Jakarta -
Anggota Komisi IX DPR Surya Utama alias Uya Kuya mengungkap lagi kasus perundungan atau bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Dia mengungkap bahkan ada yang disuruh para dokter senior untuk membayarkan clubbing.
Fakta tersebut diungkap saat rapat kerja bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin di DPR RI. Dia awalnya mengungkap kasus pertama yang terjadi kepada salah satu mantan dokter PPDS, Wildan Ahmad Furqon.
"Kasus pertama ada Wildan Ahmad Furqon mantan dokter PPDS di Bandung RSHS yang keluar, sampai keluar dari dr spesialis ortopedi karena mengalami perundungan fisik," kata Uya Kuya dalam rapat tersebut, seperti dilihat detikcom di YouTube Komisi IX DPR, Kamis (1/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyampaikan yang bersangkutan setiap malam disiksa dengan cara diminta berdiri dengan satu kaki, push up, hingga mengangkat kursi lipat. Selain itu, ia menyebut yang bersangkutan diminta membayarkan servis mobil senior hingga clubbing.
"Tiap malam harus berdiri dengan satu kaki sampai 3 jam, disuruh push up, jalan jongkok, merangkak, terus dia harus angkat kursi lipat yang ada mejanya selama 1 jam, disuruh bayarin servis mobil senior, disuruh bayarin clubbing," ucapnya.
Dia menyebut biaya yang dikeluarkan Wildan selama 3 semester mencapai Rp 500 juta. Kemudian, Uya Kuya menyebut yang bersangkutan juga sempat dihukum untuk menginap di RS dan dipukuli karena sempat pulang untuk menemani istrinya melahirkan.
"Biaya entertain yang dikeluarkan dari seorang Wildan sampai Rp 500 juta untuk 3 semester. Dan semester 1 dia harus menyediakan seperti tas Doraemon yang isinya bisa sampai 20 biji untuk kebutuhan senior," jelasnya.
"Dan intinya adalah karena dia sempat pulang karena harus istrinya melahirkan, dia sampai dihukum satu bulan nginep di RS nggak boleh ke mana-mana, dan sampai RS didorong, ditampar, dipukul, dan setelah speak up sampai sekarang malah dia nggak ada tindak lanjut dari RS dan kampus untuk selesaikan masalah," lanjut Uya Kuya.
Selain Wildan, Uya Kuya mengungkap kasus PPDS lainnya ditemukan di salah satu kampus ternama di Yogyakarta. Perundungan, lanjut Uya, dialami oleh mantan PPDS, dr Marcel.
"Masalah kedua untuk di UGM yaitu PPDS Ortopedi, dr Marcel yang saat itu dia alami hal yang sama, kurang lebih ada yang namanya parade setiap malam. Di situ ada penghakiman seperti push up, sit up, dilemparin botol, dipukul, ditampar, sampai dipersekusi di ruangan sempit dipukuli beramai-ramai atas perintah kepala senior resident," tutur dia.
Uya membeberkan korban juga sempat disuruh menyiapkan mobil-mobil setara Innova untuk para dokter-dokter spesialis. Segala kebutuhan para dokter tersebut, papar Uya, juga harus ditanggung oleh dr Marcel.
"Dan pernah juga dia yang memukuli adalah yang sekarang mantu dari rektor, dan ini dokter Marcel sudah pernah speakup di tempat saya juga, dan dia juga bilang suka disuruh menyiapkan mobil setara Innova cuma untuk jemput dr dr spesialisnya, dan di dalam mobil itu harus ada makanan dan semua kebutuhan makan senior harus dipenuhi. Dan sampai dr Marcel dia harus keluar juga dari pendidikannya," sebutnya.
Uya pun menyayangkan masih adanya kasus-kasus perundungan PPDS. Padahal, Indonesia tengah membutuhkan banyak dokter spesialis. "Bayangkan di mana negara kita butuh sekali namanya dr spesialis, tapi mereka yang ingin sekolah ya harus sekolah setelah keluarkan biaya ratusan juta tapi sia-sia," imbuhnya.
Simak juga Video 'Menkes Sebut Kasus Bullying PPDS Undip Dokter Aulia Sudah P21':
(maa/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini