Jakarta -
Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menegaskan bahwa pendidikan adalah utama dan kesejahteraan dosen sangatlah penting, sehingga tunjangan kinerja (tukin) harus segera cair.
Pemberian tukin ini akan berdampak pada kualitas pendidikan bangsa Indonesia. Menurutnya, dosen adalah arsitek unggul yang berperan besar dalam pembentukan karakter generasi muda.
"Profesor, bapak ibu para dosen, selamat datang di rumah kebangsaan pengawal konstitusi, penjaga kedaulatan rakyat," ujar Ibas, dalam keterangannya, Selasa (4/3/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut disampaikan Ibas dalam Diskusi Kebangsaan dengan topik 'Dosen Sejahtera, Riset Bermakna, Pendidikan Berkualitas', Senin (3/3/25). Dalam pembukaannya Ibas menyambut dan mengapresiasi peran profesor serta dosen.
"Sebagai arsitek generasi unggul, profesor, dan dosen tidak hanya mentransfer ilmu tapi juga membangun karakter dan daya saing mahasiswa, agar siap dan tangguh menerima tantangan dunia yang terus berubah. Sehingga tidak hanya sekedar formalitas mendapat ujian secara berjenjang tapi juga kualitas dari sisi karakteristik," kata Ibas.
Ibas kemudian melanjutkan sebagai ice breaker. Dalam pertemuan ini, ia tidak membahas berbagai permasalahan seperti kasus emas palsu, distribusi LPG 3 kg dan atau 'Clash of Words' antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
"Tapi lebih banyak saya membahas dan ingin mendengar terkait kesejahteraan dan masa depan Pendidikan di Indonesia," kata Ibas.
Ibas kemudian menyampaikan pendidikan tinggi adalah salah satu pilar utama menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang inovatif, berdaya saing, dan berkontribusi pada kemajuan teknologi dan ekonomi nasional. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945.
"Sangat jelas, yang menyebutkan bahwa setiap keluarga harus mendapatkan akses pendidikan yang layak, selaras dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum setidaknya dalam preambule kita UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa," ungkap Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI tersebut.
Pelaksanaan pasal 31 UUD 1945 dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah melalui berbagai program secara berkelanjutan, salah satunya program wajib belajar 9 tahun. Ibas juga memaparkan beberapa program pemerintah untuk menunjang pendidikan.
Beberapa di antaranya ada program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan untuk pelajar berprestasi ada Beasiswa Unggulan, Beasiswa Indonesia Maju (BIM), hingga LPDP. Sehingga dalam kesempatan ini Ibas menegaskan selain program bantuan pendidikan tersebut, tukin sangatlah penting.
"Sehingga tukin, tunjangan kinerja dosen ASN menjadi penting. Kita harus ingat, bahwa pemberian tukin ini akan berdampak pada kualitas pendidikan," tegas Ibas.
Menurut Ibas, kesejahteraan dosen yang terpenuhi akan memberikan motivasi besar bagi para dosen dalam mendidik anak-anak bangsa. Karena kesejahteraan dosen yang terpenuhi berhubungan erat dengan motivasi dosen dalam mendidik para generasi muda Indonesia.
Namun, pada kenyataannya, hingga kini masih banyak masalah dan kendala dalam proses pemberian tukin dosen-dosen di Indonesia. Meski demikian, hingga kini masih terdapat banyak kendala dalam proses implementasinya, mencakup keterlambatan pembayaran, ketimpangan antara dosen Kemendikbud dan dosen Kemenag, serta tidak meratanya tukin bagi dosen yang belum tersertifikasi.
Berdasarkan data Kemendikbudristek RI tahun 2023 tercatat lebih dari 183 ribu orang (dosen) yang masih menunggu pembayaran tukin, dengan total kebutuhan anggaran mencapai Rp 70.3 T. Ibas kemudian membandingkan dengan apa yang terjadi di dunia terkait gaji dan tunjangan dosen-dosen dari negara lain.
"Kadang kita perlu membandingkan terkait dengan apa yang terjadi di dunia bukan hanya sekedar membandingkan tetapi melihat sejauh mana kita bisa berproses menuju titik tersebut. Tentu yang lebih maju gaji pokok dosen seperti benchmark di Australia, Singapura, Jepang itu sangat tinggi," papar Ibas.
"Di Australia itu Rp 90 juta, di Singapura sekitar Rp 70 juta, di Jepang sekitar Rp 40 juta sementara Indonesia ini masih cukup minimalis. Untuk itu kita sebagai wakil rakyat, terus mencoba mendorong, memperhatikan dan memastikan agar peningkatan tidak hanya dari tukin saja tapi kesejahteraan juga dirasakan secara berkelanjutan," sambungnya.
Menurut Ibas, kesejahteraan tidak hanya untuk dosen, tapi juga TNI, POLRI, ASN, dan profesi lainnya. Bahkan gaji dosen negara tetangga di ASEAN, seperti Filipina dan Vietnam lebih tinggi daripada di Indonesia.
Ibas menyampaikan Kemenkeu pun meminta kejelasan dalam rangka penyesuaian nomenklatur dengan yang berlaku saat ini demi meningkatkan daya saing akademik nasional. Dirinya mendengar dan membaca Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) RI Brian Yuliarto menyatakan pihaknya akan memfokuskan pembayaran tukin dosen tahun ini yang telah disetujui nominalnya sebesar Rp 2,5 triliun oleh Badan Anggaran DPR dan Kemenkeu.
Menurut Ibas, menjamin kesejahteraan tenaga pendidik dosen adalah langkah yang sejalan dengan 4 Pilar Kebangsaan dan Asta Cita. Oleh karena itu, pemberian tukin harus dilihat sebagai bagian dari upaya pembangunan pendidikan nasional yang lebih baik dan lebih sesuai dengan cita-cita Pancasila.
Ibas yakin Pemerintahan Prabowo memperhatikan nasib tukin dosen seperti kesejahteraan para hakim. Lebih lanjut, ia menegaskan dosen adalah pahlawan tanpa tanda jasa bidang pendidikan.
"Kami harap ekonomi Indonesia terus tumbuh, ruang fiskal kita cukup meningkat, maka Pemerintah bisa melakukan revisi kebijakan untuk memberikan perhatian bagi Dosen yang belum tersertifikasi (SerDos) sehingga kesenjangan kesejahteraan dan kualitas pengajaran di perguruan tinggi Indonesia dapat diminimalisir dan kemudian dapat lebih dinikmati oleh semua," kata Ibas.
Dalam penutupnya. Ibas menyampaikan peningkatan kesejahteraan dosen bukanlah tanggung jawab tunggal pemerintah semata, melainkan sebuah upaya bersama. Di antaranya akademisi, sektor swasta dan masyarakat.
Dalam diskusi ini juga terdapat kritikan kelalaian penganggaran tukin adalah salah satu akar permasalahannya. Menurut salah satu peserta, tidak ada yang salah dengan aturan tukin apalagi anggaran pendidikan itu 20%.
"Yang menjadi permasalahan adanya kelalaian dalam menganggarkan periode sebelumnya," kata salah satu peserta.
Senada dengan Ibas, Wakil Ketua Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) Anggun Gunawan pun menyampaikan aspirasinya bagaimana para dosen sangat membutuhkan tukin, bukan aplikasi yang rumit. Mewakili para dosen, Anggun mengatakan dirinya bersyukur dipertemukan dalam forum alih-alih memperjuangkan haknya di jalan raya (demo).
"Sebenarnya di zaman Pak SBY itu sudah lengkap semuanya. Ada tiga undang-undang yang dibuat untuk guru dan dosen," tegas Anggun.
"Di sana disebutkan bahwa ASN mendapatkan dua hak, salah satunya adalah hak untuk tunjangan kinerja. Sampai ada kawan kami, Bu Fatimah, yang dia mendapatkan semacam temuan dari BPK harus mengembalikan uang negara sebanyak 8 juta, kemudian mengkaji terkait apa sih hak seorang dosen," sambungnya.
Lebih lanjut, Anggun mengatakan rekan sejawatnya menemukan naskah akademik setebal 200 halaman, yang menjelaskan dosen itu berhak untuk tukin. Ia menegaskan dosen butuh tukin, bukan aplikasi yang sulit.
"Kami berharap sebelum lebaran tukin cair. Kalau tidak kami akan mencari keadilan di jalan," kata Anggun.
Selain Anggun, diskusi ini dihadiri oleh profesor dan dosen dari berbagai universitas di Indonesia. Beberapa di antaranya Mantan Rektor IPB Prof Dr Ir Aman Wiratakusumah, PhD, Ketua Senat Fakultas Akademik Unsur Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia Julian Aldrin Pasha PhD, dan Guru Besar PWK SAPPK ITB Prof Dr Delik Hudalah.
Hadir pula Anggota DPR RI F-Partai Demokrat dari Komisi X di antaranya Anita Jacob Gah, Bramantyo Suwondo, Sabam Sinaga, dan Sekretaris F-Partai Demokrat Marwan Cik Asan.
(hnu/ega)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu