Jakarta -
Tanggal 15 Maret diperingati sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia (International Day to Combat Islamophobia). Hari ini dalam rangka menanggapi tren mengkhawatirkan dari meningkatnya ujaran kebencian di seluruh dunia terhadap Muslim.
Islamofobia adalah ketakutan, prasangka, dan kebencian terhadap Muslim yang mengarah pada provokasi, permusuhan, dan intoleransi dengan cara mengancam, melecehkan, melecehkan, menghasut, dan mengintimidasi Muslim dan non-Muslim, baik di dunia daring maupun luring. Dimotivasi oleh permusuhan institusional, ideologis, politis, dan religius yang melampaui rasisme struktural dan kultural, hal ini menyasar simbol-simbol dan penanda sebagai Muslim.
Definisi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut menekankan hubungan antara tingkat institusional Islamofobia dan manifestasi sikap tersebut, yang dipicu oleh visibilitas identitas Muslim yang dirasakan oleh korban. Pendekatan ini juga menafsirkan Islamofobia sebagai bentuk rasisme, di mana agama, tradisi, dan budaya Islam dipandang sebagai 'ancaman' terhadap nilai-nilai Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa ahli lebih memilih istilah 'anti-Muslim hatred (kebencian anti-Muslim),' karena khawatir istilah 'Islamofobia' berisiko mengutuk semua kritik terhadap Islam dan, oleh karena itu, dapat melumpuhkan kebebasan berekspresi. Namun, hukum hak asasi manusia internasional melindungi individu, bukan agama. Dan Islamofobia juga dapat mempengaruhi non-Muslim, berdasarkan persepsi kebangsaan, latar belakang ras atau etnis.
Sejarah dan Latar Belakang
Menanggapi tren yang mengkhawatirkan dari meningkatnya ujaran kebencian di seluruh dunia, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada tahun 2019 meluncurkan Strategi dan Rencana Aksi PBB untuk Ujaran Kebencian.
Pada tahun 2022, Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia ditetapkan oleh Majelis Umum PBB melalui resolusi A/RES/76/254. Dokumen ini menekankan bahwa terorisme dan ekstremisme kekerasan tidak dapat dan tidak boleh dikaitkan dengan agama, kebangsaan, peradaban, atau kelompok etnis apa pun. Dokumen ini menyerukan dialog global untuk mempromosikan budaya toleransi dan perdamaian, berdasarkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan keanekaragaman agama dan kepercayaan.
Tanggal 15 Maret dipilih karena tanggal tersebut merupakan hari peringatan penembakan di Masjid Christchurch yang menewaskan 51 orang. Dua penembakan massal berturut-turut terjadi di Masjid Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret 2019. Penembakan tersebut dilakukan oleh seorang pelaku tunggal pada saat salat Jumat.
Pesan Peringatannya di 2025
Untuk peringatan Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia 2025, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyampaikan pesan sebagai berikut:
Ketika umat Muslim di seluruh dunia berkumpul untuk menandai bulan suci Ramadan, banyak dari mereka yang melakukannya dengan rasa takut - takut akan diskriminasi, pengucilan, dan bahkan kekerasan.
Kita menyaksikan peningkatan kefanatikan anti-Muslim yang mengkhawatirkan:
Mulai dari profil rasial dan kebijakan diskriminatif yang melanggar hak asasi manusia dan martabat, hingga kekerasan langsung terhadap individu dan tempat ibadah.
Hal ini merupakan bagian dari momok intoleransi yang lebih luas, ideologi ekstremis, dan serangan terhadap kelompok-kelompok agama dan populasi yang rentan.
Ketika satu kelompok diserang, hak dan kebebasan semua orang terancam.
Sebagai komunitas global, kita harus menolak dan memberantas kefanatikan.
Pemerintah harus memupuk kohesi sosial dan melindungi kebebasan beragama.
Platform online harus mengekang ujaran kebencian dan pelecehan.
Dan kita semua harus bersuara menentang kefanatikan, xenofobia, dan diskriminasi.
Pada Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia ini, mari kita bekerja sama untuk menegakkan kesetaraan, hak asasi manusia dan martabat, dan membangun masyarakat yang inklusif di mana setiap orang, apa pun keyakinannya, dapat hidup dengan damai dan harmonis.
(wia/imk)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu