Buka-bukaan Kepala BGN soal Kasus Keracunan MBG

5 hours ago 4
Jakarta -

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana buka-bukaan terkait kasus keracunan usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG). Dadan mengungkap bagaimana proses MBG disajikan hingga disantap oleh para siswa.

Hal itu disampaikan Dadan di rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (6/5/2025). Mulanya, ia memaparkan penyebab keracunan peristiwa MBG di Sukoharjo hingga Batang.

"Ini adalah beberapa kasus kejadian, tadi saya sudah diingatkan sama Bu Irma jangan disebut keracunan tapi kasus kejadian dari program MBG. Yang pertama sebetulnya dulu operasional tanggal 13 (Januari) di Sukoharjo penyebabnya sebetulnya teknis karena ini baru mulai," kata Dadan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dadan menyebut saat masakan sudah diolah, ternyata gas untuk menggoreng habis. Ia mengatakan permasalahan MBG di Sukoharjo sudah diatasi dan tidak terulang lagi.

"Jadi pada saat masakan sudah diolah, pada saat mau menggoreng gasnya habis. Itu kejadian yang pertama dulu di Sukoharjo dan sampai sekarang alhamdulillah tidak pernah terjadi lagi, karena sudah disiapkan lebih baik," ujar Dadan.

"Waktu itu yang terdampak 40 siswa karena petugas sangat cepat mengidentifikasi ada kelainan di makanan itu sehingga kemudian masakan ditarik kembali dengan telur," tambahnya.

Dugaan Penyebab Keracunan di Batang dan Cianjur

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, berbicara saat rapat bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).  Ia menyampaikan bahwa pihaknya membutuhkan anggaran sebesar Rp 116,6 triliun untuk menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 2025. Dari total kebutuhan itu, BGN masih membutuhkan tambahan dana sekitar Rp 50 triliun karena saat ini baru tersedia Rp 71 triliun. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana di gedung DPR. (Agung Pambudhy/detikcom)

Dadan menyebut untuk MBG di daerah Batang penyebabnya lantaran hidangan terlambat dimakan oleh siswa. Ia mengklaim masakan MBG dikirim dalam kondisi baik dan tepat waktu.

"Kemudian terjadi di Batang, memang kejadiannya masakan dalam keadaan baik dan dikirim tepat waktu. Tapi, kemudian di sekolah ada acara sehingga makanan itu terlambat dimakan oleh siswa. Jadi sebenarnya saat itu makanannya dalam keadaan baik, kalau tepat waktu itu tidak kejadian," katanya.

Ia menyebut untuk kejadian di Cianjur hasil penelitian keracunan makanan negatif. BGN disebut sudah menguji air yang digunakan, fasilitas untuk masak hingga muntahan siswa yang terdampak.

"Kemudian berikutnya yang di Cianjur, sudah hampir minggu ketiga dan kami sudah mendapatkan hasilnya, ada dua sekolah yang terdampak dari 9 sekolah, yaitu dari 72 siswa yang terdampak dari 2.701. Dan hasilnya sudah keluar dari lab baik itu tray-nya, untuk airnya, untuk fasilitas termasuk untuk masakan yang waktu itu dikonsumsi oleh siswa termasuk muntahannya," ujar Dadan.

"Dan alhamdulillah seluruh hasilnya negatif. Jadi kami sedang mencari kurang lebih apa sih sebetulnya yang menyebabkan karena dari hasil lab itu negatif," imbuhnya.

Dugaan Penyebab Keracunan di Bandung Hingga Pali

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, berbicara saat rapat bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).  Ia menyampaikan bahwa pihaknya membutuhkan anggaran sebesar Rp 116,6 triliun untuk menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 2025. Dari total kebutuhan itu, BGN masih membutuhkan tambahan dana sekitar Rp 50 triliun karena saat ini baru tersedia Rp 71 triliun. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana di gedung DPR.(Agung Pambudhy/detikcom)

Dadan juga mengungkap penyebab dugaan keracunan MBG di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan. Dadan menyebut penyebab keracunan di sana lantaran masakan terlalu awal dimasak.

"Baik yang di Bandung, maupun di Tasik, maupun di PALI yang baru terjadi itu karena masakan terlalu awal dimasak dan tidak cepat untuk bisa di-delivery," kata Dadan.

Dadan mengatakan pihaknya telah memperbaiki prosedur menyikapi kasus ini. Ia menyebut pemilihan bahan baku juga dilakukan lebih selektif.

"Karena ini terjadi di PALI di mana ikan diterima hari Jumat kemudian dimasukkan ke dalam freezer, kemudian pada saat dimasak dikeluarkan, kemudian diolah setengah matang, setelah diolah setengah matang masuk lagi ke dalam freezer, kemudian diolah," ujar Dadan.

"Dan setelah dites dalam keadaan baik, tapi terjadi di lapangan. Kami kemudian memutuskan pemilihan bahan baku harus lebih selektif, mungkin lebih fresh akan lebih baik," sambungnya.

(rdp/rfs)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini


Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial