Jakarta -
Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan anak usaha PT Pertamina dan pihak swasta pada periode 2018-2023 tengah menjadi perhatian publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) kini mengusut kasus tersebut dengan nilai dugaan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun.
Pakar hukum pidana dari Universitas Bengkulu, Zico Junius Fernando menyoroti bahwa penyelidikan mencakup rentang waktu saat Arifin Tasrif menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Prinsip-prinsip dasar dalam penegakan hukum, termasuk asas praduga tak bersalah, serta prinsip akuntabilitas dan transparansi, harus diimplementasikan dalam proses investigasi guna memastikan penanganan perkara dilakukan secara objektif dan profesional," ujar Zico dalam keterangan tertulis, Rabu (12/3/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam keterangannya, Zico menjelaskan bahwa kasus korupsi dapat berbentuk penyalahgunaan wewenang, kerugian negara, atau praktik suap dalam kebijakan publik.
"Jika dalam kebijakan impor minyak mentah pada periode 2018-2023 ditemukan indikasi adanya penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara, maka pihak yang terlibat dapat dijerat dengan ketentuan dalam UU tersebut. Pemeriksaan hukum harus difokuskan pada individu atau pihak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam kurun waktu tersebut," tegasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya Kejagung dalam menuntaskan kasus ini dengan profesionalisme dan independensi agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap pihak yang tidak terbukti terlibat.
"Perlu dilihat bahwa Bahlil baru dilantik sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024, sehingga secara faktual tidak memiliki kewenangan dan tanggung jawab atas kebijakan yang diambil pada rentang waktu 2018 hingga 2023," ucap Zico.
Ia meminta publik lebih cermat dalam menyikapi kasus ini dan memastikan pihak yang bertanggung jawab benar-benar diusut berdasarkan bukti yang kuat.
"Secara objektif, pertanggungjawaban hukum atas kebijakan energi dan impor minyak mentah dalam kurun waktu tersebut seharusnya dialamatkan kepada pejabat yang memiliki otoritas pada masa itu, kecuali terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa Bahlil telah memainkan peran aktif atau memberikan pengaruh terhadap kebijakan tersebut sebelum menjabat," imbuh zico.
Sejalan dengan Zico, anggota Komisi VII DPR RI, Mukhtarudin juga mendesak Kejagung untuk memeriksa eks Menteri ESDM Arifin Tasrif terkait dugaan korupsi ini.
"Bapak Bahlil Lahadalia sedang melakukan pembersihan dan pembenahan tata kelola niaga impor BBM," tegas Mukhtarudin.
Mukhtarudin menilai kasus ini menjadi momentum penting bagi Pertamina dan anak perusahaannya untuk melakukan reformasi tata kelola niaga BBM agar lebih transparan dan sesuai dengan mandat konstitusi.
"Momentum perbaikan ini untuk mengembalikan ruh arah pengelolaan kekayaan alam negara yang sejalan dengan mandat konstitusi," tambahnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, enam di antaranya merupakan pejabat anak perusahaan Pertamina. Mereka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Simak Video Kejagung Tahan 2 Tersangka Baru Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak
(prf/ega)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu