Anggota DPR Wanti-Wanti Kebijakan Penghapusan Kuota Impor, Usul Dikaji Ulang

1 day ago 7

Jakarta -

Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan memberikan sejumlah catatan terkait gagasan menghapus kuota impor komoditas strategis. Menurutnya, gagasan tersebut perlu dipikirkan secara matang karena memiliki konsekuensi serius terhadap nasib petani, nelayan, dan peternak dalam negeri, serta berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional.

"Kita tentu mendukung reformasi kebijakan yang transparan dan adil, tetapi menghapus kuota impor secara terbuka tanpa sistem pengendalian yang kuat sangat berisiko. Jangan sampai niat membuka akses pasar justru menjadi jalan bagi produk asing membanjiri pasar domestik, mematikan produksi rakyat," kata Daniel Johan dalam keterangannya, Sabtu (13/4/2025).

Daniel menekankan selama ini kuota impor berfungsi sebagai alat kontrol negara untuk melindungi sektor pangan dalam negeri. Menurutnya, sistem pengaturan impor harus tetap ada agar bebas dari praktik rente, monopoli, dan permainan kartel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang perlu dibenahi adalah tata kelola kuotanya, bukan dihapus. Sistem neraca komoditas harus dijalankan secara terbuka dan akuntabel, serta berbasis data riil produksi dan konsumsi nasional," tutur legislator PKB itu.

Daniel mengamini bahwa praktik kuota impor selama ini memiliki banyak celah dan berpotensi membahayakan sektor pertanian serta ketahanan pangan nasional. Dalam berbagai evaluasi dan diskusi, sistem kuota impor terbukti bukan hanya tidak efektif, tetapi juga menjadi sumber persoalan struktural yang berlarut-larut.

"Kebijakan kuota impor selama ini telah digunakan secara diskriminatif, membuka ruang besar bagi kartel impor, serta menjadi ladang subur bagi praktik jual-beli kuota yang berujung pada kerugian petani dan konsumen," ungkap Daniel.

Daniel mendorong pemerintah untuk segera mengalihkan sistem dari kuota menjadi tarif. Melalui sistem tarif, ia menyakini proses impor akan lebih transparan, adil, dan efektif dalam menjaga stabilitas ekonomi sekaligus melindungi petani dan industri lokal.

"Karena kalau sampai salah sistem justru bisa mengancam tujuan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Neraca perdagangan dan produk unggulan lokal harus menjadi pegangan utama dalam pengambilan kebijakan," sebut Daniel.

Apalagi untuk komoditas yang tidak diproduksi dalam negeri seperti bawang putih atau bawang bombai, Daniel menilai penerapan tarif 0 persen justru tidak merugikan siapa pun karena tidak ada pesaing lokal.

"Impor tetap harus selektif dan mempertimbangkan neraca perdagangan serta substitusi produk dalam kerja sama bilateral. Untuk komoditas yang tidak diproduksi dalam negeri, seperti bawang putih dan bawang bombai, tarif 0 persen sudah cukup dan tidak merugikan siapa pun karena tidak ada pesaing lokal," paparnya.

Namun demikian, Daniel mengingatkan perlindungan terhadap petani lokal harus tetap menjadi prioritas. Salah satunya melalui pemberian subsidi langsung yang memungkinkan produk dalam negeri tetap kompetitif terhadap barang impor.

"Penerapan tarif bukan berarti membuka keran impor seluas-luasnya. Impor tetap harus selektif dan mempertimbangkan keseimbangan neraca perdagangan nasional serta substitusi antarproduk dalam kerja sama bilateral," tegas Daniel.

Lebih lanjut, Daniel memastikan Komisi IV DPR akan terus mengawasi dan mengingatkan pemerintah agar setiap langkah reformasi kebijakan tidak keluar dari prinsip kedaulatan pangan, keadilan sosial, dan perlindungan terhadap petani serta pelaku usaha lokal.

"Jangan sampai reformasi justru menyisakan luka baru bagi petani dan pelaku usaha pangan nasional. Negara tidak boleh menggadaikan ketahanan pangan demi kepentingan segelintir pelaku impor," tutupnya.

(eva/ygs)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial