AS Bakal Pakai UU Terorisme Usut Demo Pro-Palestina di Columbia University

9 hours ago 2

Washington DC -

Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) mengatakan pihaknya sedang menyelidiki apa yang disebut sebagai kemungkinan pelanggaran undang-undang terorisme selama protes atas perang Gaza di Universitas Columbia. Ini menjadi tekanan terbaru pada kampus yang menjadi pusat aktivisme anti-Israel di AS tahun lalu.

Dilansir Reuters, Minggu (16/3/2025), Wakil Jaksa Agung AS Todd Blanche mengatakan penyelidikan tersebut merupakan bagian dari 'misi Presiden Donald Trump untuk mengakhiri antisemitisme di negara ini'.

Dia menyebutnya sebagai tindakan balasan yang sudah lama tertunda. Pendukung hak-hak sipil langsung mengkritik langkah tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka mengatakan para pengunjuk rasa dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi AS yang melindungi hak-hak termasuk kebebasan berbicara. Pengumuman tersebut merupakan yang terbaru dalam serangkaian kebijakan pemerintahan Trump yang tidak berniat melonggarkan tindakan kerasnya terhadap aktivis mahasiswa pro-Palestina dan kebijakan universitas yang dianggapnya memungkinkan antisemitisme berkembang di kampus.

Pemerintahan Trump telah memberi tahu Columbia bahwa kampus tersebut harus membuat serangkaian perubahan kebijakan sebagai prasyarat untuk memulai pembicaraan tentang pemulihan dana federal senilai USD 400 juta yang ditangguhkan minggu lalu. Tuntutan tersebut bertepatan dengan penggeledahan dua kamar asrama oleh agen federal di kampus Columbia di New York.

Penggeledahan tersebut dilakukan seminggu setelah agen imigrasi menahan Mahmoud Khalil yang merupakan pemimpin demo pro-Palestina di Columbia tahun lalu. AS sedang berupaya untuk mendeportasinya yang sejauh ini telah diblokir di pengadilan federal.

Awal minggu ini, Departemen Pendidikan AS memperingatkan bahwa mereka sedang menyelidiki 60 sekolah karena dianggap menoleransi lingkungan yang tidak bersahabat bagi orang Yahudi. Mereka juga sedang menyelidiki pengaduan bahwa 45 universitas terlibat dengan program keberagaman yang menetapkan kelayakan berdasarkan ras. Kegiatan itu dianggap melanggar undang-undang hak sipil tahun 1964.

Demonstrasi di kampus yang memicu pengawasan federal dimulai setelah serangan Hamas terhadap Israel pada Oktober 2023 dan serangan Israel yang didukung AS berikutnya terhadap Gaza hingga menyebabkan lebih dari 48 ribu warga tewas.

Para pengunjuk rasa menuntut agar dana abadi universitas ditarik dari kepentingan Israel dan agar AS menghentikan bantuan militer kepada Israel. Pemerintahan Trump kini menuduh Columbia University tidak memberikan tanggapan yang memadai terhadap perkemahan selama berminggu-minggu yang didirikan para aktivis di kampus dan pendudukan singkat sebuah gedung kampus.

Universitas tersebut telah membela diri, dengan mengatakan mereka telah berupaya memerangi antisemitisme. Pada saat yang sama, mereka berusaha untuk menangkis tuduhan oleh kelompok hak-hak sipil bahwa mereka membiarkan pemerintah mengikis perlindungan kebebasan berbicara akademisi.

Pengacara senior di American Civil Liberties Union dan bagian dari tim hukum Khalil, Brian Hauss, mengatakan penyelidikan Departemen Kehakiman itu salah arah.

"Amandemen Pertama tidak memperbolehkan adanya alasan untuk mencampuradukkan antara pro-Palestina dan pro-Hamas," katanya dalam sebuah pengarahan.

Presiden sementara Columbia University Katrina Armstrong menyebut agen dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS melakukan penggeledahan asrama setelah memberikan surat perintah yang ditandatangani oleh hakim federal. Dia mengatakan tidak ada yang ditahan, tidak ada barang yang dipindahkan, dan tidak ada tindakan lebih lanjut yang diambil.

Penggeledahan tersebut merupakan bagian dari penyelidikan apakah Universitas Columbia menampung imigran di kampusnya yang berada di negara itu secara ilegal. Mahasiswa mengatakan agen imigrasi federal telah berulang kali terlihat di asrama dan perumahan mahasiswa di sekitar kampus Manhattan Columbia.

Di antara tuntutan dalam surat hari Kamis kepada sekolah tersebut, pemerintahan Trump mengatakan Columbia harus secara resmi mendefinisikan antisemitisme, melarang penggunaan topeng 'yang dimaksudkan untuk menyembunyikan identitas atau mengintimidasi' dan menempatkan departemen Studi Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika di bawah 'kepengurusan akademis' yang akan mengambil alih kendali dari tangan fakultas mereka.

Surat itu juga menuntut sekolah tersebut mereformasi kebijakan penerimaan dan perekrutan internasionalnya agar sesuai dengan hukum federal, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut. Columbia pun mengikuti langkah itu dengan menyatakan sedang meninjau surat tersebut.

"Kami berkomitmen setiap saat untuk memajukan misi kami, mendukung mahasiswa kami, dan mengatasi segala bentuk diskriminasi dan kebencian di kampus kami," ujar pihak kampus dalam sebuah pernyataan.

Columbia telah memberikan skorsing, pengusiran, dan pencabutan gelar kepada mahasiswa yang menempati gedung tersebut pada musim semi lalu. Namun, pihak kampus tidak menyebutkan nama mahasiswa tersebut atau berapa banyak yang didisiplinkan.

Ratusan pendukung Khalil pun berdemonstrasi di gerbang utama Columbia pada hari Jumat (14/3). Seorang mahasiswa pascasarjana, Demetri, mengatakan suasana di kampus itu menyedihkan.

"Pemerintah federal tidak dapat mendikte apa dan siapa yang diajarkan dan tidak diajarkan, seperti siapa yang dapat dan tidak dapat diterima," katanya.

(haf/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial