677 Orang Kabur dari Pusat Scam Myanmar ke Thailand, Termasuk 20 WNI

5 hours ago 3

CNN Indonesia

Kamis, 23 Okt 2025 13:50 WIB

Sebanyak 677 orang melarikan dari pusat penipuan daring atau online scam di Myawaddy, Myanmar, berhasil kabur ke Thailand per Kamis (23/10). Sebanyak 677 orang melarikan dari pusat penipuan daring atau online scam di Myawaddy, Myanmar, berhasil kabur ke Thailand per Kamis (23/10). (Foto: AFP/STR)

Jakarta, CNN Indonesia --

Sebanyak 677 orang melarikan dari pusat penipuan daring atau online scam di Myawaddy, Myanmar, dan kabur ke Thailand per Kamis (23/10), termasuk sekitar 20 warga negara Indonesia (WNI).

Kedutaan Besar RI di Yangon melaporkan sejauh ini dari ratusan orang yang kabur itu, ada 75 WNI yang berhasil kabur dari kompleks online scam KK Park, di Myawaddy, Negara Bagian Kayin.

Namun, sejauh ini KBRI mendapat laporan bahwa dari 75 WNI yang kabur tersebut sebanyak 20 orang telah lari ke Thailand.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hingga malam hari ini, KBRI Yangon juga telah menerima konfirmasi dari KBRI Bangkok bahwa otoritas Thailand melaporkan adanya sekitar 20 WNI yang telah berhasil menyeberang ke wilayah Thailand melalui Sungai Moei," demikian rilis KBRI Yangon di situs resmi Kementerian Luar Negeri, Rabu (22/10).

"Data identitas dan kondisi mereka saat ini sedang diverifikasi bersama otoritas terkait di Mae Sot, Thailand," lanjutnya.

KBRI Yangon juga menerima informasi dari salah satu WNI yang menyebut kondisi warga Indonesia beragam.

Dia mengatakan sebagian masih berada di dalam kawasan KK Park, sementara yang lain keluar menuju daerah sekitar Myawaddy-Shwe Kokko untuk mencari tempat aman.

Kompleks KK Park dikenal sebagai salah satu kawasan yang dikelola oleh kelompok Border Guard Force (BGF) dan menjadi lokasi aktivitas scam/judi online.

Wakil Gubernur Tak Myanmar, Sawanit Suriyakul Na Ayutthaya, mengatakan mereka yang kabur melintasi sungai Moe dan akan menjalani pemeriksaan.

"Polisi imigrasi dan satuan tugas militer telah bekerja sama untuk memberikan bantuan berdasarkan prosedur kemanusiaan dan mereka akan menjalani pemeriksaan," kata Sawanit, dikutip AFP.

Proses tersebut, lanjut dia, akan memungkinkan pihak berwenang menentukan apakah seseorang merupakan pelaku atau korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Jika bukan keduanya, mereka akan dituntut karena melintasi perbatasan secara ilegal.

(isa/rds)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial