Jakarta, CNN Indonesia --
Kasus keracunan usai menyantap program makan bergizi gratis (MBG) tengah menjadi sorotan publik belakangan.
Badan Gizi Nasional mencatat per 22 September terdapat 4.711 orang yang menjadi korban keracunan.
Sebanyak 4.711 orang itu tersebar di tiga wilayah berdasarkan klasifikasi BGN yang meliputi wilayah I Sumatra sebanyak 1.281 orang, wilayah II Jawa sebanyak 2.606 orang, dan wilayah III Kalimantan, Bali, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Papua sebanyak 824 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) per 21 September 2025 mencatat keracunan MBG di Indonesia mencapai 6.452 orang.
Dengan tertinggi di Jawa Barat mencapai 2.012 orang, disusul D.I Yogyakarta sebanyak 1.047 orang, Jawa Tengah 722 orang, Bengkulu mencapai 539 orang, dan Sulteng 446 orang.
Lalu, Sepanjang 22-26 September juga masih terjadi sejumlah keracunan di berbagai daerah.
Salah satunya di Jawa Barat, setidaknya terjadi di lima kabupaten dalam beberapa terakhir.
Keracunan massal hidangan MBG di Kecamatan Cipongkor dan Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, menjadi yang paling besar dengan total 1.315 siswa mendapat perawatan.
Selain Bandung Barat, empat wilayah yang lain juga mengalami keracunan MBG, antara lain Sumedang, Cianjur, Sukabumi, dan Subang.
Lalu, kasus keracunan juga terjadi di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Rabu (24/9) kemarin. Sebanyak 27 siswa menjadi korban.
Ke-27 siswa itu sempat dirawat di Rumah Sakit, 17 di antaranya telah diizinkan pulang usai kondisinya membaik.
"Dan siswa lainnya masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit," kata guru SMP Negeri 2 Taopa, Yunasri kepada wartawan, Kamis (25/9).
Awalnya, siswa yang menyantap makanan dari program MBG mengalami mual dan pusing, sehingga langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama.
"Sebelumnya memang para siswa ini sudah merasa mual,yang diduga setelah mengkonsumsi MBG itu, jadi kami dari pihak sekolah langsung membawa ke puskesmas terdekat," ucap dia.
Setiap daerah harus siap penanganan keracunan massal
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan setiap daerah harus mempersiapkan penanganan keracunan massal. Hal itu diungkap saat mendatangi lokasi yang menjadi posko penanganan peristiwa keracunan massal usai menyantap program makan bergizi gratis (MBG) di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (23/9).
Pada kunjungannya ini, Dadan mengapresiasi penanganan yang dilakukan para petugas yang sigap.
"Jadi semuanya kan melihat sesuatu yang luar biasa di daerah ya, koordinasi baik sekali. Dan saya catat tadi ada beberapa hal yang harus disiapkan. Jadi dalam hal seperti ini termasuk kan obat-obatan, tempat mandi juga. Jadi di setiap wilayah memang harus disiapkan," kata Dadan.
Dadan mengaku sudah meninjau tempat dapur yang menyiapkan santapan kepada para siswa yang menjadi korban keracunan tersebut. Ia menganggap kejadian keracunan ini hanya keteledoran.
"Kondisinya sebenarnya bagus, hanya mungkin ada keteledoran," kata dia.
Kendati demikian Dadan menegaskan berkomitmen mengusut tuntas penyebab keracunan massal ini sekaligus melakukan evaluasi menyeluruh. Ia memastikan program tetap berjalan, tapi dengan pengawasan lebih ketat.
"Menyikapi munculnya kasus serupa di beberapa wilayah, kami menegaskan komitmen BGN untuk mengusut tuntas penyebabnya dan melakukan evaluasi menyeluruh guna mencegah terulangnya kejadian serupa," ujar Dadan.
Evaluasi total
Terpisah, Koalisi Kawal MBG mendesak program ini dihentikan dan dilakukan evaluasi total.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Eva Nurcahyani mengatakan program ini harus dihentikan dulu agar tak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat.
Eva menyampaikan pelaksanaan MBG sejauh ini dinilai memiliki tata kelola yang buruk dan minim akuntabilitas.
Lebih parahnya, Eva mengatakan bahwa pelaksanaan MBG ini juga berulang kali merugikan masyarakat buntut maraknya kasus keracunan.
Begitupula dengan Ketua DPR Puan Maharani. Ia meminta evaluasi total program MBG.
Menurutnya, masalah ini tak boleh dijadikan bahan saling menyalahkan, melainkan tanggung jawab bersama.
"Evaluasi harus dilakukan secara total, jangan saling menyalahkan, tapi kita evaluasi bersama sehingga jangan terulang kembali," kata Puan, Selasa (23/9).
Ia menyebut DPR berencana melakukan pengawasan langsung ke dapur penyedia dan sekolah. Puan menekankan akar masalah harus diidentifikasi dengan jelas, apakah berasal dari pengolahan makanan atau dari distribusi di sekolah.
Puan mengatakan pengawasan DPR diharapkan bisa memberi gambaran utuh mengenai titik lemah program MBG sehingga perbaikannya lebih terarah.
Lalu, terkait dengan Jabar yang menempati posisi tertinggi kasus keracunan, Gubernur Dedi Mulyadi bakal mengundang Kepala BGN wilayah Jabar guna mengevaluasi program MBG.
"Saya pekan depan, ya kita gini, mau mengundang Kepala MBG yang membidangi wilayah Jawa Barat untuk dilakukan evaluasi," kata Dedi di Bandung, Selasa.
Ia mengatakan evaluasi ini akan dilakukan secara paripurna dan terbuka, dengan tujuan agar berbagai problem yang terjadi seperti keracunan siswa tidak terulang lagi.
Dedi menyebut kasus keracunan MBGdi beberapa daerah di Jabar seperti Garut dan Bandung Barat terjadi karena jarak waktu masak makanan dan distribusi yang terlalu lama.
"Karena apa? Karena masaknya malam, dan didistribusikan dan dimakannya oleh siswa itu sangat siang hari. Ini harus menjadi bahan evaluasi agar mereka yang memiliki tugas atau dapat order untuk melakukan upaya menyiapkan makanan MBG bagi siswa harus bisa memperhitungkan antara jam dimasak dan jam dimakan, ini penjelasan Kepala Dinas Kesehatan," ujarnya.
(mnf/isn)