Jakarta, CNN Indonesia --
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai penguatan regulasi dan sistem verifikasi lebih realistis dibandingkan wacana pembatasan satu orang hanya boleh memiliki satu akun media sosial (medsos).
"Yang lebih realistis mungkin bukan membatasi jumlah akun, melainkan memperkuat regulasi dan sistem verifikasi agar penyalahgunaan bisa ditekan, sambil tetap menjaga kebebasan dan kenyamanan pengguna. Jadi, solusi sebaiknya menyeimbangkan antara keamanan, privasi, dan kebebasan digital," ujar Heru kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru mengakui wacana satu akun medsos per orang terdengar menarik untuk menekan penyalahgunaan, seperti penyebaran hoaks, penipuan, atau penggunaan akun palsu. Namun, implementasi kebijakan ini tidak sederhana.
Ia menjelaskan media sosial merupakan ruang ekspresi yang memungkinkan orang memisahkan identitas pribadi, profesional, hingga komunitas.
Oleh karena itu, banyak pengguna membuat akun berbeda untuk melindungi privasi atau menyalurkan hobi tertentu.
"Jika aturan satu orang satu akun dipaksakan, bisa saja justru mengekang kebebasan berekspresi dan mempersulit aktivitas digital yang sah," lanjutnya.
Heru juga menyoroti tantangan besar dalam memverifikasi identitas tanpa melanggar perlindungan data pribadi.
"Menurut saya, sebenarnya, lebih baik memperkuat regulasi soal media sosial, di mana ini bisa dilakukan tanpa harus membatasi jumlah akun yang dimiliki seseorang," ucapnya.
Sebagai contoh, ia menyarankan agar platform diwajibkan memiliki sistem verifikasi yang lebih baik, seperti melalui nomor telepon atau identitas digital, sehingga pemilik akun tetap dapat ditelusuri bila terjadi pelanggaran.
Ia juga menekankan pentingnya regulasi yang menuntut transparansi dari platform digital, terutama dalam menindak cepat laporan terkait akun palsu, penipuan, atau ujaran kebencian.
Selain itu, Heru menilai pemerintah juga perlu mendorong adanya standar perlindungan data yang ketat, agar proses verifikasi tidak membuka celah penyalahgunaan informasi pribadi.Bagian lain yang tak kalah penting, menurutnya, adalah edukasi.
"Jadi penguatan regulasi tidak semata soal membatasi, melainkan menciptakan ekosistem digital yang aman, transparan, dan adil dengan tetap menghormati kebebasan berekspresi warga," pungkasnya.
Sebelumnya, muncul usulan satu orang satu akun medsos dari DPR yang kemudian dibahas dengan pemerintah, termasuk Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) selaku kementerian terkait.
Komdigi mengungkap tujuan wacana penerapan satu orang hanya memiliki satu akun media sosial. Salah satunya adalah membuat ruang digital sehat.
Sekretaris Jenderal Komdigi Ismail mengatakan tidak mengikuti rapat pembahasan usulan tersebut. Kendati begitu, berdasarkan informasi yang ia ketahui pembahasan itu diikuti oleh Wamenkomdigi dan Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital.
"Jadi saya melihat filosofinya aja gitu bahwa karena saya melihat bahwa ini kan ikhtiar kita, upaya kita untuk membuat ruang digital kita itu sehat, aman, produktif," kata Ismail di acara Ngopi Komdigi di Jakarta, Jumat (19/9), melansir Detik.
"Sehat, aman ini tentunya tidak terjadi adanya orang yang melakukan penipuan. Karena apa? Karena ruang itu bisa terjadi ketika ada kesempatan. Kesempatan itu ketika orang merasa bahwa kalau dia sudah masuk di ruang digital, orang lain tidak tahu bahwa saya adalah saya. Ini yang bahaya gitu," ujarnya.
Ismail mengatakan rencana penetapan aturan satu orang satu akun media sosial agar pengguna platform media sosial tidak lagi bersembunyi di balik akun anonim.
Wamenkomdigi Nezar Patria sebelumnya menyebut penggunaan second account masih memungkinkan menyusul wacana regulasi satu orang satu akun media sosial yang terhubung dengan nomor ponsel.
"Second account, third account itu memungkinkan asal autentikasi dan verifikasi itu jelas," kata Nezar di Auditorium MM FEB UGM, Sleman, DIY, Kamis (18/9).
Nezar mengklarifikasi soal gagasan mengenai regulasi satu orang hanya boleh memiliki satu akun medsos yang terhubung dengan nomor ponsel. Dia mengaitkan ini dengan aturan single ID.
"Jadi ada yang perlu diklarifikasi ya, jadi mungkin maksudnya soal kejelasan dalam soal registrasi menggunakan single ID," katanya.
(lom/dmi)