Dirangkum detikcom, Jumat (14/3/2025), Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025. Surat tersebut memerintahkan para jaksa memulai penyidikan perkara tersebut.
Berikut sederet fakta terkini terkait kasus dugaan korupsi PDNS:
1. Rugikan Negara Ratusan Miliar
Korupsi. Foto: Edi Wahyono
"Pada tahun 2020 sampai dengan 2024 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dengan total pagu anggaran Rp 958 Miliar, dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT. AL," kata Bani dalam keterangan pers tertulisnya, Jumat (14/3/2025).
Seperti diketahui, saat ini Kominfo sudah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Pengkondisian ini disebut Bani berlangsung selama 5 tahun.
"Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar," jelasnya.
Berikut rinciannya:
2020
Terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT.AL dengan nilai kontrak Rp 60.378.450.000.
2021
Perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102.671.346.360.
2022
Terdapat adanya pengkondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan PT AL untuk memenangkan perusahaan yang sama dengan cara menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan tersebut dengan nilai kontrak Rp 188.900.000.000.
2023
Memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak senilai Rp 350.959.942.158.
2024
Pada 2024, ada nilai kontrak senilai Rp 256.575.442.952, di mana perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301.
2. Biang Kerok Serangan Ransomware 2024
Ilustrasi ransomware. Foto: Getty Images/Witthaya Prasongsin
"Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470," kata Bani.
Bani mengungkap pelaksaaan PDSN ini telah menelan biaya Rp 959 miliar. Akan tetapi, katanya, pelaksanaannya tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
"Tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN," lanjut Bani.
3. Jaksa Sita Mobil dan Uang
Ilustrasi. Foto: Luthfy Syahban/detikSport
"Jaksa Penyidik melakukan penggeledahan di beberapa tempat di antaranya di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan," kata Kasi Intel Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting dalam keterangannya pers tertulisnya, Jumat (14/3/2025).
"Berdasarkan penggeledahan tersebut jaksa penyidik telah menemukan dan menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik, dan lain-lain yang patut diduga berhubungan dengan tindak pidana korupsi a quo," tambahnya.
(taa/dek)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu