Apa itu Humanitarian City yang Mau Dibuat Israel Buat 'Kurung' Gaza?

7 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berencana membangun Humanitarian City yang diklaim untuk warga Palestina di Rafah.

Pekan lalu, pemerintah Israel mengungkap rencana untuk mengusir warga Palestina dengan memindahkan mereka ke zona baru di Rafah. Usulan itu tertuang dalam proposal Yayasan Kemanusiaan Gaza (Gaza Humanitarian Foundation/GHF) yang didukung Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penduduk Gaza akan tinggal sementara, deradikalisasi, berintegrasi kembali, dan bersiap pindah jika mereka mau," demikian kutipan dalam proposal itu.

Rencana tersebut dikecam banyak pihak termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan oposisi Israel. Mereka menganggap langkah itu untuk memindahkan paksa warga Palestina.

Terlepas hal tersebut, apa itu Humanitarian City yang mau dibangun Netanyahu?

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan warga Palestina akan ada di zona baru yang disebut Humanitarian City. Kota buatan tersebut akan berada di Rafah, wilayah yang digempur habis-habisan pasukan Zionis.

Katz mengatakan seluruh warga Palestina bisa memasuki Humanitarian City, tetapi tak bisa meninggalkan zona tersebut. Bagi warga yang akan masuk juga akan diperiksa secara ketat.

Katz juga mengatakan 600.000 warga Palestina yang tinggal di pesisir Al Mawasi akan dipaksa pindah ke Rafah dalam waktu 60 hari usai gencatan senjata disepakati.

Nantinya, kata Katz, seluruh penduduk Gaza yang berjumlah lebih dari 2 juta orang akan dipindah ke kota buatan itu, demikian dikutip Al Jazeera.

Rencana itu, kata dia, tak akan dijalankan militer Israel tetapi oleh badan-badan internasional tanpa menyebutkan rincian lebih lanjut.

Militer Israel menilai rencana pembangunan kota untuk menampung warga Palestina akan memakan waktu beberapa bulan bahkan satu tahun. Mereka takut tujuan utama di Gaza justru tak terlaksana karena rencana itu.

Kamp konsentrasi

Eks Perdana Menteri Israel Ehud Olmert menyebut rencana itu sama saja menahan warga Palestina dalam kamp konsentrasi dan upaya pembersihan etnis.

"Itu kamp konsentrasi. Saya minta maaf. Jika mereka bisa dideportasi ke Humanitarian City, maka Anda bisa ini bagian dari pembersihan etnis," ucap dia, dikutip CNN.

Sementara itu, pemimpin oposisi Israel Yair Lapid menyatakan pembangunan Humanitarian City bakal memakan anggaran besar, lebih dari yang dilaporkan US$4 miliar. Dia lalu menyerukan agar Israel segera mengakhiri agresi dan memulangkan sandera yang tersisa dengan selamat.

Pengacara hak asasi manusia di Israel, Michael Sfard, turut berkomentar. Dia menyebut rencana pemerintahan Netanyahu merupakan pemindahan paksa penduduk sebagai persiapan deportasi. Keduanya adalah kejahatan perang.

"Jika dilakukan dalam skala besar, ini bisa dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," ujar Sfard.

Lebih lanjut, dia menekankan pemindahan paksa itu tak akan dilakukan secara sukarela dari warga Gaza sebagaimana klaim pejabat sayap kanan Israel.

Israel meluncurkan agresi ke Palestina pada Oktober 2023. Sejak saat itu, mereka menggempur warga dan objek sipil. Hingga kini, lebih dari 58.000 orang tewas dan ratusan ribu rumah hancur.

Seruan gencatan senjata permanen kerap digemakan komunitas internasional. Namun, hingga kini belum terlaksana. Presiden Amerika Serikat Donald Trump malah mengajukan usulan gila yang berpotensi mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

(isa/rds)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial