Jejak Ketua PN Jaksel Sebagai Hakim Sebelum Ditahan Kejagung gegara Suap

1 day ago 7

Jakarta -

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait pemberian vonis onslag atau lepas kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Sebelum dicokok Kejagung, Arif telah malang melintang di dunia peradilan.

Dilihat dari situs Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2025), Arif menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak 6 November 2024. Dia sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak 17 Januari 2024.

Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Arif memiliki golongan/pangkat Pembina Utama Muda. Pendidikan terakhirnya merupakan strata dua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arif memulai karir dengan menjadi calon hakim pada Pengadilan Negeri Batang sejak Agustus 2021. Setahun berselang, atau tepatnya 13 September 2002, ia menjadi hakim tingkat pertama Pengadilan Negeri Tanah Grogot.

Arif lalu pernah melalang buana menjadi Hakim Tingkat Pertama pada Pengadilan Negeri Banjar Baru, Pengadilan Negeri Banjar Negara hingga Pengadilan Negera Karawang. Karir itu dijalani Arif selama periode 2007 hingga 2013.

Karir Arif lalu mulai melonjak dengan ditunjuk sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bangkinang pada 31 Agustus 2015. Setahun berselang, ia menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Bangkinang.

Jabatan Arif makin mentereng usai didapuk sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 17 Januari 2024. Jabatan itu berlangsung selama 11 bulan usai ia dilantik sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak 6 November 2024.

Perjalanan Arif di dunia kehakiman kini berhenti usai ia ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung. Arif diduga menerima suap Rp 60 miliar sebagai pemulus untuk mengatur vonis lepas tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng.

Total ada empat orang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara dan panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

"Dan terkait dengan putusan onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Sabtu (12/4).

Marcella Santoso dan Ariyanto diketahui merupakan pengacara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng. Total ada tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng ini mulai dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini lalu memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.

Vonis lepas itu berbeda jauh dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp 937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp 11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group.

Pengusutan Kejagung menemukan bukti adanya suap di balik vonis lepas tersebut. Marcella Santoso dan Ariyanto diduga memberikan suap Rp 60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanta melalui Wahyu Gunawan.

"Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana," tambahnya.

Qohar mengatakan Arif Nuryanta menggunakan jabatannya sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu dalam mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.

"Jadi MAN saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang saat ini yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan telah menerima, diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslags," pungkas Qohar.

(ygs/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial