Peperangan, Revolusi dan Genealogi Pembangunan Global

6 hours ago 1

Jakarta -

Kehidupan masyarakat secara global terus mengalami perubahan. Pengetahuan terhadap pengelolaan sumber daya alam dan mineral terus berkembang. Semangat berinovasi terus ditanamkan dalam kerangka progress and resilience for to face future challenges.

Semangat inovasi ini bisa dilihat dalam aspek industrial progress yang hingga saat ini telah mengalami revolusi keempat atau biasa disebut dengan istilah Revolusi Industri 4.0, yang ditandai dengan penggabungan teknologi fisik, digital, dan biologi ke dalam internet of things (IoT) yang dapat menghasilkan kecerdasan buatan.

Situasi revolusi tersebut tidak hadir begitu saja, ia mengalami proses perjalanan yang panjang dan memiliki akar genealogi yang kuat dengan peperangan. Dalam banyak studi tentang peperangan dikatakan bahwa perang memiliki dampak yang sangat besar terhadap pembentukan sejarah dunia; baik dalam aspek politik, sosial-budaya, ekonomi dan hingga perubahan teknologi. Renaisans di Eropa misalnya, meski lahir dari situasi yang kompleks namun efek dari Perang Salib juga berkontribusi terhadap kelahirannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini dikarenakan selama Perang Salib (dari abad 11 hingga abad 13) orang-orang Eropa berinteraksi dengan peradaban Islam yang sudah maju dalam ilmu pengetahuan, filasafat, dan seni.

Interaksi ini memperkenalkan kembali karya-karya klasik Yunani dan Romawi yang sudah terlupakan di Eropa dan ditambah dengan pemikiran-pemikiran baru dari peradaban Islam.

Sebelum, masyarakat Eropa berada dalam periode yang dikenal sebagai "Dark Ages" atau Zaman Kegelapan yang ditandai dengan stagnasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Setelah Perang Salib dan berhasil direbutnya Yerusalem oleh bangsa Eropa maka terjadi pemindahan pusat peradaban ke Eropa yang kemudian melahirkan renaisans.

Peradaban Eropa dibangun kembali pada periode renaisans. Periode ini menjadi entry point bagi Bangsa Eropa untuk terus menguasai dunia, bahkan hingga saat ini. Renaisans menjadi pupuk dasar bagi kelahiran revolusi industri di Eropa pada abad ke-18.

Tumbuhnya minat pada sains dan research pada akhirnya mendorong terjadinya penemuan-penemuan baru. Peningkatan literasi di Eropa mengantarkan masyarakat pada berbicangan ilmu pengetahuan, sastra dan pemikiran filsafat. Dominasi gereja menjadi berkurang. Pemahaman terhadap nilai-nilai humanisme dan individualisme menjadi trend yang baru. Bukankah kapitalisme Eropa dibentuk dari kedua nilai-nilai ini?

Revolusi dan Penjajahan Dunia Baru

Sejarah manusia di dunia pada dasarnya adalah sejarah tentang perang. Kalimat ini memang cenderung kontroversial tetapi harus diakui bahwa perang memang menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejarah manusia itu sendiri. Meletusnya Revolusi Industri di Inggris pada Abad ke-18 mendorong banyak negara-negara di Eropa melakukan ekspansi dalam bentuk kolonialisme dan imperialisme.

Mereka bersaing memperebutkan wilayah-wilayah jajahan sebagai tempat mencari kekayaan (gold), perluasan kekuasaan (glory), dan penyebaran agama (gospel).

Pada priode ini, ada banyak perang yang terjadi antara bangsa penjajah dan penduduk asli di wilayah-wilayah jajahan. Tidak ada data yang pasti tentang berapa jumlah orang yang tewas selama perang pada era kolonialisme dan imperialisme ini. Tetapi setidaknya, cerita sejarah dan pengelaman setelahnya memberikan fakta empiris bahwa praktik-praktik kolonialisme dan imperialisme telah memicu banyak perang di berbagai belahan bumi.

Perkembangan teknologi pascarevolusi industri tidak hanya digunakan sebagai pendukung kemajuan ekonomi tetapi juga digunakan untuk pengembangan senjata militer guna ekspansi kekuasaan yang lebih luas dan upaya mempertahankan hegamoni kolonialisme. Setidaknya, senjata-senjata api yang mereka ciptakan dapat menundukkan tombak, pedang, parang dan panah milik penduduk asli di wilayah jajahan.

Pada priode kolonialisme ini juga perang dunia pertama dan kedua terjadi. Penggunaan Bom Atom pada akhir perang dunia kedua menjadi catatan yang paling fenomenal dalam sejarah dunia selain tragedi holocaust.

Bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki menandai pertamakalinya senjata nuklir digunakan dalam perang, dan dampaknya sangat menghancurkan, menyebabkan kematian ratusan ribu orang dan mengubah jalan sejarah dunia. Ya, bom atom adalah bagian dari Manhattan Project yang berhasil mengantarkan Amerika Serikat sebagai salah satu negara adikuasa pascaperang dunia kedua.

Tatanan dunia baru terbentuk, banyak negara jajahan di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin mengalami kemerdekaan tetapi perang tetap belum usia. Konflik terus membara di internal negara-negara yang baru merdeka dari kolonialisme; perebutan kekuasaan, perang antar etnis, perebutan wilayah dan sumber daya.

Selain itu, eksploitasi sumber daya alam oleh negara kolonial seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan dan ketimpangan ekonomi yang berkelanjutan di negara-negara bekas jajahan yang dapat memicu konflik.

Belum lagi perebuatan pengaruh idiologi dari dua blok yang terbentuk pascaperang dunia kedua yaitu blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dengan Idiologi Liberalisme Kapitalis berhadapan dengan Uni Soviet yang beridiologi Komunisme-Sosialisme. Amerika Serikat, dengan kekuatan ekonominya yang besar, ingin membangun kembali Eropa melalui Marshall Plan dan menyebarkan ideologi liberal dan kapitalis.

Di sisi lain, Uni Soviet, yang menderita kerugian besar akibat perang, ingin memperluas pengaruhnya dan menyebarkan ideologi komunis di negara-negara Eropa Timur dan Asia. Akibatnya, dunia terbagi menjadi dua kubu yang saling bersaing, memicu Perang Dingin yang berlangsung selama beberapa dekade. Masing-masing blok berusaha untuk memperluas pengaruhnya melalui berbagai cara, seperti bantuan ekonomi, dukungan politik, dan perlombaan senjata, terutama dalam pengembangan senjata nuklir.

Invasi Militer: Nuklir & Rezim Otoriter

Perang dingin berakhir di tahun 1989 dengan runtuhnya tembok Berlin di Jerman Barat dan bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991 akibat krisis ekonomi dan politik. Tatanan dunia pada akhir abad 20 ini tidak lagi bersifat bipolar tetapi telah berubah menjadi multipolar dengan munculnya berbagai kekuatan dan kepentingan yang lebih beragam.

Dunia dibangun atas dasar hubungan kerjasama atau kemitraan secara global dalam konsep Government to Government (G2G), Business to Government (B2G) atau Business to Business (B2B). Hal ini membuka jalan bagi ekspansi ekonomi pasar global yang terintegrasi antar negara-negara. Pola penjajahan dirubah dengan pendekatan yang lebih halus melalui hubungan dagang (globalisasi), transfer teknologi dan pinjaman luar negeri.

Begitupun bukan berarti tidak ada lagi perang. Invasi militer tetap dilakukan dengan berbagai macam alasan terhadap berbagai negara yang dianggap mengancam eksistensi adikuasi dan sekutunya. Amerika Serikat mempunyai peran sentral di sini. Ingat pada tahun 2003 Amerika Serikat menginvasi Iraq dan menjatuhkan rezim Saddam Husain dengan alasan untuk mengakhiri pengembangan senjata pemusnah masal yang dimiliki Iraq. Meski sampai saat ini tuduhan tersebut belum juga dapat dibuktikan.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Amerika Serikat pada tahun 2014 dengan menginvasi Suriah. Alasan utamanya adalah melawan kelompok militant ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) dan mencegah penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah. Sedangkan tiga tahun sebelumnya, Amerika Serikat dan NATO melakukan invasi militer ke Libya dengan alasan yang berbeda yaitu keinginan untuk melindungi warga sipil Libya dari kekerasan yang dilakukan oleh rezim otoriter Muammar Gaddafi. Amerika Serikat mengklaim kekawatiran mereka akan terjadinya krisis kemanusiaan di negara tersebut.

Namun apapun alasannya, kepentingan ekonomi dan penguasaan energi di kawasan Timur Tengah menjadi satu faktor yang tidak bisa dipungkiri. Selain itu, Amerika Serikat tetap berupaya agar tidak ada negara lain yang mengembangkan energi nuklir untuk dijadikan senjata. Di dunia ini hanya ada lima negara yang dianggap sebagai "negara dengan senjata nuklir", status yang diberikan melalui Nuclear Non-Proliferation Treaty atau NPT, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Britania Raya, Prancis, dan China.

Di luar kelima negara NPT tersebut, ada tiga negara yang pernah melakukan uji coba nuklir yaitu: India, Pakistan dan Korea Utara. Sehingga hanya ada 8 negara yang boleh memiliki senjata nuklir.

Perang 12 Hari & Jalan Baru Diplomasi

Perang antara Israel dan Iran yang dimulai tanggal 13 Juni 2025 lalu sempat menyita banyak perhatian masyarakat global. Ada banyak kekawatiran akan terjadinya perang dunia ketiga jika negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia dan China ikut terlibat di dalam perang tersebut. Atau eskalasi dari perang tersebut akan meluas keseluruh wilayah Timur Tengah dan akan memberikan dampak krisis ekonomi yang lebih buruk.

Namun syukurnya, semua situasi tersebut tidak terjadi. Perang antara Israel dan Iran hanya berlangsung selama 12 hari. Meski Amerika Serikat ikutserta dalam satu kali serangan ke Iran.

Situasi ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan, mengapa perang ini begitu singkat meski wacana yang dimainkan begitu pasan dan seolah-olah perang tidak akan berakhir sampai satu diantara negara tersebut runtuh? Tentu masing-masing negara punya catatan dan kepentingannya masing-masing, khususnya Amerika Serikat dan negara sekutunya. Perlawanan Iran terhadap Israel dan Amerika Serikat memang di luar dugaan.

Mereka dapat menunjukkan eksistensi dan kekuatan militernya meski sejak tahun 1979 harus menghadapi berbagai bentuk sanksi ekonomi dan pembekuan aset dari Amerika Serikat dan negara-negara barat.

Situasi setelah perang 12 hari ini akan memberikan banyak keuntungan bagi Iran. Ruang dialog baru mungkin akan dibuka oleh pihak Amerika Serikat dan peluang untuk mengurangi sanksi ekonomi bisa saja akan terjadi. Seperti dilansir dari Reuters, Kamis (26/6/2026) Donald Trump menyatakan berencana melakukan pelonggaran sanksi kepada Iran.

Baginya Iran membutuhkan uang untuk membangun kembali negaranya seperti semula dan ia ingin melihat hal tersebut terjadi. Selain itu, Trump juga sempat menyatakan bahwa China dapat terus membeli minyak Iran. Langkah ini dianggap positif untuk memperbaiki hubungan Iran dan Amerika setelah gencatan senjata dengan Israel.

Pada akhirnya, Perang dan revolusi menjadi satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah manusia. Keinginan untuk terus menguasai (bahkan terkadang lebih dari antroposentris) membuat manusia harus terus bertikai; baik atas nama komunitas etnis, bangsa dan atau negara. Semua diperebutkan untuk dan demi mempertahankan kesejahteraan. Pembangunan global dan kesepakatan yang ada di dalamnya yang kita rasakan hari ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peperangan itu sendiri.

Bukankah 'diplomasi' adalah satu bentuk peperangan di atas meja perundingan? Dan kita harus sadar bahwa dunia ini tidak pernah benar-benar dalam situasi damai. Ah!

Mujahiddin. Associate Professor Pada Bidang Studi Pembangunan di FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).

(rdp/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial