Jakarta - Saudara dipilih, saudara adalah pelayan rakyat, saudara adalah abdi rakyat. Saudara harus membela kepentingan rakyat, saudara harus menjaga kepentingan rakyat kita, saudara harus berjuang untuk perbaikan hidup mereka. Itu adalah tugas kita. Itulah sebagian dari pidato Presiden Prabowo Subianto saat melantik kepala daerah yang terdiri dari 33 gubernur, 33 wakil gubernur, 363 bupati, 362 wakil bupati, 85 wali kota, 85 wakil wali kota dengan total 961 kepala daerah dari 481 daerah pada 20 Februari 2025. Pesan utama pidato kali ini masih sama dengan pidato Presiden sebelumnya, yaitu "membela dan menjaga kepentingan rakyat".
Narasi yang terus diulang-ulang ini menegaskan betapa besarnya komitmen Presiden untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang menjadi kewajiban pemerintah pusat dan daerah. Dengan pelantikan ini, sebanyak 481 daerah provinsi/kabupaten/kota resmi memiliki kepala daerah baru yang akan menjabat hingga lima tahun mendatang, sementara sisanya masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi.
Kehadiran kepala daerah baru ini tentu membawa harapan baru akan meningkatnya pelayanan pemerintahan bagi sebagian besar rakyat di masing-masing daerah. Sebagai upaya untuk menjaga ritme dan menyelaraskan laju pembangunan daerah dengan program-program pemerintah pusat, para kepala daerah itu juga langsung digembleng di Magelang dalam event yang disebut retret seperti yang pernah dilakukan oleh para Menteri Kabinet Merah Putih.
Kepala daerah baru dengan semangat dan program-program barunya itu akan bermakna bagi publik yang telah memberikan mandat apabila dapat mengatasi masalah-masalah utama pelayanan publik yang dirasakan. Satu suara yang dicobloskan terhadap satu pasangan calon kepala daerah saat pemilihan 27 November 2024 lalu berarti satu harapan akan perbaikan dan peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sama halnya ketika publik memilih presiden, publik berharap kepala daerah yang baru dilantik ini akan lebih baik daripada kepala daerah sebelumnya atau calon kepala daerah yang tidak mereka pilih.
Sebagian pertanyaan penting yang patut diajukan, apa masalah utama yang dirasakan publik dan apa program prioritas yang diharapkan untuk segera diatasi oleh gubernur, bupati atau wali kota? Jawaban atas pertanyaan tersebut antara lain dapat tergambar dari temuan 50 lebih hasil survei opini publik Politika Research and Consulting (PRC) selama penyelenggaraan Pilkada 2024, baik provinsi, kabupaten, maupun kota. Kinerja pelayanan pemerintahan yang diukur dalam jajak pendapat ini mencakup tiga hal, yaitu masalah utama, program prioritas, dan upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Untuk keperluan telaah singkat ini, saya hanya mengemukakan temuan di lima daerah dan terlihat kecenderungan umum persepsi publik atas pelayanan pemerintahan daerah saat ini. Survei dengan kisaran 500-800 responden ini dilaksanakan selama kurun satu tahun, Oktober 2023 - Oktober 2024, yaitu di Kampar (Riau), Situbondo (Jawa Timur), Sanggau (Kalimantan Barat), Polewali Mandar (Sulawesi Barat), dan Sumbawa Barat (Nusa Tenggara Barat). Lima daerah kabupaten ini memberikan gambaran mengenai masalah utama pelayanan publik yang hampir sama dan solusinya menurut publik
Tiga Masalah Utama
Kecenderungan umum masalah pelayanan publik di daerah mencakup tiga hal, yaitu infrastruktur khususnya jalan/sarana transportasi, lapangan pekerjaan, dan harga kebutuhan pokok. Dalam survei pada 2024 di Kabupaten Situbondo, masalah utama pelayanan publik adalah mahalnya harga kebutuhan pokok (30,3 persen), ketersediaan/harga pupuk (23,5 persen), kondisi jalan/sarana transportasi (16,3 persen), dan sektor lain seperti biaya kesehatan, pendidikan, banjir, kamtibmas, jaringan listrik (29,9 persen).
Jika dibandingkan dengan hasil survei enam tahun lalu (2018), tiga masalah utama di Situbondo hampir sama, hanya beda urutan saja, yaitu sulitnya mendapatkan pekerjaan (44,4 persen), mahalnya harga kebutuhan pokok (24,8 persen), dan kondisi jalan/sarana transportasi berada di (15,0 persen), dan sektor lain seperti biaya kesehatan, pendidikan, banjir, kamtibmas, jaringan listrik (15,8 persen). Data ini menunjukkan bahwa dua masalah utama enam tahun lalu masih menjadi masalah utama saat ini, sementara sulitnya mendapatkan pekerjaan relatif teratasi, namun muncul masalah baru yaitu langka dan tidak terjangkaunya harga pupuk.
Masalah utama yang hampir sama juga ditemukan di Kabupaten Kampar. Berdasarkan hasil survei pada 2024, yaitu kondisi jalan/sarana transportasi (19,1 persen), biaya kesehatan (14,8 persen), dan sarana dan fasilitas pendidikan (9,5 persen) serta sisanya untuk isu-isu lain termasuk mahalnya harga kebutuhan pokok, sulitnya mendapatkan pekerjaan, banjir, kamtibmas, jaringan listrik (56,6 persen). Jika dibandingkan dengan survei delapan tahun lalu (2016), kondisi jalan/sarana transportasi masih mendapat perhatian publik (28,9 persen), meskipun mahalnya harga kebutuhan pokok menempati urutan teratas (32,7 persen), sementara sulitnya mendapatkan pekerjaan berada di posisi ketiga (16,4 persen), serta sektor lain seperti biaya kesehatan, sarana dan fasilitas pendidikan, banjir, kamtibmas, jaringan listrik (22,0 persen).
Masalah yang sama, terutama infrastruktur juga ditemukan di Kabupaten Sanggau. Kondisi jalan atau sarana transportasi dirasakan oleh sebagian besar masyarakat (53,6 persen), baru kemudian mahalnya harga kebutuhan pokok (13,6 persen), dan banjir/longsor/sistem drainase (7,5 persen) serta sektor lain seperti kesehatan, pendidikan, jaringan listrik, pembalakan liar (25,3 persen). Sedangkan di Polewali Mandar, tiga masalah utama masyarakat adalah sulitnya mendapatkan pekerjaan (29,5 persen), kondisi jalan atau sarana transportasi (17,4 persen), dan kerusakan lingkungan hidup (12,1 persen), serta sektor lain seperti harga sembako, pupuk, banjir, pendidikan, dan kesehatan (41,0 persen).
Sementara itu, masalah utama di Sumbawa Barat yaitu mahalnya harga kebutuhan pokok (28,8 persen), sulitnya mendapatkan pekerjaan (27,5 persen), dan ketersediaan pupuk yang langka dan harganya mahal (14,8 persen), serta sektor lain seperti harga sembako, banjir, pendidikan, kesehatan, jaringan listrik (28,9 persen).
Sebagai salah satu masalah utama, kondisi infrastruktur yang tidak memadai, khususnya kerusakan jalan dan jembatan juga dirasakan oleh masyarakat sangat mengganggu kelancaran urusan sehari-hari. Sebanyak 51,7 persen masyarakat Kampar, 35,5 persen masyarakat Polewali Mandar, 57,3 persen masyarakat Sanggau, dan 11,5 persen masyarakat Sumbawa Barat mengaku bahwa kerusakan jalan dan jembatan sangat mengganggu kelancaran urusan sehari-hari.
Meskipun tidak dapat menggeneralisasi semua daerah, terutama bagi daerah kota, tetapi dari lima kabupaten yang dipaparkan di atas, terdapat kecenderungan yang sama bahwa masalah utama pelayanan publik yang mendapat perhatian masyarakat hampir sama, yaitu kondisi jalan/sarana transportasi, mahalnya harga kebutuhan pokok, dan sulitnya mendapatkan pekerjaan. Urutannya memang tidak persis sama, namun ketiga isu pelayanan publik itu hampir selalu menempati tiga besar dibanding isu lain yang (disertakan sebagai opsi jawaban) dirasakan masyarakat saat ini.
Program Prioritas Daerah
Pelayanan pemerintahan yang mendapat perhatian atau dirasakan oleh publik sebagai masalah utama seperti yang dipaparkan di atas berdasarkan temuan beberapa survei opini publik menunjukkan betapa pentingnya masalah-masalah itu untuk segera diatasi atau menjadi program prioritas kepala daerah selama lima tahun menjabat.
Sejalan dengan tiga masalah utama yang menjadi kecenderungan umum di lima daerah itu, maka penanganan tiga masalah utama itu yang mesti menjadi prioritas. Tiga program prioritas itu adalah pembangunan/perbaikan infrastruktur, terutama jalan dan jembatan serta sarana transportasi, pengendalian harga kebutuhan pokok, dan penyediaan lapangan kerja.
Tiga masalah utama di daerah diharapkan publik menjadi program prioritas tersebut dalam konteks nasional sejalan dengan Asta Cita kedua, yaitu mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi syariah, ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru; dan Asta Cita ketiga, yaitu melanjutkan pengembangan infrastruktur dan meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif serta mengembangkan agromaritim industri di sentra produksi melalui peran aktif koperasi. Dengan demikian, kepala-kepala daerah baru dapat mempertimbangkan tiga masalah utama itu sebagai program prioritas.
Pilihan kebijakan ini tak hanya sejalan dengan program pemerintah pusat, tetapi juga sangat relevan dengan aspirasi masyarakat di daerah. Tak hanya menyangkut masalah utama, dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik, dua hal yang menurut publik mesti dilakukan pemerintah adalah perbaikan sarana dan prasarana pelayanan publik dan kecepatan dalam merespons pengaduan masyarakat. Dua aspirasi ini menempati urutan teratas (sekitar 60 persen) sebagai solusi peningkatan kualitas pelayanan publik, baik di Kampar, Sanggau, Polewali Mandar, maupun Sumbawa Barat.
Implementasi kebijakan yang sering disebut sebagai "kebijakan publik partisipatif" karena prosesnya melalui penyerapan aspirasi publik akan mendapat dukungan yang kuat dari sebagian besar masyarakat di daerah, baik sebagai program tahunan maupun lima tahunan. Namun demikian, dengan efisiensi besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat, baik Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Fisik, Dana Otonomi Khusus, maupun Dana Desa, pelayanan dan pengabdian kepala daerah baru kepada rakyat, terutama mengeksekusi program prioritas, akan mengalami hambatan yang berarti karena tidak mendapat dukungan anggaran yang memadai, apalagi pemerintah daerah tidak mampu meningkatkan pendapatan asli daerahnya.
Ian Suherlan peneliti kebijakan publik Politika Research and Consulting (PRC)
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu