Jakarta - Berita tentang antrean pembeli emas yang mengular mewarnai berbagai media massa dan media sosial. Berbagai ulasan ekonom membahas lonjakan harga emas dan implikasinya. Emas memang merupakan salah satu instrumen investasi yang tidak mengalami masa old fashion sepanjang masa. Emas merupakan safe haven yang menyelamatkan nilai investasi bahkan pada saat krisis terendah.
Meskipun demikian, banyak juga orang yang tidak menganggap emas sebagai alat investasi melainkan hanya sebagai alat untuk menjaga nilai uang mereka dari inflasi. Nilai emas secara ekonomi memiliki korelasi negatif dengan portofolio investasi lainnya terutama pada saat krisis ekonomi. Oleh karena itu, saat saham ambruk, suku bunga rendah dan situasi ekonomi yang tidak stabil, emas menjadi alternatif bagi para investor untuk menyelamatkan nilai asetnya sebagai penahan goncangan finansial dan trade off penurunan nilai aset karena kerugian saham dan pasar uang.
Menurut Brian Lucey dan Sile Li (2019), emas berperan sebagai safe haven yang dapat menyelamatkan negara saat terjadi pergolakan pasar ekstrem dan krisis ekonomi. Emas memiliki korelasi mendekati nol atau dapat disebutkan tidak memiliki korelasi erat dengan aset-aset finansial lainnya karena emas memiliki pola pergerakan tersendiri yang unik dan berbeda sehingga bersifat unpredictable.
Walaupun tetap mengikuti hukum supply dan demand, tetapi emas tetap dicari dan dibeli, bahkan pada saat uang cash dalam kondisi terbatas. Pada masa Covid-19 2020, emas mengalami peningkatan harga sebesar 26,48 persen dan pada 2025 ini harga emas mengalami ledakan peningkatan sebesar 100,89 persen.
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor emas yang menduduki posisi ke-20 di dunia. Negara tujuan ekspor emas dari Indonesia adalah Swiss, Hong Kong, dan India. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi emas di Indonesia dapat mencapai 70 ton per tahun. BPS juga mencatat bahwa nilai ekspor emas selama Januari hingga April 2024 sebesar USD 3,2 miliar atau sekitar Rp 52,3 triliun dengan Swiss sebagai negara tujuan utama ekspor. Menurut data BPS, Indonesia juga mengimpor emas berupa logam mulia dan perhiasan dari beberapa negara, terutama dari Australia.
Inflasi dan Investasi
BPS dalam Rilis Inflasi 8 April 2025 menyebutkan bahwa terjadi inflasi month to month sebesar 1,65 persen, year to date sebesar 0,39 persen, dan inflasi tahunan year on year sebesar 1,03 persen. Emas perhiasan adalah komoditas terbesar sebagai penyumbang inflasi tahunan selama Maret 2024 hingga Maret 2025, yaitu memberikan andil sebesar 0,44 persen.
Selama ini masyarakat mengenal emas bukan sebagai alat investasi tapi menyebutnya sebagai penjaga nilai uang dari gerusan inflasi. Benarkah emas hanya sebagai penjaga nilai uang dari inflasi semata dan tidak dapat dikategorikan sebagai investasi?
Secara teori, investasi adalah suatu kegiatan untuk menanamkan dana atau aset dengan tujuan mendapatkan keuntungan di masa depan. Investasi ini dapat bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Lalu bagaimana emas sebagai instrumen investasi? Seseorang yang menyimpan asetnya dalam bentuk emas tentu bukan hanya berharap bahwa nilai asetnya terjaga nilainya tetapi juga mengharapkan keuntungan saat menjual emasnya. Kondisi inilah yang menyebabkan emas dapat dianggap sebagai salah satu investasi, selain saham, reksadana, dan property.
Memperdebatkan emas sebagai aset penjaga nilai harta dari gerusan inflasi dan emas sebagai instrumen investasi bukan sesuatu yang esensial secara ekonomi. Hal ini disebabkan oleh sifat istimewa emas yang multifungsi, yaitu melindungi harta dari inflasi, memberikan keuntungan jika disimpan lebih dari satu tahun, dan memiliki likuiditas yang sangat tinggi dibandingkan instrumen investasi lainnya.
Selama 2025 ini, terutama pada periode Maret hingga April 2025, emas menunjukkan pergerakan lonjakan harga yang luar biasa tinggi. Pada April 2025 ini emas menyentuh rekor tertinggi harganya hingga lebih dari Rp 1.900.000 per gram. Anomali pasar emas juga ditemui pada bulan ini karena saat harga melonjak sangat tinggi, demand justru meningkat dan supply menurun. Ini bertentangan dengan hukum dasar demand-supply Adam Smith dalam menciptakan ekuilibrium.
Hal ini tentu dipengaruhi banyak sebab, antara lain dampak pengaruh berita dan informasi yang beredar di media massa dan media sosial, jumlah uang beredar, serta fenomena perilaku masyarakat yang sering dikenal dengan Fear of Missing Out (FOMO), alias ketakutan untuk tertinggal oleh perilaku/pengalaman yang sedang dilakukan oleh banyak orang.
FOMO pada emas tentu tidak selalu bersifat negatif seperti pendapat banyak orang. Keberanian masyarakat untuk menabung emas merupakan suatu sikap positif secara ekonomi karena dapat menjadi tabungan dan investasi di masa depan. Selain itu, membelanjakan uangnya untuk membeli emas tentu lebih bermakna positif dibandingkan menghabiskannya pada barang-barang yang bersifat konsumtif dan tidak bernilai investasi.
Untuk tidak menjadi FOMO terhadap emas, masyarakat perlu diedukasi bahwa emas adalah investasi jangka menengah. Walaupun saat ini terjadi anomali harga pasar, hal tersebut tidak dapat dijadikan dasar bahwa mereka akan meraih keuntungan besar dengan menjualnya dalam jangka pendek karena emas memiliki price spread antara harga jual dan harga beli kembali atau buy back price.
Selain itu, emas sebaiknya dibeli dengan 'uang dingin', artinya uang yang bukan diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga bukan uang darurat. Hal ini sangat penting dipahami masyarakat agar tidak hanyut arus aksi borong emas tanpa memahami risiko yang mereka hadapi. Jangan pula masyarakat membeli emas dengan menggunakan uang hasil pinjaman online (pinjol) karena berharap keuntungan dalam menyimpan emas akan melebihi bunga pinjamannya.
Menyimpan aset dalam bentuk emas sebagai investasi juga memiliki berbagai risiko seperti halnya instrumen investasi lainnya. Kemungkinan terjadinya koreksi harga yang mengakibatkan penurunan harga pasar, perubahan harga emas dunia, melemahnya nilai tukar mata uang, serta perubahan tingkat bunga dan berbagai kondisi lainnya seperti kondisi politik dalam negeri dan juga global sangat mempengaruhi fluktuasi harga emas.
Untuk memperoleh keuntungan maksimal dalam berinvestasi emas diperlukan berbagai informasi yang kompleks, ilmu yang cukup serta mental yang kuat untuk menerima seluruh risiko dalam berinvestasi. Berinvestasi emas tentu sangat penting menjadi salah satu alternatif di tengah krisis ekonomi dan ketidakpastian pasar investasi. Berinvestasi emas akan mengurangi rasa cemas kita pada masa depan. Selamat berinvestasi!
Asriana Ariyanti Statistisi Ahli Muda BPS Kota Bogor, alumni The Australian National University (mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini