Jakarta -
Virus Corona atau COVID-19 ditetapkan menjadi pandemi sekitar 5 tahun lalu. Meski pandemi telah berakhir, dampak COVID-19 ke ekonomi dunia masih bisa dirasakan sampai sekarang.
COVID-19 dan berbagai upaya untuk mengatasinya membuat utang pemerintah berbagai negara naik, pasar tenaga kerja tertekan, dan kondisi ini turut mengubah perilaku konsumen. Ketimpangan meningkat, tren bekerja jarak jauh, pembayaran digital, dan perubahan pola perjalanan masih berlangsung hingga saat ini.
Dilansir dari Reuters, Minggu (9/3/2025), berikut ini warisan dampak-dampak COVID-19 yang masih membekas dan bisa dirasakan sampai hari ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Hutang, Inflasi, dan Suku Bunga
Banyak negara meminjam uang untuk melindungi kesejahteraan dan mata pencaharian masyarakatnya saat pandemi menghantam. Utang pemerintah global telah meningkat sebesar 12 poin persentase sejak 2020. Negara berkembang mengalami peningkatan yang tajam.
Pandemi juga telah memicu tingkat inflasi yang tinggi, yang terbukti menjadi perhatian utama dalam pemilihan umum AS 2024. Didorong oleh pengeluaran pasca-lockdown, paket stimulus pemerintah, dan kekurangan tenaga kerja dan bahan baku, inflasi mencapai puncaknya di banyak negara pada tahun 2022.
Untuk mengimbangi kenaikan harga, bank sentral berbagai negara mengerek suku bunga. Bahkan, untuk bank sentral AS sampai saat ini pun masih menerapkan suku bunga tinggi, hal ini berdampak pada arus modal di negara-negara berkembang.
Peringkat kredit banyak negara pun jadi anjlok, peringkat kredit ini mencerminkan kemampuan suatu negara untuk membayar kembali utangnya. Data dari Fitch Ratings menunjukkan skor kredit negara global rata-rata terpantau seperempat tingkat lebih rendah daripada saat pandemi dimulai, yang mencerminkan tantangan keuangan makin ganas usai pandemi.
Untuk negara-negara pasar berkembang, rata-rata skor kreditnya turun sekitar setengah tingkat lebih rendah. Peringkat kredit yang lebih rendah umumnya diterjemahkan menjadi biaya pinjaman yang lebih tinggi di pasar modal internasional.
2. Perubahan di Pasar Tenaga Kerja
Pandemi menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjaan. Bank Dunia menyatakan hal ini membuat rumah tangga miskin dan kaum perempuan menjadi pihak yang paling terpukul.
Seiring dengan pelonggaran pembatasan sosial, lapangan kerja kembali bergairah, tetapi dengan pergeseran tren pekerjaan. Misalnya saja banyak pekerjaan terbuka di sektor-sektor seperti perhotelan dan logistik.
Di sisi lain, partisipasi perempuan dalam angkatan kerja mengalami penurunan pada tahun 2020. Hal ini terjadi karena sebagian besar pekerja perempuan bekerja di sektor-sektor yang terpukul keras oleh pandemi COVID-19. Seperti akomodasi, layanan makanan, dan manufaktur, serta beban mengasuh anak-anak yang tidak bersekolah di rumah.
3. Perubahan Gaya Perjalanan
Kebiasaan bepergian dan berlibur di tengah masyarakat juga berubah. Di tengah peningkatan kerja di rumah, perjalanan masyarakat pun berkurang di kota-kota besar selama pandemi, bahkan sampai sekarang tak kunjung pulih.
Misalnya saja di kota besar seperti London, Inggris, data menunjukkan penggunaan kereta bawah tanah dan bus jumlahnya masih rendah. Masih sekitar satu juta perjalanan lebih sedikit per hari dibandingkan sebelum pandemi.
Sektor penerbangan merupakan salah satu yang paling terpukul oleh pandemi. Sektor ini mencatat kerugian industri secara keseluruhan sebesar US$ 175 miliar pada tahun 2020. Kampanye vaksinasi akhirnya menghasilkan pencabutan pembatasan perjalanan, yang memungkinkan orang kembali naik pesawat. Namun, sampai sekarang pun pemulihan penumpang tak kunjung terjadi.
Apalagi, saat ini para pelancong harus bersaing dengan harga kamar hotel yang di banyak wilayah telah melampaui inflasi dan bergerak jauh di atas level tahun 2019. Meskipun ada sedikit fluktuasi, hanya ada sedikit indikasi bahwa harga hotel global akan kembali ke norma sebelum pandemi.
Tingkat kekosongan kantor juga mencapai rekor tertinggi di banyak negara, akibat tren pekerjaan dari jarak jauh san fleksibel. Di AS, distrik bisnis pusat mengalami peningkatan kekosongan terbesar, yang masih terlihat hingga saat ini.
4. Kebangkitan Sektor Digital
Tren konsumen baru berkembang selama pembatasan sosial global. Banyak masyarakat sebagai konsumen yang berdiam di rumah sering kali tidak punya pilihan lain selain berbelanja online. Hal ini menyebabkan peningkatan pembelian di pasar online sejak 2020 yang kemudian stabil.
Para analis mengatakan peningkatan penjualan online di Eropa dibarengi dengan peningkatan ruang penjualan, karena peritel berinvestasi di toko fisik untuk merangsang penjualan online maupun secara langsung.
Saham di perusahaan digital dan pengiriman memimpin kenaikan harga selama pandemi, bersama dengan saham perusahaan farmasi pembuat vaksin. Sialnya, lima tahun kemudian, beberapa perusahaan itu malah kehilangan sebagian besar daya tariknya. Banyak juga yang mengalami kebangkrutan.
Karena terjebak di rumah dan memiliki lebih banyak uang tunai, orang-orang juga mulai lebih banyak berinvestasi, dengan sekitar 27% dari total perdagangan ekuitas AS berasal dari investor ritel pada Desember 2020.
Di sisi lain, transaksi mata uang kripto mengalami kenaikan selama pandemi, nilai Bitcoin telah meningkat sebesar 1.233% sejak Desember 2019, karena orang-orang mencari peluang investasi baru untuk memangkas risiko volatilitas pasar.
(hal/kil)