Membuka Gerbang Datacenter dan Revolusi AI

5 hours ago 4

Membuka Gerbang Datacenter dan Revolusi AI

Tak pernah terbayangkan dalam benak Rahmat Budiman alias Mate Tampan bahwa kini ia bersahabat dengan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence. Teknologi yang makin diterima dalam lima tahun ke belakang ini memang membantunya untuk mewujudkan ide-ide yang sebelumnya sulit untuk diterjemahkan.

Mate Tampan adalah seorang fotografer mainan dan Digital Marketing Manager. AI kini mendobrak banyak dinding dan keterbatasan dalam pekerjaannya.

Mate mulai mendalami fotografi mainan pada 2012, saat bidang ini hampir tidak dikenal di Tanah Air. Setelah lebih dari satu dekade menekuni bidang tersebut, ia menemukan salah satu kesulitan, yakni menemukan latar sempurna untuk pemotretan.

Ide-ide yang ada dalam pikirannya sulit dieksekusi hingga akhirnya ia berkenalan dengan teknologi AI. Fotografi mainan ia sebut sebagai seni menghidupkan benda mati, dan AI hadir memudahkan misi tersebut.

“Apa yang ada di kepala saya sering kali tidak bisa ditemukan secara online,” katanya. “AI memberi saya alat untuk mewujudkan hal-hal yang sebelumnya tidak terbayangkan."

Dalam pekerjaannya yang lain sebagai Digital Marketing Manager, masalah yang sama muncul. Ia kesulitan mengubah ide abstrak menjadi visual yang menarik.

Di sini, Mate memanfaatkan Copilot untuk menciptakan referensi dan mood board sebagai perwujudan idenya. Berbagai proses kerja Mate kini ditandem Copilot, mulai dari membuat rencana editorial hingga menyelesaikan pekerjaan tambahan.

Meski banyak mengandalkan Copilot, ia menilai teknologi ini sekadar mitra untuk bekerja. Dalam hal ini, manusia tetap menjadi pemegang kendali dalam produk-produk yang dihasilkan oleh AI.

"Kamu adalah pilotnya, dan AI adalah Copilot-mu,” katanya.

Mate hanya satu dari jutaan orang di dunia yang memanfaatkan AI untuk menyokong produktivitas. Selain Mate, di Indonesia juga ada Yayasan Mitra Netra, sebuah organisasi nirlaba yang memusatkan programnya pada upaya meningkatkan kualitas dan partisipasi tunanetra di bidang pendidikan.

Yayasan Mitra Netra berhasil menciptakan aplikasi mengubah teks Arab dengan harakat menjadi braille Indonesia, dan sebaliknya. Semua ini menjadi mungkin karena mereka menggunakan teknologi GPT-4 dari Azure OpenAI Service.

Dalam hal adopsi teknologi AI, warga Indonesia memang membuka pintu lebar-lebar. Bahkan, Work Trend Index menyebut 92 persen pekerja terampil (knowledge workers/mereka yang bekerja di balik meja) Tanah Air sudah menggunakan generative AI.

Namun, teknologi seperti AI tak mungkin hadir tanpa infrastruktur pendukung.

Kita mungkin lebih familiar dengan GPU (Graphics Processing Unit) – circuit elektronik yang memiliki kemampuan komputasi super-cepat– ketika berbicara tentang AI. Namun, ada sesuatu yang lebih besar yang sangat fundamental untuk pengembangan dan pengoperasian AI, yakni datacenter.

Secara sederhana, datacenter adalah ‘rak-rak’ atau fasilitas fisik yang disewakan kepada perusahaan yang ingin menyimpan dan mengelola data dalam jumlah besar. Semakin besar data set dan komputasinya, maka semakin besar pula kebutuhannya.

Di Indonesia, jumlah dan kapasitas datacenter berkembang cukup pesat.

Pada 2023, Indonesia hanya memiliki total 514 MW datacenter, tetapi angka ini diperkirakan melonjak hampir dua kali lipat pada 2025 dengan total kapasitas 950 MW, dengan 200 MW di antaranya adalah AI-ready datacenter.

Potensi besar pasar datacenter di Indonesia diamini oleh Chairman Indonesia Datacenter Provider (IDPRO) Hendra Suryakusuma. Populasi yang besar, penetrasi internet yang tinggi, dan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat menjadi daya tarik tersendiri.

Apalagi, ada beberapa hal yang membuat penyimpanan data di dalam negeri lebih baik dibandingkan di luar negeri, salah satunya adalah latensi (keterlambatan/jeda penarikan data) yang lebih rendah.

"Ketika datacenter ada di Indonesia, akses data akan sangat sangat cepat, latensi jadi lebih kecil," ujar Hendra ketika diwawancarai CNN Indonesia pada pertengahan Maret lalu.

Secara luas, kata Hendra, kehadiran datacenter yang lebih banyak di Tanah Air juga akan menumbuhkan ekosistem startup dan ekonomi digital. Kemudian, ia menilai semakin banyaknya datacenter di Indonesia juga akan meningkatkan keandalan infrastruktur IT.

"Jadi kita tidak lagi bergantung ke datacenter-datacenter di luar negeri," kata Hendra.

Semangat untuk menumbuhkan industri datacenter lokal disambut oleh Microsoft dengan meluncurkan Indonesia Central, Cloud Region pertama Microsoft di Indonesia. Ini juga merupakan Cloud Region kedua Microsoft di Asia Tenggara setelah Singapura.

Indonesia Central resmi diluncurkan pada Selasa, 27 Mei 2025 dalam rangkaian Microsoft AI Tour 2025 di Ritz Carlton, Jakarta. Seremoni peluncuran dilakukan oleh Executive Vice President of Microsoft Cloud and AI Group Scott Guthrie, President Director Microsoft Indonesia Dharma Simorangkir, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), serta Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid.

Indonesia Central merupakan bagian dari komitmen Microsoft dalam investasi US$1,7 miliar selama empat tahun untuk infrastruktur cloud dan AI baru di Indonesia.

Kami berdiskusi tentang datacenter ini dengan Presdir Microsoft Indonesia Dharma Simorangkir di kantornya pada akhir Maret lalu.

Dharma menjelaskan beberapa alasan di balik kehadiran Indonesia Central, seperti jumlah populasi terbesar ke-4 di dunia, AI yang sudah lazim digunakan pekerja terampil, hingga penetrasi internet yang telah mencapai 66,5 persen.

Ia mengatakan angka-angka tersebut adalah gambaran bagaimana adopsi digitalisasi akan terus tumbuh dan berkembang, sehingga kebutuhan infrastruktur datacenter tidak terelakkan.

Indonesia Central sendiri mengusung spesifikasi hyperscale yang bisa mengakomodir kebutuhan komputasi besar, termasuk pengembangan AI.

Cloud Region ini hadir dalam format tiga availability zone yang saling terhubung. Format ini menawarkan resiliensi atau ketahanan bagi pengguna.

Dalam sistem ini, arsitektur yang redundan, integrasi otomatis, dan replikasi data bisa menjaga keberlangsungan bisnis dan operasional organisasi jika terjadi masalah pada salah satu fasilitas, misalnya ketika terjadi bencana. Apalagi, posisi Indonesia yang berada di Ring of Fire memang membuat penduduknya harus selalu siap-siaga dengan situasi tak terduga.

"Sehingga perusahaan atau bisnis pelanggan merasa aman, karena adanya resiliensi terhadap aplikasi. Jadi pelanggan kita itu bisa menggunakan layanannya itu secara continuous dengan aman," ujar Dharma menjelaskan keuntungan tiga availability zone Cloud Region yang saling terhubung.

Sebagai contoh, ketika terjadi bencana atau masalah di salah satu availability zone yang berdampak pada data, pelanggan masih bisa mengakses data dan memberikan layanan karena adanya replikasi data dan integrasi otomatis.

Ketahanan data ini diperoleh dengan mereplikasi data secara sinkron di beberapa database di pusat data yang berbeda.

Selain resiliensi, Indonesia Central menawarkan data residensi secara lokal. Hal ini mengakomodir sejumlah sektor yang diwajibkan menyimpan data di Tanah Air, seperti sektor keuangan.

Selain itu, Microsoft juga menjanjikan fasilitas yang aman, karena seluruh infrastruktur datacenternya, baik lokal, regional, maupun global memiliki standar keamanan yang sama.

Microsoft juga menawarkan trusted cloud yang berarti data customer sama sekali tidak disentuh. Microsoft tidak akan menggunakan data tersebut untuk melatih AI, karena mereka sama sekali tidak memiliki akses pada data pelanggan.

Poin terakhir yang ditawarkan Indonesia Central adalah inovasi. Tak hanya fisik, Microsoft menawarkan berbagai teknologi di dalam ekosistem yang dapat dimanfaatkan pelanggan mereka untuk berinovasi secara cepat.

Dharma menyebut pelanggan Indonesia Central akan terhubung langsung ke jaringan global Microsoft, yang menjangkau lebih dari 70 Azure Region dan 400 lebih pusat data. Koneksi ini memungkinkan organisasi Indonesia untuk berkembang secara global dengan konektivitas berkinerja tinggi dan kesinambungan layanan yang seamless.

Sejak diluncurkan pada April, lebih dari 200 organisasi telah menggunakan layanan Indonesia Central. Angka yang diperkirakan akan terus tumbuh ini menunjukkan bagaimana industri di berbagai sektor menginginkan layanan cloud lokal yang terpercaya.

"Kami percaya bahwa teknologi yang kami bangun saat ini, terutama di bidang AI, infrastruktur cloud, keamanan, dan inovasi yang bertanggung jawab, akan membentuk masa 50 tahun ke depan,” kata Dharma.

“Itulah mengapa kami tetap berkomitmen untuk investasi jangka panjang di Indonesia, negara yang kami anggap sebagai salah satu negara dengan ekonomi digital yang paling dinamis dan menjanjikan di kawasan ini," ujarnya lagi.

Kehadiran datacenter sendiri tak hanya jadi ruang manfaat bagi pengguna, tetapi juga masyarakat yang berada di sekitar fasilitas. Salah satu upaya Microsoft untuk memberikan manfaat tersebut adalah dengan mengadakan program keterampilan digital.

Microsoft melalui platform ChangeX International memberikan akses ke keterampilan digital dalam bentuk pelatihan pusat data kepada 20 siswa dari Politeknik di wilayah Bekasi dan Kerawang. Pelatihan diberikan melalui mitra lokal mereka, Nusantara Academy.

Bahkan, manfaat ini juga mengalir pada lingkungan sekitar area datacenter. Misalnya saja dengan Microsoft menggandeng One Tree Planted dan Trees4Trees untuk penanaman pohon di Greenland International Industrial Center (GIIC) dan Karawang International Industrial City (KIIC).

Trees4Trees, sebagai eksekutor, telah menanam lebih dari 40 ribu pohon di seluruh kawasan GIIC dan area sekitar kawasan KIIC, yang diharapkan akan berkontribusi pada upaya pembersihan dan mitigasi banjir di daerah aliran sungai Citarum.

Proyek ini juga akan menciptakan ratusan pekerjaan sementara dalam penanaman dan pemeliharaan pohon serta menyediakan sumber pendapatan yang berkelanjutan dari buah-buahan yang dihasilkan pohon-pohon tersebut.

Dalam jangka pendek, Dharma memproyeksikan Indonesia Central bisa memberi dampak ekonomi sebesar US$2,5 miliar atau sekitar Rp40,6 triliun dalam periode 2025-2028.

Di periode yang sama, proyek ini juga diperkirakan melahirkan lebih dari 106 ribu lapangan kerja lintas sektor, mulai dari manufaktur, finansial, komunikasi dan media, hingga pemerintahan.

Infrastruktur tanpa pemanfaatan rasanya seperti membangun jalan tanpa kendaraan yang melintas, ladang tanpa tumbuhan, rumah tanpa penghuni.

Dalam era digital, datacenter-datacenter baru bermunculan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur teknologi, yang salah satunya adalah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence.

Ketua Umum KORIKA, Hammam Riza menyebut adopsi AI di Indonesia sangat cepat, khususnya sejak kelahiran ChatGPT dari OpenAI pada November 2022 yang menandai era Generative AI.

Dibandingkan dengan masa tradisional AI, Hammam melihat growth atau pertumbuhan adopsi AI di masa Generative AI lebih besar 20-25 persen. Banyak organisasi di sektor-sektor seperti pendidikan, riset, ketahanan pangan, hingga kota cerdas, telah menerapkan Generative AI, dan bahkan mulai mengembangkan Agentic AI.

"Jadi semua orang sudah mulai, bukan lagi bicara tentang konsep-konsep AI, tapi sudah semakin matang. Semakin matang dengan mereka sudah memiliki kajian di masing-masing sektor vertikal. Dan kemudian bagaimana implementasi AI-nya di sektor-sektor itu," ujar Hammam kepada CNN Indonesia, pertengahan Mei lalu.

Betapa cepatnya Indonesia mengadopsi AI ini juga diamini oleh Somanna Palacanda, International AI Skilling Leader di Microsoft.

Dalam wawancara dengan CNN Indonesia, Palacanda menyebut perkembangan AI di Indonesia sangat dinamis dan punya potensi tinggi. Ia juga menyebut hampir setiap industri di Tanah Air tengah mengeksplorasi AI.

“Dan para pemimpin bisnis di sini (Indonesia) adalah salah satu yang paling antusias di dunia, dengan 97% di antara mereka mengatakan tahun ini sangat penting untuk mengatur kembali strategi tentang AI,” kata Palcanda.

Ia mengatakan, perkembangan yang signifikan ini yang kemudian membuat Microsoft menggelontorkan investasi untuk memperluas infrastruktur cloud dan AI di Indonesia.

Wawancara Lengkap dengan Somanna Palacanda, International AI Skilling Leader di Microsoft.

Pertumbuhan AI yang sangat pesat menghadirkan kebutuhan akan talenta atau sumber daya manusia (SDM) yang kompeten.

Laporan RAM AI (Artificial Intelligence Readiness Assessment Report) yang disusun Kominfo-Korika-UNESECO menunjukkan 30,9 persen responden survei mengindikasikan rencana untuk merekrut karyawan dengan keterampilan terkait AI. Selain itu, karyawan yang sudah bekerja di sebuah institusi atau perusahaan juga didorong untuk memiliki bisa menggunakan AI.

Misalnya saja Dewi Sartika Salam yang bekerja di Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Sulawesi Selatan. Dalam pekerjaannya, ia berperan dalam mengolah dan menerjemahkan data pendidikan menjadi rekomendasi kebijakan.

Latar belakang ilmu statistika membuatnya terbiasa mengolah data kuantitatif dan kualitatif untuk mengidentifikasi tren, mengevaluasi kebijakan, dan memahami kebutuhan pendidikan di wilayahnya. Namun, ia belum pernah menggunakan AI sebagai alat bantu kerja dalam mengolah data pendidikan skala besar.

Lewat dorongan Kepala BBPMP Sulsel, Imran, Dewi dan rekan-rekannya mengikuti program elevAIte Indonesia dari Microsoft. Progam ini adalah misi mewujudkan 1 juta talenta AI di Tanah Air.

Dalam sesi pelatihan “Peningkatan Kapasitas Pegawai BBPMP Sulawesi Selatan dengan Teknologi AI Microsoft," ia mengenal Microsoft Copilot yang memperluas kapasitas analisisnya, termasuk menyaring dan memahami pola menarik dari data lebih cepat.

“Awalnya saya hanya ingin belajar karena AI sedang tren, tetapi setelah mengikuti pelatihan, saya melihat bagaimana teknologi ini bukan hanya seperti chat biasa tetapi benar-benar bisa membantu kami bekerja. Kami diberikan pelatihan tentang cara menggunakan AI, seperti prompting dan creating ruang lingkup,” kata Dewi.

Beda cerita dengan Dewi yang memanfaatkan AI untuk membantu pekerjaannya, Mardhani Riasetiawan memanfaatkan AI untuk memberi dampak bagi lingkungan dengan menciptakan sistem mitigasi bencana.

Associate Professor di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM ini mengerjakan proyek G-Connect di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.

Tim dari UGM bersama komunitas lokal memasang lebih dari 30 sensor tanah di titik-titik rawan longsor. Data pergerakan tanah dari sensor kemudian dikirim melalui jaringan solar-powered ke platform cloud Microsoft Azure.

Data-data ini lalu divisualisasikan secara sederhana melalui Power BI dan ditampilkan di kantor desa, masjid, poskamling, bahkan sekolah dasar. Masyarakat, termasuk anak-anak, diajarkan cara membaca pola pergerakan tanah di dashboard tersebut untuk memahami apakah kondisi saat itu aman atau menunjukkan tanda bahaya.

“Kalau grafiknya konsisten, berarti tanahnya aman. Tapi kalau polanya mulai berubah, berarti ada pergerakan. Warga sudah bisa baca itu sendiri sekarang,” kata Mardhani.

Hal ini menunjukkan bagaimana manfaat AI bisa dirasakan sepenuhnya jika masyarakat memiliki keterampilan yang tepat untuk menggunakannya.

"Melalui elevAIte Indonesia, kami ingin memastikan bahwa siapa pun, tanpa memandang latar belakang, dapat mengakses keterampilan dasar AI untuk mengembangkan solusi berkelanjutan dan menjawab tantangan nyata di komunitas sekitar, mulai dari krisis iklim hingga ketahanan pangan," kata AI National Skills Director Microsoft Indonesia Arief Suseno.

Microsoft menginginkan target 1 juta talenta AI Microsoft ini bukan angka partisipan, tetapi mereka yang benar-benar melakukan sesuatu dengan skill yang telah dipelajari.

Ini juga ditegaskan kembali oleh Presdir Microsoft Indonesia dalam wawancaranya.

"Kami merayakan para talenta yang membangun solusi dunia nyata, berpartisipasi dalam hackathon dan promptathon, serta mendorong perubahan positif di tempat kerja mereka atau komunitas," kata Dharma.

Sementara itu, Microsoft juga punya kriteria tersendiri untuk kesuksesan program elevAIte:

  • Penyelesaian modul dan pencapaian sertifikasi.

  • Kemajuan atau pergeseran karier yang dimungkinkan oleh keterampilan AI.

  • Kisah sukses dari pemerintah, lembaga pendidikan, industri, dan komunitas yang kurang terlayani.

  • Solusi yang diciptakan sebagai bagian dari tantangan inovasi.

  • Inklusi perempuan dan pelajar dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Gambaran-gambaran di atas menunjukkan bagaimana misi 1 juta talenta AI di Indonesia ini memang menjadi penting bagi Microsoft, dan bahkan menjadi inti strategi. Maka tak heran Microsoft juga menggandeng banyak lembaga, mulai dari institusi pendidikan hingga kementerian, untuk menawarkan program pembelajaran AI gratis.

Dalam wawancaranya, International AI Skilling Leader di Microsoft Somanna Palacanda juga menegaskan pentingnya memperluas akses pada teknologi AI via elevAIte.

Ia punya keyakinan, program elevAIte bisa mendorong adopsi AI semakin meluas dan kualitas hidup meningkat. Ia menyebut peluang-peluang baru yang muncul karena AI akan sama pentingnya seperti saat listrik merevolusi dunia.

Ia menyebut Microsoft juga tidak akan berhenti hingga tercapainya target elevAIte, tapi punya visi jangka yang lebih ambisius: menjadikan Indonesia sebagai pusat regional untuk talenta dan inovasi AI.

Jika misi itu tercapai, bisa jadi bukan hanya Mate Tampan yang punya cerita sukses mengeksekusi ide-ide berkat AI. Bisa jadi tak lama lagi cerita itu kian lazim ditemukan di masa depan.

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial