbukti bersalah, cabut, seumur hidup nggak bisa praktik," imbuh dia.

Menkes Tegaskan Tak Halangi Pengungkapan Kasus

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan penyebab Indonesia masih kekurangan dokter spesialis karena program PPDS atau pendidikan dokter spesialis di RI berbeda dengan negara lain. Hal itu diungkap dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (29/4/2025). Menkes Budi Gunadi Sadikin rapat bersama Komisi IX DPR. (Agung Pambudhy/detikcom)

Dalam rapat di DPR itu, Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP Edy Wuryanto mewanti-wanti Menkes Budi agar tak ada intervensi terhadap kasus bullying maupun pemerkosaan yang pelakunya dokter.

Edy menyoroti sikap Menkes yang tidak memecat direktur rumah sakit tempat kasus tersebut terjadi. Padahal, kata dia, direktur rumah sakit bertanggung jawab penuh terhadap hal-hal yang terjadi di rumah sakit.

"Karena itu, kasus ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab direktur rumah sakit. Pertanyaan saya, kenapa Pak Menteri tak memberhentikan direktur rumah sakit? Karena ini di wilayah rumah sakit vertikal sebagai bentuk tanggung jawab Pak Menteri kepada publik," ujarnya.

Edy menilai adanya sikap menutup-nutupi yang dilakukan oleh Menkes. Edy menegaskan setiap kasus harus ada pihak yang bertanggung jawab.

"Saya melihat kesan Pak Menteri malah terkesan melindungi, dari berbagai statement. Ingat, meskipun ini dokter residen, ini tidak bisa dilepaskan dari bagian layanan RS, itu tanggung jawabnya ada pada direktur," ucap Edy.

"Fenomena ini adalah puncak dari seluruh akibat dari kegagalan kita menciptakan lingkungan pembelajaran yang sehat dan positif," sambung dia.

Dalam kesempatan yang sama, Menkes Budi menegaskan tak ada intervensi dalam kasus dokter bullying dan pemerkosaan. Menkes mengatakan tak ada yang menghalangi dalam pengungkapan kasus tersebut.

"Kita proses bukan hanya secara administratif, tapi secara yudikatif juga kita proses. Jadi kita masukin ke polisi, kita tidak ada yang lagi menghalang-halangi," jelas Budi.

"Saya bilang, Pak Edy bilang Menkes jangan mengintervensi, loh Menkes-nya diintervensi, kita di kasus-kasus ini saya pikir nggak ada tuh teman-teman Pak Edy yang melobi, mengintervensi Menkes, kan banyak kasus yang nggak pernah naik," sambung dia.

Budi mengatakan kasus bullying yang menewaskan mahasiswa PPDS anestesi Undip dapat berjalan lancar lantaran adanya hubungan baik. Meski begitu, Budi menegaskan akan memproses hukum kasus-kasus yang tersebut.

"Saya pikir yang di Undip juga mulus, nggak mulus, juga. Untung kita punya hubungan baik. Kalau nggak, kan kena intervensi juga. Jadi ini proses hukumnya harus jalan, supaya apa, supaya terbuka," tuturnya.

(rfs/azh)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini


Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial