KPK resmi menahan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Mbak Ita ditahan pada hari terakhir menjabat Walkot Semarang.
Mbak Ita sudah empat kali absen dari panggilan KPK. Dia baru memenuhi panggilan KPK pada Rabu (19/2/2025).
Politikus PDIP ini datang tepat pada hari terakhir menjabat Wali Kota Semarang. Sehari sebelumnya, Mbak Ita sudah pamit kepada jajaran pegawai Pemkot Semarang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantauan detikcom di gedung KPK, Jakarta Selatan, Mbak Ita tiba sekitar pukul 09.25 WIB. Suami Mbak Ita, Alwin Basri, juga hadir.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama suaminya, Alwin Basri (AB), mengenakan rompi tahanan dengan tangan terborgol di gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/2/2025). (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Mbak Ita terlihat mengenakan baju berwarna putih. Sementara, Alwin mengenakan jaket hitam.
"Mohon doanya saja, ya," kata Mbak Ita sambil masuk ke lobi KPK.
Mbak Ita dan Alwin tampak keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 16.39 WIB. Keduanya mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye dan tangannya diborgol.
"Terhadap saudari HGR (Hevearita Gunaryanti Rahayu) dan saudara AB (Alwin Basri) dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK selama 20 hari terhitung mulai tanggal 19
Februari 2025 sampai dengan tanggal 10 Maret 2025," kata Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo dalam konferensi pers.
Tersangka 3 Perkara
Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo (Foto: Ari Saputra/detikcom)
"Bahwa sejak saat HGR menjabat sebagai Wali Kota Semarang, HGR dan AB telah menerima sejumlah uang dari fee atas pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang TA 2023, pengaturan proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan TA 2023 dan permintaan uang ke Bapenda Kota Semarang," kata Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025).
Pada kasus pertama, Mbak Ita diduga memerintahkan bawahannya menunjuk PT Deka Sari Perkasa menjadi penyedia meja kursi SD. Pada Juni 2023, Mbak Ita diduga memerintahkan masing-masing dinas menyisihkan 10% anggaran untuk digunakan pada APBD-P.
"HGR memerintahkan masing-masing OPD untuk menyisihkan 10% anggaran untuk digunakan di APBD-P dan HGR meminta Dinas Pendidikan untuk mengurangi beberapa pekerjaan fisik," kata dia.
Alwin, yang juga menjabat Pimpinan DPRD Jawa Tengah, diduga memerintahkan Kadis Pendidikan Semarang memasukkan usulan anggaran Rp 20 miliar ke APBD perubahan. Dia diduga ikut menunjuk PT Deka Sari Perkasa sebagai pemenang tender.
Mbak Ita dan DPRD Semarang kemudian mengesahkan APBD perubahan yang di dalamnya mengatur anggaran pengadaan meja kursi SD Rp 19,2 miliar. Padahal, anggaran proyek itu hanya Rp 900 juta saat APBD tahun 2023 ditetapkan. PT Deka Sari Perkasa lalu ditunjuk untuk mengejakan proyek itu.
"Atas keterlibatan dari AB membantu RUD (Bos PT Deka Sari Perkasa) mendapatkan proyek tersebut, RUD telah menyiapkan uang sebesar Rp 1.750.000.000 atau sebesar 10%," kata dia.
Pada kasus kedua, Mbak Ita dan Alwin diduga mengatur proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan tahun anggaran 2023. Ibnu mengatakan kasus ini berawal dari perintah Alwin agar memberikan proyek penunjukan langsung tingkat kecamatan di Kota Semarang yang totalnya senilai Rp 20 miliar.
KPK menyebut pelaksanaan proyek itu akan diatur oleh Martono selaku Ketua Gapensi Kota Semarang. Alwin disebut meminta fee Rp 2 miliar atau 10% dari total nilai proyek itu.
"Sekitar bulan Desember tahun 2022, M (Martono) menyerahkan uang senilai Rp 2 miliar kepada AB sebagai komitmen fee proyek PL (penunjukan langsung) kecamatan," ujar Ibnu.
Pada Maret 2023, Martono mengumpulkan duit Rp 1,4 miliar dari para kontraktor anggota Gapensi Kota Semarang. Duit itu kemudian digunakan Martono sesuai perintah Alwin Basri, yakni untuk pengadaan mobil hias festival bunga.
Ibnu mengatakan Mbak Ita selaku Walkot Semarang mengetahui keberadaan fee itu. Duit dari fee proyek itu digunakan untuk kepentingan Pemkot Semarang yang tak dianggarkan dalam APBD.
Ketiga, Mbak Ita dijerat sebagai tersangka karena memotong uang Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dari insentif pungutan. KPK mengatakan Mbak Ita menandatangani draf Keputusan Wali Kota Semarang tentang Alokasi Besaran Insentif Pemungutan Pajak dan/atau Tambahan Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota Semarang pada Desember 2022.
Mbak Ita diduga meminta anak buahnya mengkaji lagi besaran TPP pegawai Bapenda. Alasannya, Mbak Ita menganggap besaran TPP pegawai Bapenda Kota Semarang tak beda jauh dengan yang diterimanya.
Pada April sampai 2023, Mbak Ita dan Alwin diduga menerima total Rp 2,4 miliar yang berasal dari potongan TPP pegawai. KPK mengatakan uang itu bukan penerimaan yang sah.
"Pada periode bulan April sampai Desember 2023 IIN (anak buah Mbak Ita) memberikan uang sekurang-kurangnya Rp 2,4 miliar kepada HGR dan AB yang dipotong dari iuran sukarela Pegawai Bapenda Kota Semarang dari TPP triwulan 1 sampai 4 tahun 2023. Dengan rincian pemberian per orang per triwulan Rp 300.000.000," ujarnya.
Atas perbuatannya, Mbak Ita dan Alwin dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu