Jakarta -
Akun TikTok @koperasiakpol memiliki 411.9OO followers dan 25.800.000 likes. Akun yang mengunggah video kehidupan sehari-hari taruna Akademi Kepolisian (Akpol) ini diawaki oleh Brigjen Idodo Simangunsong.
Pria yang dikenal dengan seruan 'menyala' itu sebelumnya merupakan dosen Kepolisian Madya Tingkat I Lemdiklat Polri dan kini menjabat sebagai Kapusjarah Polri. Dia diusulkan dalam program Hoegeng Awards 2025 karena dinilai sederhana dan berdedikasi.
detikcom juga mendapatkan kesaksian mengenai integritas Brigjen Idodo dari Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto. Brigjen Idodo dan Fitroh pernah sama-sama bertugas di KPK pada 2012.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kan saya kenal, saya tahu saya sering berdiskusi, dan saya paham betul kesehariannya. Saya yakinlah kalau itu," ujar Fitroh.
Fitroh mengatakan dirinya bahkan pernah satu ruangan dan satu tim dengan Brigjen Idodo. Fitroh saat itu bertugas sebagai penuntut umum, sedangkan Brigjen Idodo sebagai penyidik.
"Nggak mau disuap dia, nggak bisa, ndak mau. Saya tahulah, saya tahu," ujar dia.
Cerita Brigjen Idodo
Idodo mengatakan dirinya pertama kali berdinas di Akpol pada 2006. Idodo menyebut 18 tahun belakangan kariernya didominasi penempatan di Akpol.
"Kalau berdinas di Akpol sejak Januari 2006, saya jadi komandan kompi taruna sejak pangkat AKP," ujar Idodo kepada detikcom, Selasa (8/10/2024).
Idodo menuturkan dirinya bangga menjadi bagian dari lembaga pendidikan Polri. Idodo menyebut semua fungsi dan satuan di kepolisian sama pentingnya.
"Di kepolisian itu kan bidang penugasan sama ya, apakah dia di Brimob, Kedokteran, Lemdik, operasional, fungsi teknis dan lain-lain harusnya sistem itu adalah sama, saling menopang, mendukung, terintegrasi. Tak ada satu pun fungsi yang jadi prioritas dan sistem lain diabaikan. Ketika kita memutuskan suatu pekerjaan, semua bertugas untuk arahnya sebagaimana amanat UU 2/2002," jelas dia.
Bagi Idodo yang terpenting adalah dedikasi dan ketulusan dalam menjalankan tugas yang sesuai dengan aturan dari pimpinan. "Semua sama, tergantung dia dedicate atau nggak, jujur nggak, tulus nggak dalam bekerja.," imbuh dia.
Idodo berpendapat pendidikan di kepolisian memiliki tantangan yang sama dengan sekolah kedinasan lainnya, yakni memerlukan fokus. Selama yang orang mengawaki pembangunan sistem berubah-ubah, maka menurutnya akan terjadi ketidakfokusan.
"Membangun sistem itu nggak gampang, yang menjadi dilematis sekolah kedinasan di Indonesia menurut saya sama, karena ketidakfokusan dalam mengurus atau membidangi, atau profesional di dunia pendidikan. Beda dengan universitas yang mereka dari awal sampai akhir diisi orang-orang yang memang fokus sama pendidikan," ujar Idodo.
"Sementara di kedinasan kadang hanya dua tahun, tiga tahun, sehingga untuk menciptakan atau membuat legacy, ide-ide pemikiran. Menjadi berat karena terputus, pindah tugas lagi. Jadi kita harus membangun pemikiran dan konsistensi. (Saya) pernah sekali jadi kapolres di Humbahas, baru hitungan bulan saya minta jadi pendidik saja," lanjut Idodo.
Selain bekerja, Idodo pun tinggal di rumah dinas dalam Kompleks Akpol. Dia mengisyaratkan belum memiliki rumah pribadi. "Masih di asrama, rumah dinas," imbuh dia.
Bekali Taruna Realitas Saat Jadi Perwira
Idodo menuturkan selalu memberikan pemahaman soal realitas yang kemungkinan dihadapi oleh para taruna saat sudah menjadi perwira polisi. Khususnya, sambung Idodo, soal godaan terkait kesejahteraan.
"Para taruna calon pemimpin, jadi setidaknya para taruna itu diberi pemahaman sungguh-sungguh bahwa dalam tugas mereka nanti akan banyak hal-hal yang mereka temukan. Terutama yang terkait kesejahteraan mereka, itu pasti akan ada godaan, menghadapi situasi dilematis. Jika mereka tidak punya pandangan tentang ini, takutnya mereka kebablasan karena godaan banyak sekali," ujar Idodo.
Dia menuturkan keteguhan serta kekuatan hati para taruna harus disiapkan untuk menghadapi pelbagai dilema saat bertugas. Idodo menekankan pada prinsiplah lakukan dan putuskan segala sesuatu dengan hati.
"Kita harus yakinkan realitas di lapangan harus kita sikapi dengan respons yang teguh dan kuat. Hidup dari apa yang negara sudah berikan pada kita. Tapi kan tentu banyak perkembangan atau dinamika yang mungkin nantinya mereka punya pemikiran lain, atau masukan dari orang sekitar. Saya hanya kasih tahu seperti apa harusnya mereka merespons itu, setidak-tidaknya kita punya hati," tutur Idodo.
Idodo menekankan pada para taruna soal hati dan kebijaksanaan. Dia yakin jika seorang polisi menyelesaikan masalah dengan pertimbangan kedua hal tersebut, maka respons yang diterima masyarakat akan positif.
"Saya yakin para calon polisi sudah diajarkan filosofi menjadi polisi. Jika mereka bijaksana, saya tekankan pasti respons masyarakat terhadap mereka akan positif," ucap Idodo.
Tujuan Mendalam dari TikTok koperasiakpol
Idodo lalu menjelaskan lebih dalam soal tujuannya aktif mengoperasikan TikTok koperasiakpol. Pertama, adalah untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi dalam penyebaran informasi. Idodo hendak membagikan kepada masyarakat tentang kehidupan para taruna dan taruni Akpol.
"Taruna harus menjadi contoh tidak hanya di lingkungan keluarga, tapi menjadi contoh masyarakat umum juga. Mereka harus bisa tampil, memberikan nilai-nilai positif yang bisa ditransformasikan ke masyarakat," sebut Idodo.
Idodo menyebut konten-konten keseharian taruna juga akhirnya dimaknai sebagai bentuk transparansi. Dia berharap hal ini dapat mematahkan atau meminimalisir anggapan negatif masyarakat terkait pendidikan kepolisian.
"Dan ternyata itu dimaknai transparansi dan lain-lain, itu salah satu hasil dari proses mengenalkan kehidupan di Akpol pada masyarakat. Tujuannya mungkin untuk menjawab anggapan-anggapan semisal selama ini pendidikan di Akpol berbau kekerasan, bahwa di Akpol tak diajarkan terkait hal-hal yang baik," ucap dia.
Dia bersyukur minat publik untuk mendaftar sebagai anggota Polri, sambung dia, meningkat. Dia pun menilai penggunaan media sosial dan membuka dunia pendidikan Polri membawa dampak positif.
"Dan akhirnya salah satu dampaknya masyarakat tertarik dan ingin mengabdi kepada negara melalui Polri. Dan karena Polri adalah pelayan masyarakat, ya kita harus terbuka kepada masyarakat. Sehingga masyarakat sadar bagaimana sistem pendidikan di Akpol, bahwa bukan seperti anggapan sebelumnya bahwa ada kekerasan dan lain-lain," terang Idodo.
Tujuan kedua adalah untuk membangun kesadaran para taruna bahwa mereka akan menjadi pribadi-pribadi yang perilakunya disorot publik. Oleh sebab itu mereka harus berpikir matang dan hati-hati dalam bertindak.
"Mereka kan pasti akan menjadi pimpinan atau calon publik figur di daerahnya. Masyarakat sekarang ini bisa loh jadi wartawan, HP ini jadi wartawan, jadi hati-hati. Sehingga mereka juga makin sadar mereka itu diawasi, sehingga berpikir matang yang akan mereka lakukan dan berpikir terus sehingga mereka bisa beradaptasi dengan segala sesuatu," kata Idodo.
"Dengan menampilkan kehidupan di Akpol, para taruna akan belajar medsos bisa membuat mereka terkenal atau dikenal luas dan disukai. Tetapi jika perilaku kita menyimpang, perilaku kita menyalahi aturan, maka medsos juga akan menghancurkan kita. Jadi penggunaan medsos tidak cuma haha hihi saja," pungkas dia.
(aud/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini