Tel Aviv -
Di tengah meningkatnya kecaman global terhadap tindakan militer Israel di Gaza, Spanyol menyerukan kepada negara-negara Eropa untuk menghentikan pengiriman senjata ke Israel. Seruan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Spanyol, Jose Manuel Albares, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Eropa dan Arab di Madrid, Senin (26/05).
Dalam forum tersebut, Albares mendesak agar kerja sama Eropa dengan Israel segera ditangguhkan, dan menyatakan bahwa Eropa harus bersatu dalam menerapkan embargo senjata.
"Kita semua harus sepakat untuk menerapkan embargo senjata bersama. Hal terakhir yang dibutuhkan Timur Tengah saat ini adalah lebih banyak senjata," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Jerman, Prancis, Inggris, Italia, Mesir, Yordania, Arab Saudi, Turki, Maroko, Brasil, serta sejumlah organisasi antar pemerintah. Namun demikian, hanya sebagian kecil dari negara peserta yang secara aktif memasok persenjataan ke Israel.
Israel sendiri merupakan salah satu pengekspor senjata terbesar di dunia, dan memiliki industri senjata dalam negeri yang tergolong besar.
Menurut laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada Maret 2025, Israel adalah importir senjata terbesar ke-15 di dunia. Namun, impor senjata Israel hanya mencakup kurang dari 2% dari total global, dan bahkan mengalami penurunan sekitar 2,3% selama lima tahun terakhir dibandingkan periode sebelumnya.
AS dan Jerman pemasok utama senjata ke Israel
Tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Jerman, dan Italia, saat ini tercatat sebagai sumber utama persenjataan bagi Israel.
Amerika Serikat adalah pemasok terbesar, mencakup sekitar dua pertiga dari seluruh impor senjata Israel antara 2020–2024. Bantuan tersebut mencakup pesawat tempur, kendaraan lapis baja, hingga peluru kendali.
Sejak 1946 hingga 2024, Israel telah menerima sekitar $228 miliar bantuan militer dari AS. Jumlah tersebut menempatkan Israel sebagai penerima bantuan militer terbesar dalam sejarah AS, menurut lembaga nonpartisan Council on Foreign Relations (CFR).
Perjanjian yang saat ini berlaku menjamin bantuan senilai $3,8 miliar per tahun hingga 2028. Mayoritas bantuan ini harus digunakan untuk membeli perlengkapan militer dan jasa dari perusahaan AS.
Meskipun ada upaya dari senator independen Bernie Sanders untuk menghentikan penjualan militer ke Israel, Senat AS menolak proposal tersebut baik pada April 2025 maupun sebelumnya pada November 2024. Artinya, dukungan AS terhadap Israel kemungkinan besar tidak akan berubah dalam waktu dekat.
Sementara itu, Jerman menyumbang sekitar sepertiga dari impor senjata Israel selama periode 2020–2024. Bantuan tersebut mencakup fregat laut, torpedo, kendaraan lapis baja, truk militer, senjata anti-tank, serta amunisi. Bahkan saat ini, Israel tengah menunggu pengiriman kapal selam dari Jerman.
Zain Hussain, peneliti dari SIPRI, menyatakan bahwa Jerman menjadi pilar penting bagi kemampuan maritim Israel. Kepada DW, dia menegaskan bahwa "Israel sangat bergantung pada Jerman untuk kemampuan angkatan lautnya."
Meskipun derasnya tekanan internasional, pemerintah Jerman tetap bersikeras menyuplai senjata. Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul menyatakan bahwa "sebagai negara yang memahami keamanan dan eksistensi Israel sebagai prinsip inti, Jerman selalu berkewajiban untuk membantu Israel."
Namun, pernyataan ini muncul bersamaan dengan komentar dari Kanselir Jerman Friedrich Merz, yang menyatakan kepada penyiar publik WDR bahwa dia "tidak lagi memahami tujuan Israel di Gaza" dan bahwa operasi militer "tidak lagi dapat dibenarkan semata-mata atas nama memerangi terorisme Hamas."
Meski demikian, pengurangan atau penghentian ekspor senjata dari Jerman akan menjadi perubahan signifikan. Pada 2024, Jerman mengekspor senjata ke Israel senilai lebih dari €131 juta, turun dari €326 juta pada 2023.
Italia: Dukungan penuh kontroversi
Italia hanya menyumbang sekitar 1% dari total senjata Israel. Padahal menurut konstitusi, seharusnya negara itu tidak dapat mengekspor senjata ke wilayah konflik. Namun, laporan investigatif mengungkap bahwa Italia tetap mengekspor senjata senilai €2,1 juta ke Israel pada kuartal terakhir 2023, di tengah serangan militer aktif di Gaza.
Laporan dari media Altreconomia menyebut bahwa total ekspor senjata Italia ke Israel mencapai €5,2 juta selama 2023 — bertolak belakang dengan klaim pemerintah bahwa pengiriman telah dihentikan.
Negara Eropa kurangi ekspor
Sejumlah negara Eropa telah menghentikan atau menangguhkan lisensi ekspor senjata ke Israel, termasuk Prancis, Spanyol, dan Inggris. Namun kontribusi mereka terhadap total pasokan senjata Israel kurang dari 0,1%.
Terlebih, laporan The Guardian pada Mei 2025 menunjukkan bahwa Inggris masih mengirim ribuan item militer ke Israel, meskipun telah menetapkan larangan ekspor.
Hussain dari SIPRI menyatakan bahwa embargo senjata yang efektif harus mencakup negara-negara pemasok utama.
"Amerika Serikat dan Jerman adalah pemasok terpenting senjata utama ke Israel. Untuk memberikan tekanan maksimal terhadap kapabilitas senjata Israel, negara-negara ini harus turut serta dalam embargo," katanya.
Apakah seruan saja cukup?
Catherine Gegout, peneliti hubungan internasional dari Universitas Nottingham, mengatakan bahwa perubahan sikap dari AS akan sangat mempengaruhi kebijakan Jerman. "Akan ada lebih banyak tekanan terhadap Jerman jika AS berubah juga," katanya kepada DW.
"Saya tidak yakin negara-negara Uni Eropa lainnya cukup kuat untuk mengubah hubungan istimewa Jerman dengan Israel."
Meskipun demikian, dia menyebut langkah Spanyol memiliki nilai strategis dan simbolis. "Saya pikir ini masalah besar bagi Uni Eropa bahwa Jerman mengirim begitu banyak senjata," ujarnya.
"Upaya Spanyol untuk mendorong embargo senjata memiliki dua tujuan, praktis dan simbolik, bagi negara-negara yang menentang aksi militer Israel di Gaza."
Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
Diadaptasi oleh: Rizki Nugraha
Editor: Hendra Pasuhuk
Lihat Video 'Ribuan Warga Gaza Serbu Bantuan Makanan: Kami Menderita Kelaparan':
(nvc/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini