Jakarta, CNN Indonesia --
Ratusan nelayan berdemonstrasi di depan Kantor Gubernur Bangka Belitung (Babel) memprotes keberadaan tambang timah laut di perairan tangkap ikan.
Mereka mendesak agar izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten tersebut dicabut.
Demonstrasi itu diawali longmars sejauh sekitar 4 kilometer dari daerah Bacang hingga kantor gubernur. Mereka yang tergabung dalam Koalisi Sipil untuk Keadilan Pesisir itu ingin bertemu dengan Gubernur Babel Hidayat Arsani.
Dalam aksinya, massa mendesak agar IUP di wilayah perairan Toboali Bangka Selatan dan rencana penambangan yang akan dilakukan di Desa Batu Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah dicabut.
Massa menilai aktivitas pertambangan hanya akan mengganggu wilayah tangkap ikan para nelayan desa setempat. Dengan tegas, massa minta perairan Toboali dan Batu Beriga menjadi zero tambang laut dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
"Tuntutan kami yang pertama yakni adalah Moratorium Izin Pertambangan Timah di Pesisir-Laut Bangka Belitung, meliputi stop izin-izin baru, yang kedua review atau evaluasi izin-izin yang bermasalah terutama yang menyebabkan konflik di wilayah pesisir," kata Direktur Eksekutif Walhi Babel Ahmad Subhan Hafiz ditemui disela-sela aksi, Senin (21/7) seperti dikutip dari detikSumbagsel.
"Kemudian juga di ekosistem esensial hingga menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang luas. Yang ketiga, dalam Moratorium Izin Pertambangan laut yaitu skema pemulihan atau restorasi secara cepat di Kepulauan Bangka Belitung. Karena ekosistem kita rusak semakin luas," sambungnya.
Gubernur mengaku tak punya kewenangan
Massa aksi ditemui Gubernur Hidayat. Dalam pertemuan itu, Hidayat sepakat menandatangani surat tuntutan dari para nelayan dalam aksi ini.
Dia mengaku akan meminta pemerintah pusat mengkaji ulang pemberian IUP tambang timah di laut yang menjadi kawasan tangkapan ikan nelayan pesisir tersebut.
"Saya sebagai gubernur, batas saya hanya membuat surat kepada kementerian agar dikaji ulang. Karena (ada) gejolak dari masyarakat yang luar biasa," jelas Hidayat Arsani usai menemui massa aksi di halaman Kantor Gubernur Babel, Pangkalpinang.
Hidayat menegaskan pencabutan IUP merupakan wewenang pemerintah pusat yakni Kementerian ESDM yang dipimpin Menteri Bahlil Lahadalia. Oleh karena itu, Hidayat mengaku tak bisa berbuat banyak apalagi langsung mencabut izin tambang di laut tersebut.
Dia pun mengaku sebelumnya sudah dua kali menyurati hal yang sama ke kementerian, namun hasilnya masih nihil.
"[Massa minta] agar tidak ada kegiatan di Beriga. Intinya Gubernur sudah menyurati (Kementerian), Gubernur sudah 2 kali menyurati ditolak, jadi kalau tiga kali ada apa ini? [Izin] itu wewenang pusat," tegasnya.
Meskipun ditolak, Gubernur berjanji akan tetap mengirimkan surat ke kementerian untuk ketiga kalinya. Usai Gubernur menandatangani surat itu massa akhirnya membubarkan diri.
Konflik rencana penambangan timah di Desa Batu Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah itu bukanlah yang pertama. Unjuk rasa ini kembali dilakukan buntut dari kekecewaan masyarakat khususnya nelayan terhadap tuntutan mereka yang belum dipenuhi.
Penolakan massa nelayan pun sempat memanas, di mana satu keluarga pernah diusir dari desa tersebut karena dianggap mendukung rencana penambangan timah. Setelah dimediasi, masyarakat akhirnya memperbolehkan warga yang diusir tersebut untuk kembali ke desa tersebut.
Baca berita lengkapnya di sini.
(kid/wis)