Jakarta, CNN Indonesia --
Venezuela adalah salah satu negara penghasil minyak di dunia. Sejak minyak ditemukan di sana, pada tahun 1920-an, negara tersebut menjadi rumah bagi cadangan minyak terbesar di dunia.
Minyak pernah membawa Venezuela menjadi negara petro, sebutan bagi negara yang kaya karena minyak.
Pada tahun 1922, para ahli geologi Royal Dutch Shell di La Rosa, sebuah ladang minyak di Cekungan Maracaibo, menemukan minyak yang meledak dengan laju yang luar biasa saat itu, yaitu seratus ribu barel per hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di awal penemuan, lebih dari seratus perusahaan asing memproduksi minyak, didukung oleh diktator Jenderal Juan Vicente Gómez (1908-1935).
Produksi tahunan terus melonjak pesat, dari lebih dari satu juta barel menjadi 137 juta barel, menjadikan Venezuela sebagai negara kedua setelah Amerika Serikat dalam hal total produksi pada tahun 1929.
Dikutip dari situs Council on Foreign Relatioan (cfr.org), bahkan pada tahun 1973, embargo OPEC selama lima bulan terhadap negara-negara pendukung Israel dalam Perang Yom Kippur melipatgandakan harga minyak dan menjadikan Venezuela negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di Amerika Latin.
Selama dua tahun, keuntungan tak terduga ini menambah $10 miliar ke kas negara, membuka jalan bagi korupsi dan salah urus yang merajalela. Para analis memperkirakan bahwa sebanyak $100 miliar telah digelapkan antara tahun 1972 dan 1997 saja.
Kebangkrutan
Namun seiring perjalanan waktu, produksi minyak terus menyusut dan Venezuela masuk ke dalam jurang krisis yang dalam. Hiperinflasi yang merajalela yang berkontribusi pada kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok, seperti makanan dan obat-obatan.
Sementara itu, salah urus pemerintah dan sanksi AS telah menyebabkan penurunan drastis produksi minyak dan kurangnya investasi yang parah di sektor ini.
Kutukan sumber daya alam juga berdampak pada tata kelola pemerintahan karena negara-negara petro lebih bergantung pada pendapatan ekspor dan lebih sedikit pada pajak.
Saat terjadinya lonjakan sumber daya alam dapat memperburuk masalah ini.
"Sebagian besar negara-negara petro menjadi bergantung pada minyak bumi saat atau setelah mereka membangun demokrasi, lembaga-lembaga negara, layanan sipil dan sektor swasta yang independen, serta supremasi hukum," kata Terry Lynn Karl, seorang profesor ilmu politik di Universitas Stanford dan penulis The Paradox of Plenty.
Para pemimpin dapat menggunakan kekayaan sumber daya alam negara untuk menekan atau mengkooptasi oposisi politik.
Warga Venezuela kabur ke luar negeri
Saat krisis memuncak, banyak warga Venezuela kehilangan pekerjaan hingga pergi ke luar negeri. Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan lebih dari tujuh juta warga Venezuela telah meninggalkan tanah air mereka sejak 2015 di tengah krisis ekonomi dan politik.
Badan-badan bantuan memperingatkan bahwa para migran ini berisiko dilupakan di tengah krisis lainnya.
"Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah krisis berkepanjangan yang mengguncang kawasan [Amerika Latin]," ujar David Miliband, presiden Komite Penyelamatan Internasional, kepada BBC Oktober 2022 silam.
Hingga kini, krisis ekonomi di Venezuela belum mereda dengan tingkat inflasi mencapai 200 persen. Bahkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengumumkan darurat ekonomi April silam. Venezuela, negara kaya minyak itu kini terseok-seok menghadapi krisis multidemensi akibat salah urus sejak lama.
(imf/bac)