Makkah -
Tawaf ifadah menjadi salah satu rukun haji sehingga tidak boleh ditinggalkan. Lalu, bolehkah wanita yang sedang haid melaksanakan tawaf?
Mustasyar Dinny atau pembimbing ibadah Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), KH Abdul Moqsith Ghazali, memberi penjelasan terkait persoalan tersebut. Dia awalnya menjelaskan soal syarat haji, yakni mampu secara ekonomi dan fisik atau dikenal dengan istitaah.
"Haji ini beda dengan ibadah-ibadah lain. Tidak ada bacaan wajib. Di dalam ibadah haji ini seluruh rukunnya mempersyaratkan kekuatan fisik. Kalau kita tawaf misalnya, itu gerak fisik. Sai juga gerak fisik. Lempar jumrah itu gerak fisik. Hanya wukuf di Arafah yang meminta kita berhenti tidak melakukan aktivitas fisik. Itu murni sebagai tempat refleksi dari segala perbuatan kita," kata Moqsith di Makkah, Arab Saudi, Minggu (28/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mustasyar Dinny atau pembimbing ibadah Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), KH Abdul Moqsith Ghazali Foto: Haris Fadil/detikcom
Dia mengatakan jemaah haji tamattu akan melaksanakan setidaknya dua kali tawaf. Pertama saat umrah wajib dan kedua tawaf ifadah yang merupakan rukun haji.
Jemaah Indonesia sendiri mayoritas menjalani haji tamattu. Dia mengatakan hanya tawaf yang harus dilakukan dalam keadaan suci dan menutup aurat seperti salat.
"Tawaf ini mirip dengan salat dilakukan dalam keadaan suci. Makanya jemaah haji yang sedang haid tidak diperbolehkan untuk tawaf," ujar Moqsith.
Sementara, rukun haji lain seperti sai dan wukuf dapat dilakukan meski dalam keadaan tidak suci seperti sedang haid. Lalu, bagaimana jika jemaah haji perempuan sedang haid dan belum boleh tawaf, sementara segera naik pesawat untuk pulang ke Indonesia?
"Nah tantangannya sekarang bagaimana kalau jemaah haji ini, perempuan dalam keadaan haid, sementara besok pesawatnya harus berangkat ke Indonesia padahal dia belum tawaf ifadah. Artinya kalau belum tawaf ifadah belum tahalul yang kedua," ujarnya.
Dia mengatakan orang yang belum tahalul kedua berarti masih belum bebas sepenuhnya dari larangan ihram. Moqsith pun menyebut ada sejumlah ulama yang memberikan solusi terkait masalah ini.
"Karena itu sebagian ulama seperti Sayyid Muhammad Alawi Almaliki Almakkiyah yang ada di sini memperbolehkan dalam kondisi yang seperti itu, perempuan yang dalam keadaan haid sementara dalam keadaan darurat besok pesawatnya harus berangkat ke Indonesia harus mandi bersih lalu ditutup yang rapi sehingga tidak memungkinkan darah menetes di Masjidil Haram di tempat area tawaf, berangkat untuk melaksanakan tawaf. Itu salah satu solusi yang diberikan para ulama," ujarnya.
Dia mengatakan kedatangan dan kepulangan jemaah haji bukan diatur oleh diri sendiri. Sehingga, jemaah harus mengikuti jadwal dan manajemen haji yang telah diatur secara ketat.
"Yang lain-lain itu tidak dipersyaratkan harus suci. Makanya jemaah haji dari arah Madinah misalnya, sudah niat umrah dari Bir Ali, dalam keadaan haid tentu tidak masalah. Hanya sampai ke sini (Makkah) dia belum diperbolehkan untuk melaksanakan tawaf. Menunggu dulu di hotel sampai haidnya berhenti baru kemudian berangkat ke Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf umrah wajib bagi yang menggunakan haji tamattu," ucapnya.
(haf/fas)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini