Bapanas Ancam Outlet yang Berani Oplos Beras SPHP, Bisa Kena Pidana

9 hours ago 5

Jakarta -

Badan Pangan Nasional (Bapanas) memperingatkan agar outlet-outlet yang berani mengoplos beras Stabilisasi Pasokan Harga dan Pangan (SPHP) dapat dikenakan sanksi pidana. Hal ini menyusul temuan praktik curang dalam tata niaga beras di mana beras medium dijual dengan harga premium.

Deputi Pengawasan Penerapan Keamanan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Hermawan mengatakan pemerintah telah menyalurkan beras SPHP melalui Perum Bulog. Dalam mekanisme penyalurannya, Bulog memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan penyaluran SPHP beras sampai ke mitra Perum Bulog dan bertanggung jawab untuk pemantauan dan evaluasi serta pengendaliannya sesuai surat tugas yang diberikan dari Badan Pangan Nasional kepada Bulog.

"Dalam hal penyaluran SPHP beras, menjual beras SPHP tidak sesuai dengan ketentuan maka yang diberikan sanksi berupa, pertama, peringatan tertulis dari Perum Bulog," kata Hermawan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 dikutip dari Youtube Kemendagri, Selasa (22/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu, outlet yang melakukan pelanggaran itu akan dikenakan pemutusan sebagai mitra Perum Bulog. Tidak hanya itu, Hermawan menegaskan outlet nakal tersebut dapat dikenakan sanksi berupa pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk mengoplos beras.

"Kemudian yang ketiga adalah penegakan hukum sebagai jalan yang paling terakhir, apabila ditemukan unsur pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Seperti yang disampaikan tadi Pak Menteri Dalam Negeri saat ini banyak beras-beras premium yang kualitasnya medium," terang Hermawan.

Hermawan menegaskan banyak beras premium yang dijual dengan kualitas medium. Hal ini telah melanggar ketentuan sebab baik beras premium maupun beras medium mempunyai ketentuan mutu sendiri.

"Saya ulangi, banyak beras premium yang kualitasnya medium, dijual premium. Harusnya dengan mutu patahan yang harusnya medium, seharusnya dijual medium, tidak boleh dijual premium," imbuh dia.

Adapun realisasi penyaluran beras SPHP dimulai periode Juli sampai Desember 2025. Berdasarkan sumber data dari Bank Indonesia hingga 21 Juli 2025 jam 08.00 WIB, realisasi penyaluran SPHP beras tahun 2025 baru mencapai 12,15% atau setara 182,2 ribu ton dari total target yang disalurkan 1,5 juta ton.

Mekanisme penyaluran beras SPHP itu dimulai dari pengecer di pasar rakyat. Lalu, diprioritaskan dan dioptimalkan di kabupaten dan kota yang menjadi barometer inflasi, di mana wilayah yang harganya di atas harga eceran tertinggi (HET) beras dan atau wilayah non sentra produksi.

"Kemudian, salurannya ada pada Koperasi Desa Merah Putih. Kemudian pemerintah daerah melalui outlet pangan binaan dan gerakan pangan murah kemudian outlet kantor pemerintahan dan juga yang kelima adalah melalui pos Indonesia ataupun outlet kantor BUMN," terang Hermawan.

Bagi pembeli maksimal 2 kemasan dengan ukuran 5 kg. Hermawan menegaskan beras SPHP tidak boleh dijual kembali.

Rakor tersebut diselenggarakan secara mingguan ini membahas tentang hasil pemantauan serta upaya pengendalian inflasi. Pada kesempatan kali ini, rakor ini dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan dihadiri oleh sejumlah kementerian/lembaga terkait, seperti Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyanti, Deputi Pengawasan Penerapan Keamanan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Hermawan, Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Epi Sulandari, Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi Suwandi, hingga Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri sekaligus Wakasatgas Pangan Zain Dwi Nugroho.

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyampaikan penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) selama ini tak tepat sasaran. Temuan Bapanas, outlet yang menyalurkan SPHP ada yang fiktif hingga praktik pengoplosan beras.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan pihaknya telah mengecek ke lapangan. Berdasarkan hasil itu, Arief menyebut ada praktik pengoplosan dalam penyaluran SPHP demi mendapatkan keuntungan. Sebab, penyaluran SPHP beberapa waktu lalu menggunakan beras impor dengan persentase butir beras patahnya mencapai 5%.

"Karena kemarin itu menggunakan beras impor dengan broken 5% sebenarnya itu beras premium kalau dibuka di mix memang akan mendapatkan keuntungan. Ini yang nggak boleh sehingga beras SPHP memang menggunakan kemasan 5 kilogram dan memang benar di tempat yang baik," kata Arief dalam RDP dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta Selatan (1/7/2025).

(rea/kil)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial