Mungkinkah IKN Turun Kelas Jadi Ibu Kota Provinsi Kaltim?

7 hours ago 5

Jakarta, CNN Indonesia --

Nasib pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tengah menjadi sorotan publik belakangan. Wacana IKN turun kelas menjadi Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengemuka imbas proyek yang diburu oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo itu berpotensi mangkrak 

Wacana itu salah satunya dari datang dari Partai NasDem yang memandang bahwa IKN bisa jadi Ibukota Kaltim jika ke depannya belum bisa ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara pengganti Jakarta.

Wakil Ketua Umum Partai NasDem Saan Mustopa mengatakan hal itu perlu dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan anggaran dan kondisi politik saat ini. Selain itu, ia juga menyebut pemerintah perlu segera melakukan moratorium sementara sembari menyesuaikan pembangunan IKN dengan kemampuan fiskal dan prioritas nasional.

Selain itu, perayaan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus nanti juga akan digelar di Jakarta, berbeda dengan perayaan HUT ke-79 tahun kemarin yang digelar di IKN. 

Wamensesneg Juri Ardiantoro menyampaikan perayaan HUT RI di Jakarta tahun ini karena konsentrasi pemerintah ke IKN ialah untuk menyelesaikan pembangunannya terlebih dulu.

"Ya di IKN kan sedang dalam proses penyelesaian pembangunan, kan. Jadi kita konsentrasi untuk menyelesaikan pembangunan IKN," kata Juri usai rapat di Komisi XIII DPR, Kamis (17/7).

Prabowo ogah buru-buru 

Analis ekonomi-politik dan kebijakan publik FISIP UI, Andrinof Achir Chaniago berpendapat pandangan Prabowo soal IKN tidak berubah. Andrinof menyinggung pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto sebelumnya yang kata Andrinof konsisten memerintahkan pembangunan IKN dilanjutkan.

Ia pun mengaitkan itu dengan sikap Prabowo yang memilih untuk menggelar upacara perayaan HUT ke-80 RI di Jakarta, berbeda dengan pendahulunya, Jokowi di IKN.

Ia menyebut sikap itu bukan berarti Prabowo enggan melanjutkan pembangunan IKN, melainkan ia menyebut bahwa Prabowo tak ingin terlalu ambisius dalam menyelesaikan IKN.

"Itu juga bukan tanda Presiden Prabowo sudah berubah pikiran tentang IKN, karena faktanya Prabowo yang memerintahkan pembangunan IKN dilanjutkan. Bedanya dengan Jokowi, Presiden Prabowo tidak ingin terlalu ambisius untuk kecepatan penyelesaian pembangunan IKN," kata Andrinof kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/7).

Andrinof menyebut bahwa Prabowo merupakan orang yang realistis dalam melanjutkan pembangunan IKN. Ia mengatakan sikap Prabowo soal tak menggelar HUT di IKN lebih karena pembangunannya yang belum rampung.

Andrinof berpendapat tidak ada urgensi objektif maupun politis dari Prabowo untuk menyelenggarakan HUT ke-80 RI ini di IKN. Selain itu, ia juga berpendapat tak ada pesan subyektif yang dianggap penting dengan menyelenggarakan HUT RI tersebut di IKN.

"Presiden Prabowo tahu pembangunan IKN belum selesai sehingga belum perlu memindahkan acara HUT RI ke IKN," ujarnya.

"Itu artinya, bukan Presiden Prabowo ingin seterusnya menyelenggarakan HUT RI di IKN. Jika IKN sudah berfungsi sebagai ibukota negara, saya yakin Presiden Prabowo akan memusatkan acara HUT RI di IKN," ucap dia.

Ia pun mengatakan bahwa penyelenggaraan HUT ke-79 RI di IKN tahun lalu tak berkaitan dengan siap atau tidaknya IKN berfungsi sebagai ibukota. Melainkan penyelenggaraan HUT ke-79 RI di IKN tahun lalu lebih karena pertimbangan politik Jokowi.

"Karena itu tahun terakhir masa jabatannya sebagai presiden. Bukan karena IKN sudah siap menjalankan fungsi sebagai ibukota negara," ucapnya.

Selain itu, Andrinof juga merespons wacana yang mencuat soal IKN menjadi Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur. Menurutnya, pandangan itu sama sekali tidak memiliki visi tentang Indonesia ke depan. Ia mengatakan pandangan itu seakan tak peduli akan masalah jangka panjang di Indonesia.

"Tidak peduli masalah jangka panjang Indonesia karena mereka ingin menikmati kepentingan sempit mereka saat ini. Mereka orang-orang yang selalu ingin hidup di zona nyaman," ujar dia.

Kesenjangan teknokratis dan politis

Terpisah, Direktur Eksekutif Center for Indonesian Governance and Development Policy (CIGDEP) Cusdiawan mempertanyakan urgensi digulirkannya wacana status IKN menjadi Ibukota Kaltim.

"Karena dalam hemat saya, suatu wacana kebijakan ketika digulirkan, seharusnya melalui serangkaian pertimbangan tekonokratis dan kajian yang mendalam terlebih dahulu, termasuk dalam menyoal wacana diturunkannya status IKN tersebut," kata Cus.

Ia berpendapat pernyataan itu lebih kepada pernyataan yang didasarkan pada kepentingan politik belaka.

"Wacana diturunkannya status IKN tersebut lebih kepada pernyataan yang didasarkan pada kepentingan politis dalam arti yang pejoratif, dibanding suatu pernyataan yang memang lahir dengan didasarkan pada pertimbangan teknokratis dan kajian yang mendalam," ujarnya.

Cus menyampaikan perihal kebijakan publik, maka hal pertama yang harus dilihat ialah urgensi dan landasan argumentasi mengapa suatu kebijakan digulirkan, termasuk dalam melihat pembangunan IKN.

Ia mengatakan misi utama pembangunan IKN adalah memangkas ketimpangan antar-wilayah, dalam hal ini Jawa dengan non-Jawa.

"Baik dalam ekonomi maupun sosial demografis pada satu sisi, dan pada sisi yang lain sebagai upaya untuk mengurangi beban Jakarta itu sendiri," ucap dia.

Ia pun berpendapat terjadi distorsi besar jika pembangunan IKN yang sebelumnya digadang akan menjadi kota publik kelas dunia, tetapi justru diturunkan statusnya menjadi ibu kota provinsi. Pengamat kebijakan publik Universitas Pamulang (Unpam) itu berpendapat hal tersebut juga tak lahir di ruang hampa.

Namun menurutnya ada kesenjangan antara pertimbangan teknokratis ataupun landasan akademis dengan wacana ataupun statement dari elite politik khususnya Jokowi selaku Presiden yang menggulirkan kebijakan tersebut.

Ia mengatakan kontroversi soal IKN di ruang publik terjadi karena kesenjangan tersebut, sehingga melahirkan miskonsepsi.

"Misalnya saja, soal gembar-gembor investasi sebagai modal pembangunan, perpindahan beberapa komponen yang seolah mesti berlangsung sesegera mungkin dan seterusnya," ucapnya.

Ia pun berpendapat hal itu menghadirkan miskonsepsi dan kontroversi yang menyebabkan publik seolah melupakan, bahwa IKN seharusnya diletakkan sebagai pembangunan jangka panjang.

"Implikasi dari pola yang selama ini berlangsung , perdebatan di ruang publik pun lebih banyak menyoroti sisi politisnya, dibanding memperdebatkan bangunan argumentasi teknokratisnya," ujar dia.

(mnf/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial