Campak Hantui Negara Tetangga RI, Gimana Cara Efektif Menanganinya?

3 hours ago 2

Jakarta -

Lonjakan kasus campak di Asia Tenggara telah membawa penyakit menular ini masuk ke Australia, yang bertetangga dengan Indonesia, kemudian memicu peningkatan kasus di sana. Apa itu campak dan bagaimana cara paling efektif untuk menanganinya?

Pada dua bulan pertama di 2025, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat telah muncul 3.098 kasus campak di seluruh dunia.

Tahun lalu, kasus campak pun sempat melonjak di dua negara Asia Tenggara: Vietnam dan Thailand.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Vietnam, ada 6.725 kasus campak terkonfirmasi pada 2024, naik lebih dari 130 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, kasus campak di Thailand naik dari hanya 38 di 2023 menjadi 7.507 pada 2024.

Pada awal 2025, Pemerintah Negara Bagian Victoria di Australia sempat merilis peringatan kesehatan yang menyebut telah terjadi peningkatan kasus campak yang dibawa orang-orang yang pulang dari luar negeri, termasuk dari Vietnam.

Jumlah kasus campak di Australia tercatat sebesar 57 pada 2024, naik dari 26 kasus dibandingkan tahun sebelumnya.

"Saat ini, setiap perjalanan ke luar negeri dapat menyebabkan paparan campak, mempertimbangkan wabah yang dilaporkan terjadi di negara-negara lain di AsiaThailand, Indonesia, dan Indiaserta Afrika, Eropa dan Inggris, Timur Tengah, dan Amerika Serikat," seperti tertulis di peringatan itu.

Garis.BBC

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

Garis.BBC

Dua negara bagian AS pun kini tengah berhadapan dengan wabah campak, yang telah menewaskan setidaknya satu anak yang belum mendapat vaksin.

Menurut Departemen Layanan Kesehatan Texas, ada 124 kasus campak terkonfirmasi sejak akhir Januari. Sementara itu, di New Mexico, sembilan kasus telah dilaporkan per 20 Februari.

Selain itu, wabah campak belakangan tercatat terjadi di Pakistan, Yaman, Afganistan, Kirgiztan, Etiopia, dan Rusia.

"Karena campak sangat menular, penyakit ini dapat dengan mudah melintasi perbatasan dan menyebabkan wabah di komunitas mana pun yang tingkat cakupan vaksinasinya di bawah 95%," kata Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS di situs web resminya.

Apa itu campak dan mengapa ia sangat menular?

Campak adalah infeksi virus yang sangat menular, menyebar melalui udara dalam bentuk tetesan kecil saat orang yang terinfeksi bernapas, batuk, atau bersin.

Campak juga dapat ditularkan melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi.

Sebuah artikel yang diterbitkan Kantor Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat Universitas McGill di Kanada menjelaskan bahwa virus campak sangat kecil sehingga mustahil untuk melihatnya dengan mikroskop biasa.

"Campak sangat menular. Dosis yang dibutuhkan untuk terinfeksi sangat kecil. Virus ini bertahan di udara dan keluar dari tubuh seseorang bahkan sebelum mereka menunjukkan gejala," tulis Universitas McGill di artikel itu.

"Karena penyakit ini telah diberantas di banyak negara, sejumlah dokter bisa jadi merasa tidak mungkin [pasien terkena campak]. Akibatnya, orang yang terinfeksi dapat menyebarkan virus lebih lama lagi."

Ilustrasi penderita campak.Ilustrasi penderita campak. (Getty Images)

Menurut CDC AS, penyakit ini adalah "salah satu penyakit manusia paling menular yang telah diketahui".

WHO memperkirakan bahwa satu orang yang terinfeksi dapat menyebarkan campak ke sembilan dari 10 kontak dekat mereka yang tidak divaksinasi.

Orang yang terkena campak dapat menularkan penyakit ini sejak muncul gejala hingga setidaknya empat hari setelah timbul ruam.

Campak biasanya sembuh dalam tujuh hingga 10 hari. Namun, penyakit ini dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, kebutaan, dan kejang.

Bayi dan anak-anak di bawah usia lima tahun, ibu hamil, dan mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah memiliki risiko lebih tinggi.

Di AS, sekitar satu dari lima orang yang tidak divaksinasi tercatat memerlukan rawat inap akibat campak, menurut penelitian Universitas Johns Hopkins. Pada 2024, angka tersebut bahkan lebih tinggisekitar 40% penderita campak dirawat di rumah sakit.

Campak bisa jadi mematikan, tetapi ini jarang terjadi.

Apa saja gejala campak?

Ilustrasi penderita campak.Getty ImagesIlustrasi penderita campak.

Menurut Badan Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris, gejala umum campak meliputi:

  • demam dengan suhu 39 derajat Celsius atau lebih saat pasien belum minum obat seperti parasetamol atau ibuprofen
  • hidung berair atau tersumbat
  • bersin dan batuk
  • mata merah, nyeri, dan berair
  • ruam kulit, yang biasanya tidak gatal dan muncul tiga atau empat hari setelah gejala awal. Ruam ini berupa bintik-bintik merah, terkadang menonjol dari kulit dan membentuk bercak. Ruam biasanya mulai muncul di belakang telinga dan wajah, lalu menyebar ke anggota tubuh dan badan
  • bintik putih kecil di pipi
  • konjungtivitis atau mata merah karena peradangan

Kasus yang parah dapat menyebabkan ensefalitis atau peradangan pada sistem saraf pusat. Menurut NHS, infeksi selama kehamilan dapat mengakibatkan keguguran, bayi terlahir mati, kelahiran prematur, atau rendahnya berat badan bayi yang baru lahir.

Bagaimana cara mengobati campak?

Ilustrasi penderita campak.Getty ImagesIlustrasi penderita campak.

Tidak ada obat antivirus khusus untuk campak.

Dokter biasanya meresepkan obat-obatan seperti parasetamol untuk meredakan gejala-gejala utama seperti demam atau nyeri sementara sistem imun tubuh bekerja dan melawan virus.

NHS menekankan bahwa "campak biasanya mulai membaik dalam waktu sekitar seminggu".

Selama periode ini, penting untuk beristirahat dan minum banyak cairan untuk menghindari dehidrasi.

Dalam kasus lebih parah, perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan, termasuk bantuan pernapasan dan pengobatan.

Bagaimana cara mencegah campak?

Cara terbaik untuk mencegah campak adalah vaksinasi.

Vaksin yang umum digunakan adalah vaksin Measles, Mumps and Rubella (MMR), yang memberikan perlindungan sekaligus terhadap campak, gondongan, dan rubella.

WHO dan lembaga kesehatan lainnya merekomendasikan agar anak-anak menerima dua dosis vaksin MMR untuk memastikan kekebalan seumur hidup.

Dosis pertama biasanya diberikan kepada anak-anak berusia antara sembilan dan 15 bulan. Sementara itu, dosis kedua diberikan kepada bayi berusia sekitar 15-18 bulan, sesuai dengan kebijakan kesehatan masing-masing negara.

Remaja dan orang dewasa juga disarankan disuntik vaksin MMR jika mereka belum mendapatkannya.

Selain itu, orang dewasa yang mendapat vaksin campak antara tahun 1963 dan 1968 dianjurkan untuk memeriksa riwayat vaksinasi mereka untuk memastikan vaksin mana yang mereka terima.

Selama periode itu, ada versi vaksin yang menggunakan bentuk virus tidak aktif yang ternyata efektivitasnya tidak sesuai harapan dan kemudian ditarik dari peredaran, kata Universitas Johns Hopkins.

Ilustrasi anak mendapat suntikan vaksin MMR.Getty ImagesVaksin MMR memberikan perlindungan sekaligus terhadap campak, gondongan, dan rubella.

Karena campak menyebar dengan sangat mudah, sebagian besar orang perlu mendapat vaksin untuk menciptakan kekebalan populasi dan memastikan setiap orang terlindungi dari wabah atau epidemi.

WHO mengatakan kekebalan kelompok untuk campak tercapai ketika 95% populasi telah menerima vaksin. Untuk 5% sisanya, mereka diharapkan dapat terlindungi karena vaksinasi telah menghentikan penyebaran campak di sebagian besar masyarakat.

Vaksinasi campak berhasil mencegah lebih dari 60 juta kematian antara tahun 2000 dan 2023, menurut WHO.

Namun, terlepas dari semua itu, campak tercatat menyebabkan sekitar 107.500 kematian secara global pada 2023. Sebagian besar terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun yang tidak disuntik vaksin.

"Proporsi anak yang menerima dosis pertama vaksin campak adalah 83% pada 2023, jauh di bawah tingkat 2019 sebesar 86%," menurut WHO.

Mengapa sulit mencapai kekebalan kelompok?

AS sebenarnya sempat secara resmi mendeklarasikan diri bebas dari campak pada 2000. Saat itu, selama lebih dari setahun mereka tidak mencatatkan satu pun kasus campak.

Namun, belakangan, cakupan populasi AS yang telah menerima vaksin tak kunjung mencapai 95% sesuai syarat untuk mencapai kekebalan kelompok.

Persentasenya naik-turun, dari titik terendah sebesar 89% pada 2014 hingga angka tertinggi sebesar 92% pada 2018.

Pada 2021, data CDC menunjukkan hanya 90,6% anak-anak berusia 24 bulan yang telah menerima setidaknya satu dosis vaksin MMR.

"Namun, persentase di beberapa komunitas jauh lebih rendah, menempatkan mereka pada risiko terbesar," seperti tertulis di salah satu studi Universitas Johns Hopkins, yang menunjukkan distribusi penerimaan vaksin yang tidak merata.

Tampaknya, akar masalahnya adalah keraguan terhadap vaksin, yang sering kali dipicu klaim palsu tentang efek samping dosis vaksin.

"Dampak keraguan terhadap vaksin diperparah hambatan tambahan terhadap vaksinasi, termasuk kemiskinan dan kurangnya asuransi kesehatan," tulis para ahli Universitas Emory di AS di sebuah makalah pada 2022.

Hal serupa terjadi di Indonesia. Pada Agustus-September 2017, misalnya, pemerintah melaksanakan program imunisasi campak dan rubella massal untuk anak-anak, yang akhirnya diperpanjang hingga pertengahan Oktober karena penolakan dari orang tua di sejumlah daerah.

Penolakan dari orangtua terjadi karena berbagai alasan, termasuk meragukan kualitas vaksin yang digunakan dalam program imunisasi massal dan juga terpengaruh berita bohong atau hoaks di media sosial.

Pandemi Covid-19 pun sempat menghambat program vaksinasi anak, sehingga tingkat vaksinasi menurun dan kasus campak meningkat sepanjang 2022 lalu di Indonesia.

Pada 2022, ada 3.341 kasus campak di Indonesia, naik 32 kali lipat dari tahun sebelumnya.

"Untuk bisa anak-anak kita sehat, intervensinya harus preventif, salah satunya adalah imunisasi. Imunisasi itu harus diberikan lengkap supaya nanti daya tahan tubuhnya siap kalau ada penyakit menular yang menyerang," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial