Jerman Undang Diplomat Taliban Buka Layanan Konsuler

5 hours ago 5

Jakarta -

Pada Senin (21/7), untuk pertama kalinya sejak ambruknya republik bentukan Amerika Serikat di Afganistan pada 2021, dua utusan Taliban diizinkan memasuki wilayah Jerman.

Langkah ini disetujui untuk memfasilitasi deportasi terhadap migran asal Afganistan. Pada Jumat (18/7) lalu, Jerman mendeportasi 81 pencari suaka kembali ke Afganistan, usai permohonan mereka ditolak karena terlibat tindak kriminal.

Penerbangan itu merupakan yang kedua sejak Jerman kembali melanjutkan deportasi ke Afganistan tahun lalu. Aksi deportasi sempat dihentikan setelah Taliban kembali berkuasa dan Jerman menutup kedutaannya di Kabul.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merz tegaskan tak akui Taliban

Pemerintah Jerman sejauh ini bersikeras tidak mengakui negara bentukan Taliban karena sarat pelanggaran hak asasi manusia, terutama terhadap perempuan.

Namun, Berlin tetap menjalin "kontak teknis" dengan Taliban melalui mediasi Qatar. Komunikasi tidak langsung ini diperlukan, misalnya, ketika Jerman mengkoordinasikan evakuasi usai jatuhnya Kabul.

Kanselir Friedrich Merz menekankan, meskipun staf konsuler Taliban diizinkan masuk dan bekerja di Jerman, tidak berarti adanya pengakuan diplomatik terhadap kelompok Islamis tersebut.

Menurut Kementerian Luar Negeri Jerman, saat ini perwakilan diplomatik Afganistan di Jerman masih dipimpin oleh pejabat yang diakreditasi sebelum pengambilalihan oleh Taliban pada 2021. Ditambahkan, jumlah staf di sejumlah kantor perwakilan Afganistan saat ini sangat terbatas.

"Pemerintah Jerman berkepentingan memastikan warga negara Afganistan di Jerman mendapat dukungan konsuler yang memadai — termasuk, misalnya, dalam penerbitan paspor," kata Kementerian Luar Negeri.

Dua utusan Taliban yang tiba di Jerman akhir pekan lalu, akan bekerja di kedutaan besar di Berlin dan konsulat di Bonn, menurut laporan harian Frankfurter Allgemeine Zeitung (FAZ).

Isu sensitif di dalam negeri

Jerman menghentikan deportasi ke Afganistan pada 2021 saat Taliban kembali berkuasa. Namun, di tengah menguatnya retorika anti-imigran dan kelompok sayap kanan, pemerintah koalisi Jerman yang dipimpin blok konservatif di bawah Kanselir Friedrich Merz menempatkan deportasi sebagai agenda utama.

Deportasi sebenarnya telah dimulai kembali di masa Kanselir sebelumnya, Olaf Scholz, yang berjanji akan giat mengusir pencari suaka yang ditolak, dan migran dengan catatan kriminal.

Namun, deportasi migran dan pencari suaka asal Afganistan menuai kritik tajam dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Risiko pencari suaka menjadi korban pelanggaran HAM setelah dideportasi merupakan salah satu kekhawatiran terbesar.

Juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR), Ravina Shamdasani, mengatakan "tidak pantas untuk memulangkan orang ke Afganistan" dalam keterangannya kepada wartawan di Jenewa.

"Kami terus mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia di Afghanistan," katanya.

Arafat Jamal, perwakilan Badan Pengungsi PBB (UNHCR) di Kabul, mengatakan, "peringatan non-pemulangan" masih berlaku untuk Afganistan dan menekankan bahwa "kondisi di lapangan belum siap untuk pemulangan."

"Kami mendesak negara-negara untuk tidak memulangkan orang secara paksa ke Afganistan," ujarnya.

Juru bicara pemerintah Jerman, Stefan Kornelius, mengatakan penerbangan deportasi lebih lanjut sedang direncanakan.

"Pemerintah berkomitmen untuk melakukan pengusiran sistematis terhadap mereka yang divonis melakukan kejahatan, dan hal ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu penerbangan," katanya.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Agus Setiawan

Lihat juga Video: Bom Bunuh diri di Ponpes Pakistan, 6 Orang Tewas Termasuk Ulama Taliban


(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial