Akankah Perintah Eksekutif Trump Bertahan Lama?

23 hours ago 7

Washington DC -

100 Hari memerintah, Trump telah mengeluarkan perintah-perintah eksekutif yang kontroversial. Seperempat kebijakan tersebut digugat ke pengadilan. Perintah eksekutif Trump apa saja yang digugat?

Dunia mengamati dengan saksama ketika Presiden AS Donald Trump menerbitkan 26 perintah eksekutif pertamanya pada tanggal 20 Januari, hari pertamanya dia menjabat.

Dengan berupaya membatalkan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran, yang merupakan satu dari beberapa perintah antiimigrasi, yang secara luas menargetkan inisiatif keberagaman, kesetaraan, dan inklusi, dan secara khusus menargetkan hak-hak kaum transgender, ia menetapkan corak untuk 100 hari pertama masa jabatan keduanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perintah eksekutif memungkinkan presiden untuk menggunakan kekuasaan politiknya untuk menerapkan kebijakan dan undang-undang. Artinya, presiden harus mengidentifikasi undang-undang atau pasal-pasal konstitusi yang relevan yang dapat menjadi dasar hukum bagi peraturan sebelum dikeluarkan.

DW menganalisis dampak perintah eksekutif yang dikeluarkan Trump sejauh ini dan dapatkah sistem hukum AS membatasi kekuasaan presiden.

Perintah eksekutif apa saja yang telah ditandatangani?

Data menunjukkan bahwa perintah eksekutif adalah 'alat' penting Trump sejak pelantikannya. Pada pelantikannya Trump mengeluarkan perintah eksekutif terbanyak, berjumlah 26, setidaknya satu perintah eksekutif ditandatangani hampir setiap harinya sejak saat itu.

Kini, lebih dari 100 perintah eksekutif telah dikeluarkan Trump telah merestrukturisasi cara Amerika Serikat diperintah serta telah banyak mengubah arah kebijakan dalam dan luar negeri AS.

Bagaimana kebijakan Trump menyuarakan Proyek 2025

Selama kampanye pemilihannya dan setelah menang, Trump dan para mitranya berusaha menjauhkan diri dari Proyek 2025, sebuah manifesto untuk membentuk kembali Amerika Serikat sesuai dengan cita-cita ultrakonservatif.

Manifesto ini diterbitkan oleh Think Tank Heritage Foundation yang berbasis di Washington. Proyek ini menyerukan untuk mengurangi rencana perubahan iklim dari agenda pemerintah, menerima lebih sedikit pengungsi, dan lebih membatasi aborsi.

James Goodwin, direktur kebijakan Center for Progressive Reform beserta rekan-rekannya memantau perubahan yang dibuat oleh pemerintahan Trump dan seberapa dekat perubahan tersebut sesuai dengan rekomendasi dari Proyek 2025.

"Banyak sekali yang mengikuti rekomendasi khusus dalam Proyek 2025," kata Goodwin, menyebutkan perintah eksekutif tentang hak transgender sebagai contoh yang sangat mencolok.

"Dalam beberapa kasus, bahasanya benar-benar sama atau, dalam kasus lain, perintah eksekutif itu sendiri mencapai sesuatu yang pada dasarnya dituntut oleh Proyek 2025."

Perintah eksekutif Trump yang belum ada sebelumnya

Dibandingkan dengan masa kepresidenannya yang lalu, kini Trump begitu mengandalkan perintah eksekutif dalam 100 hari pertamanya. Jumlah perintah eksekutif terbanyak dibandingkan dengan yang dikeluarkan presiden AS lainnya di abad ke-21 ini.

Perintah eksekutif Trump tidak hanya menonjol karena kuantitasnya, menurut ilmuwan politik Andrew Rudalevige, yang penelitiannya berfokus pada kekuasaan presiden dan hubungannya dengan badan-badan pemerintahan lainnya. Perintah-perintah eksekutif tersebut begitu menonjol karena tampaknya lebih didasarkan pada preferensi pribadi Trump daripada kepentingan kebijakan tersebut.

"Perintah-perintah 'balas dendam' tersebut, yang ditujukan kepada individu atau perusahaan tertentu, benar-benar di luar batas-batas perintah yang pernah ada sebelumnya," kata Rudalevige.

"Perintah-perintah tersebut jelas tidak menjalankan hukum dalam arti yang sebenarnya, digunakan sebagai sebagai instrumen kekuasaan yang dipersonalisasi. Dan ini adalah perkembangan yang bermasalah."

Rudalevige mengatakan bahwa masalah ini lebih dari sekadar balas dendam.

"Perintah eksekutif yang menginstruksikan Departemen Kehakiman untuk tidak menjalankan hukum menurut saya bermasalah. Kita juga melihatnya pada perintah eksekutif mengenai Amandemen ke-14 dan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran. Perintah Trump mencoba memaksakan definisi baru kewarganegaraan pada teks konstitusional yang cukup jelas."

Dapatkah perintah eksekutif dihentikan atau dibatalkan?

Ketiga badan pemerintahan AS memiliki kekuatan hukum untuk membatalkan perintah eksekutif.

Karena perintah eksekutif ini ingin menegakkan hukum, dalam hal ini Kongres dapat menghentikannya. Kongres sebagai badan legislatif pemerintah dapat mengesahkan undang-undang yang menjadi dasar perintah eksekutif.

Kedua, pengadilan dapat mengintervensi jika perintah eksekutif yang dikeluarkan presiden bertentangan dengan Konstitusi atau undang-undang yang ada.

Terakhir, presiden mendatang juga dapat mencabut perintah eksekutif. Beberapa perintah eksekutif Trump telah dikeluarkan untuk membatalkan perintah eksekutif Biden, dan sebaliknya - Biden juga telah membatalkan beberapa perintah eksekutif dari masa kepresidenan Trump yang pertama.

"Jika Anda benar-benar ingin mencapai perubahan kebijakan yang langgeng, maka legislasi adalah jalur yang jauh lebih tahan lama," kata Rudalevige.

"Jadi menarik bagi saya bahwa pemerintahan Trump telah memilih untuk tidak menempuh jalur legislatif dalam banyak kasus ini, meskipun Partai Republik memiliki mayoritas di kedua kamar Kongres."

Gugatan hukum perintah eksekutif

Lebih dari seperempat (29%) dari 100 perintah eksekutif Trump telah digugat secara hukum, dan beberapa di antaranya menghadapi gugatan ganda. Pada saat artikel ini ditulis, sebagian besar gugatan tersebut masih belum diproses.

Secara teknis, rancangan perintah tersebut akan ditinjau lembaga-lembaga terkait, kata Rudalevige, sebelum diserahkan ke Departemen Kehakiman untuk ditinjau bentuk dan legalitasnya.

"Saya merasa bahwa pemerintahan sekarang tidak mengikuti proses institusional yang telah berlangsung selama hampir 90 tahun," kata Rudalevige.

"Anda pasti bertanya-tanya tinjauan hukum seperti apa yang sedang dilakukan terhadap perintah-perintah ini. Seorang presiden harus menggunakan [perintah eksekutif] untuk menerapkan hukum. Namun dalam beberapa kasus, Presiden Trump telah menggunakan perintah eksekutif tersebut untuk memprovokasi gugatan hukum, mengeluarkan perintah yang bertentangan dengan undang-undang yang ada."

"Jadi saya pikir bagian lainnya adalah aspek hubungan masyarakat. Presiden menegakkan perintah dengan tanda tangan besar dan menunjukkan kepemimpinan yang kuat, dia berharap, kepada mereka yang mendukungnya menjadi presiden. Di era di mana Kongres merasa sulit untuk bertindak, presiden sangat tergoda untuk melakukan hal ini. Pertanyaannya, tentu saja, adalah: Apa hasil akhirnya? Apakah perintah ini akan diimplementasikan? Ataukah ini hanya sekadar pertunjukan? Saya pikir kita melihat perpaduan keduanya dalam pemerintahan Trump."

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Sorta Caroline

Editor: Yuniman Farid

(nvc/nvc)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial