Sidak ke Tahura, DPRD Bali Temukan Pabrik WN Rusia di Lahan Konservasi

1 hour ago 1

Denpasar, CNN Indonesia --

Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) atau kawasan mangrove di Kota Denpasar, Bali, diduga banyak diserobot bangunan yang tak berizin dan terjadi dugaan ahli fungsi lahan di kawasan konservasi itu.

Bahkan, dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Pansus DPRD Bali, Rabu (17/9), anggota dewan itu menemukan sebuah pabrik konstruksi yang dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA) asal Rusia.

Ketua Pansus Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah DPRD Bali, I Made Supartha mengatakan sidak itu mereka lakukan pascabanjir  besar yang melanda sejumlah wilayah Pulau Bali pekan lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kami dari pansus tata ruang itu ngecek ruang-ruang ini yang ada. Supaya ke depan kalau hujan datang lagi, tidak terjadi banjir. Datanglah kami ke daerah mangrove itu. Daerah mangrove itu kan green belt, artinya sabuk hijau Bali. Dari mulai Sanur sampai ke Nusa Dua itu kan wilayah hutan-hutan bakau, semua tahura, taman hutan rakyat," kata Supartha saat dihubungi Jumat (19/9).

Dia mengaku saat melakukan sidak itu pihaknya kaget karena di kawasan Tahura di Denpasar sudah banyak sekali bangunan untuk tempat-tempat usaha. Salah satunya yang diduga dimiliki WN Rusia tersebut.

"Kami kan ini ngecek ke sana, sudah banyak sekali ada bangunan. Ini kelihatannya sudah alih fungsi dari lahan bakau atau hutan bakau Ini menjadi lahan-lahan banyak kegiatan. Jadi bentuk alih fungsinya seperti apa, maka kami cek di sana. Memang benar ada alih fungsi lahan mangrove. Dan sudah keluar sertifikat banyak gitu," imbuhnya.

Padahal menurutnya, sesuai undang-undang kehutanan dan lingkungan itu tidak boleh ada sertifikat tanahnya, karena di sana adalah lahan konservasi dan itu ada aturannya.

"Kami cek BPN (Badan Pertanahan Nasional di Bali), ternyata rata-rata di sana sudah sertifikatnya. Itu ada 50 are (meter persegi), ada 70 are, ada 28 are, ada 30 are. Banyak sekali itu di wilayah konservasi," ungkapnya.

Temuan pabrik WN Rusia

Supartha pun menjelaskan soal temuan pabrik investasi WN Rusia di lahan konservasi tersebut. Saat dicek izinnya, kata dia, pihak manajemen tidak bisa menunjukkan izin bangunan pabrik tersebut.

"Salah satunya di hutan bakau itu, kita temui pabrik manufaktur, infrastruktur untuk kepentingan hotel dan restoran, untuk kepentingan vila. Jadi bahan bakunya itu, barang-barang sudah jadi itu untuk terkait pembangunan vila, restoran, hotel itu di situ sumbernya," jelasnya.

"Salah satunya ada PMA (Penanaman Modal Asing), itu orang-orang Rusia, ini enggak bagus. Kami cek izinnya pada waktu itu, manajemen itu enggak bisa menunjukkan izin secara konkret, secara real, dari mana fisik izin enggak ada. Oleh karenanya, kami tutup segala kegiatan yang dilarang dulu. Kan itu perintah Undang-undang tata ruang," sambungnya.

Ia menyebutkan pabrik manufaktur milik WNA Rusia itu dia memperkirakan ada sekitar 30 are. Namun, tidak mengetahui sejak kapan berdiri pabrik tersebut.

"Luasannya saya enggak sempat tahu, kurang lebih itu 30 are atau berapa. (Berdiri kapan?). Nah itu nanti kita dalami dia setelah kami undang. Minggu depan kami undang ini, kita dalami dia pabrik apa, berdiri kapan, PMA-nya bagaimana. Aturan-aturan kita cek itu kita dalami lagi, yang jelas sementara wilayah itu kita tutup, segala kegiatan," sebutnya.

Selain usaha pabrik milik WNA Rusia, dia juga menemukan berbagai macam bangunan usaha di kawasan tersebut salah satunya adalah usaha perikanan.

"Nanti kita perdalam. Karena kan prinsipnya enggak boleh, kan gitu. Apapun itu, status apapun enggak boleh ada kegiatan. Ada kegiatan di ruang-ruang yang dilarang itu," ujarnya.

Ia menegaskan, terkait bangunan yang ada di kawasan Tahura itu pihaknya akan mengkaji secara mendalam. 

Apabila kelak ditemui pelanggaran kawasan konservasi, pihaknya akan meminta bangunan-bangunan itu  dibongkar. Selain itu, pihaknya akan mendesak penelusuran pemberi izin hingga penerbitan sertifikat.

"Kalau ternyata di wilayah itu daerah konservasi, satu daerah kehutanan, pelanggar lingkungan. Kalau tidak ada izin, dan kemudian penerbitan sertifikat juga terkesan, misalnya terduga manipulatif, kita sampai urusannya sertifikatnya pun kita tinjau, harus kembalikan ke fungsi semula sebagai kawasan penyerap air. Yang saya bilang green belt tadi. Sabuk hijaunya Bali itu," ujarnya.

"Kita akan kaji sertifikatnya kita juga tinjau ulang, kalau perlu dibatalkan. Dibatalkan, izin-izin yang ada kegiatan di atas sana yang dilarang, itu kan otomatis kita akan selesaikan. Kalau perlu bongkar, kan kita perdalam yang jelas sudah ada kegiatan penutupan sementara tempat PMA orang Rusia itu," ujarnya.

(kdf/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial