Raja Juli dan Nusron Wahid Kena Semprot Aktivis Agraria di Hari Tani

1 hour ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menegur keras Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid saat audiensi di Ruang Rapat Komisi XII, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (25/9).

Pada kesempatan itu, Dewi mengeluhkan banyak persoalan agraria yang seakan mentok tak mendapat solusi penyelesaian di ranah kementerian. 

"Ada banyak kanal-kanal pengaduan di Kementerian Agraria, Kemenhut, bahkan di DPR. Tapi hanya untuk tempat mengadu tidak ada kanal penyelesaiannya. Kami harus selalu mengulang," kata Dewi dalam audiensi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mencontohkan permasalahan yang terjadi di Kementerian Agraria. Dewi bahkan mengaku sudah bertemu dengan Nusron, menyerahkan data.

Namun, Kementerian Agraria berkali-kali tetap meminta data. Padahal, KPA telah menyerahkannya.

"Jadi ada problem data, data kami itu ditumpuk mungkin diarsipkan tapi tidak dikerjakan," ucapnya.

Merespons itu, Nusron mengakui banyak data-data KPA yang diserahkan ke Kementerian ATR/BPN tetapi belum digarap.

Namun, ia menyatakan sependapat dengan usul KPA ihwal prinsip keadilan dalam redistribusi tanah.

"Karena itu, sebagai bentuk komitmen kami mengamini data itu, kami sudah 10 bulan diangkat dipercaya menjadi Menteri ATR/BPN, kami belum tandatangani satupun perpanjangan dan pembaruan," kata Nusron.

Lalu, Dewi juga menegur Raja Juli Antoni. Ia mengaku pernah bersama-sama dengan Raja Juli ke salah satu desa di Cilacap yang mengalami konflik agraria selama puluhan tahun.

Ia menyebut desa itu berkonflik dengan Perhutani. Padahal 9 ribu hektare tanah di sana merupakan lumbung pangan nasional.

"Saya menunjukkan ke Bapak Raja Juli, pak lihat mana ada tegakkan pohon, mana ada hutan, kenapa tanah-tanah pertanian produktif yang dikerjakan oleh kaum tani itu tidak kunjung dibebaskan dari klaim-klaim kawasan hutan," ucapnya.

"Tidak kunjung dilepaskan dari klaim-klaim Perhutani yang sebenarnya masyarakat itu sudah berkontribusi pada pembangunan nasional, sumber pangan tetapi tidak kunjung dilepaskan," imbuh dia.

Dewi mengatakan hal itu membuat masyarakat di sana tidak bisa membangun jalan, karena masih merupakan kawasan hutan.

Hal itu pun berimplikasi kepada petani di sana yang tidak bisa mengangkut hasil panennya.

"Karena alasannya itu, ini masih klaim Perhutani, masih PTPN. Masih kawasan hutan masih dalam HGU," ucap dia.

Menanggapi itu, Raja Juli mengakui pernah datang ke Cilacap. Ia mengaku sudah berupaya melepaskan lahan pertanian itu dari kawasan hutan, namun masih terhambat.

"Karena memang ada macet di Perhutani. Jadi memang kehutanan Perhutani ini menjadi satu kunci penting," kata Raja Juli.

Dewi pun menyatakan hal itu merupakan dampak buruk dari konflik agraria, reforma agraria yang tak kunjung dijalankan.

"Bagaimana kita mau sejahtera, bagaimana Pasal 33 ayat 3 yang selalu dijanjikan Pak Prabowo itu bisa dijalankan kalau rakyat yang hanya punya aspirasinya tanah tanah itu sedikit-sedikit hanya menginginkan keadilan," ucap dia.

Ia juga mengatakan bahwa generasi muda tidak bekerja. Dewi mencatat 58 persen desa miskin tertinggal, termasuk 15 provinsi yang menjadi episentrum kemiskinan juga merupakan episentrum dari konflik agraria.

"Artinya kalau ketiadaan akses pemilikan kepada tanah maka otomatis ada kemiskinan struktural di pedesaan," ucapnya.

KPA telah mencatat 24 masalah struktural agraria yang terjadi di pedesaan dan perkotaan. Pemerintah dan DPR didesak untuk segera melakukan perbaikan di sektor agraria. 24 masalah struktural agraria selengkapnya di sini.

(mnf/gil)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial