Review Drama: You and Everything Else

1 hour ago 1

img-title Endro Priherdityo

Berharap tak ada tokoh antagonis dalam You and Everything Else yang benar-benar terjadi di dunia nyata.

Jakarta, CNN Indonesia --

Tak perlu banyak ekspektasi bila ingin menyaksikan drama Korea You and Everything Else, selain ingin melihat hiperrealitas dan dramatisasi nan eksploitatif dari kemalangan karakter-karakternya.

Premis You and Everything Else sebenarnya sangat sederhana, bahkan mungkin bagi sebagian orang cenderung membosankan, yakni dua orang berteman dari kecil hingga dewasa dan salah satunya mengidap penyakit akut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah pertemanan Ryu Eun-jung (Kim Go-eun) dan Cheon Sang-yeon (Park Ji-hyun) sejak kecil yang dikisahkan sutradara Jo Young-min itu bahkan terasa begitu ironi dan di luar dunia nyata.

Cerita dimulai dari kisah Eun-jung yang hidup serba kekurangan tapi dikelilingi cinta, sementara Sang-yeon hidup dengan kecukupan tapi dingin dan penuh tekanan. Semua itu jadi landasan dua karakter tersebut berpikir, bersikap, dan bertumbuh.

Sutradara Jo Young-min kemudian membagi kisah drama ini sesuai dengan fase pertemanan dua karakter tersebut. Jo juga menggambarkan konflik dan permusuhan keduanya saat remaja sesuai porsi dan tak berlebihan.

Penonton diajak merasakan keluguan, kecemburuan antar teman, persaingan anak-anak sekolah, cinta monyet yang menggemaskan, hingga pertemanan yang manis.

You and Everything Else(L to R) Kim Go-eun as Ryu Eun-jung, Park Ji-hyun as Cheon Sang-yeon in You and Everything Else. (Netflix/Lim Hyo Sun)Review drama You and Everything Else: Tak perlu diragukan kemampuan Kim Go-eun dan Park Ji-hyun dalam membawakan gelombang emosi dari dua karakter utama drama ini. (Netflix/Lim Hyo Sun)

Sutradara Jo juga menyajikan babak yang mengaduk-aduk emosi penonton. Terutama saat kehidupan Sang-yeon mulai berisi penuh perjuangan dan kesendirian, sementara hidup Eun-jung mulai penuh dengan bunga-bunga.

Satu waktu, perut penonton seperti terisi kupu-kupu, tapi saat layar bergeser ke karakter yang lain, jiwa dan hati terasa membeku. Sang sutradara memadukan spektrum emosi itu dengan rapi dan baik. Saya sempat hanyut di dalamnya.

Belum lagi saat kedua karakter berusia 20-an. Dalam usia yang mestinya penuh gairah dan kemenangan itu, kedua karakter justru mengalami tragedi yang bisa mengguncang kantung air mata. Persis seperti yang diucap Banda Neira, "kalah atau menang kita kan jadi arang dan abu."

Hingga ketika keduanya beranjak dewasa, mereka menjadi dua karakter yang sangat bertolak belakang macam api dan es. Yang satu berusaha mengisi jiwa dan hati dengan kebahagiaan, yang lainnya justru termakan obsesi dan dendam.

Tak perlu diragukan kemampuan Kim Go-eun dan Park Ji-hyun dalam membawakan gelombang emosi dari dua karakter utama drama ini. Bukan hanya soal ekspresi dan akting, tetapi proses pertumbuhan karakter juga mampu dibawakan dengan jelas dan paripurna oleh mereka.

Hal lain yang perlu diapresiasi dari drama Korea ini adalah sinematografi dengan rekaman-rekamannya yang menghangatkan mata. Beberapa original soundtrack yang menyertai pun terasa sangat pas melengkapi situasi.

Namun, You and Everything Else juga punya sederet catatan. Alih-alih mengusung persahabatan, justru drama ini lebih terasa mengeksploitasi kesedihan.

Pertemanan mana yang sudah dihancurkan sedemikian rupa tetapi malah disebut kerinduan? Disebut kasih sayang abadi? Situasi semacam itu tampaknya hanya ada di dunia politik: tak ada lawan atau kawan yang abadi.

Selain itu, banyak tokoh-tokoh yang seharusnya turut menjadi benang merah tapi sengaja dihilangkan. Atau sikap karakter yang kelewat naif hingga tak masuk di akal sehat.

You and Everything Else(L to R) Kim Go-eun as Ryu Eun-jung, Park Ji-hyun as Cheon Sang-yeon in You and Everything Else. (Netflix/Lim Hyo Sun)Review drama You and Everything Else: Drama ini juga punya sederet catatan. Alih-alih mengusung persahabatan, justru drama ini lebih terasa mengeksploitasi kesedihan. (Netflix/Lim Hyo Sun)

Drama ini juga seharusnya bisa berakhir di episode 8, posisi terakhir yang bisa saya nikmati. Sisanya, sutradara terkesan memaksakan cerita.

Pengembangan plot dan tokoh-tokoh selain dua tokoh utama juga sangat minim. Seperti ada karakter yang mulanya begitu menghargai persahabatan, justru jadi orang yang berkontribusi terhadap kehancuran total teman dekatnya sendiri.

Penggambaran ini diikuti tindakan destruktif yang saya rasa terlalu jauh menembus batas nyata. Ironinya dalam episode-episode awal, cerita di drama begitu dekat dengan realita. Penggambaran itu pula tak linear dengan tema yang diusung: persahabatan.

Persahabatan dengan bumbu kebencian dalam kadar tertentu barangkali ada, tapi jika diiringi kebencian dan tindakan yang merugikan sahabatnya, apakah masih layak disebut sahabat?

Jika sutradara Jo Young-min konsisten dengan alur awal, cerita tersebut mungkin akan lebih manis dan tentu saja dramatis dalam nuansa yang positif.

[Gambas:Video CNN]

Serial You and Everything Else di awal hingga tengah perjalanan tampak menjanjikan dengan alur yang ringan, mudah diikuti, dan transisi halus. Namun, jelang episode-episode akhir, sutradara Jo Young-min seperti kehilangan fokus.

Episode penutup pun terbilang anti klimaks. Penonton hampir pasti bisa menebak akhir cerita di drama ini. Belum lagi soal emosi yang tak bisa lagi menembus layar dan hanya menyisakan rasa kecewa.

Saya hanya berharap tak ada tokoh antagonis dalam You and Everything Else yang benar-benar terjadi di dunia nyata, mengingat dunia yang berjalan sekarang saja sudah cukup merepresentasikan keantagonisan itu sendiri.

[Gambas:Youtube]

(end)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial