Jakarta -
Isu tambang di sekitar Raja Ampat menimbulkan perdebatan sengit, bahkan menjurus pada pandangan sinis terhadap dunia pertambangan. Beberapa pihak menuduh bahwa tambang hanya membawa mudarat dan tidak memberikan manfaat, atau bahwa mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya. Namun, benarkah demikian?
Andai saja dunia ini tidak membutuhkan tambang, dan tanpanya kita bisa hidup lebih nyaman, mungkin kita akan memilih itu. Dunia tanpa tambang berarti dunia yang bebas dari industri ekstraksi: tidak ada lagi perut bumi yang dikeruk, pohon yang dipangkas, dan hutan yang diterabas. Seandainya hal itu bisa terjadi, tentu dunia akan terasa lebih damai.
Namun ternyata, dunia tidak berjalan seperti itu. Dunia tanpa tambang bukanlah dunia yang kita kenal. Dunia tanpa tambang hanyalah mimpi. Mineral dari tambang menjadi unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia modern. Berdasarkan data USGS Mineral, hampir 90% peralatan yang digunakan manusia secara langsung atau tidak langsung berasal dari dunia tambang. Mulai dari dinding, lantai, atap, kabel, fondasi, hingga keramik. Termasuk semua peralatan rumah tangga seperti televisi, kulkas, pompa air, dan kompor. Infrastruktur publik seperti jalan, jembatan, sekolah, dan rumah sakit pun membutuhkan semen, baja, kabel tembaga, dan sebagainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam rumah tangga saja, kita menggunakan sekitar 30–50 jenis mineral. Contohnya, tembaga untuk kabel, silika untuk gelas dan layar ponsel, litium untuk baterai, mika untuk kosmetik dan insulasi, emas untuk perhiasan dan chip electonic, serta aluminium untuk loyang dan panci. Penggunaannya mencakup hampir seluruh aspek, seperti kebutuhan rumah tangga, industri manufaktur, energi, kesehatan dan kosmetik, transportasi, konstruksi dan infrastruktur, pertanian, serta pertahanan.
Transisi energi hijau juga membutuhkan tambang. Energi hijau bukan berarti menghapuskan tambang, melainkan justru memperluas kebutuhannya. Mobil listrik membutuhkan nikel, turbin angin dan panel surya membutuhkan litium, aluminium, tembaga, dan perak. Bahkan, IEA dalam laporannya The Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021) memperkirakan bahwa untuk mencapai target net zero emission, permintaan mineral penting akan meningkat 4–6 kali lipat dari sebelumnya.
Indonesia adalah negara yang kaya akan mineral dari perut bumi. Kita tidak mungkin hanya membiarkannya, tidak menggunakannya, dan kemudian membeli dari luar negeri. Apakah ada negara yang tidak mengeksploitasi sumber dayanya? Ada, namun negara-negara tersebut kadang dikutip sebagai negara gagal. Contohnya Afganistan, Kongo, Venezuela, dan Myanmar. Negara-negara tersebut gagal memanfaatkan kekayaannya karena konflik bersenjata, minimnya investasi, kurangnya infrastruktur, eksploitasi oleh pihak asing, dan kegagalan manajemen sumber daya.
Sebaliknya, negara-negara seperti Australia, Kanada, dan Norwegia menunjukkan bahwa sumber daya bisa dikelola dengan baik jika didukung oleh tata kelola yang kuat dan transparan, yang pada akhirnya menghasilkan kemakmuran bagi rakyatnya. Beberapa prinsip yang digunakan negara-negara tersebut adalah penerapan royalti yang tinggi dan sistem perhitungan yang jelas.
Indonesia adalah produsen nikel dan batu bara terbesar di dunia, serta termasuk salah satu negara penghasil timah, emas, tembaga, dan bauksit terbesar. Kekayaan itu seharusnya dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini tidak berarti harus dikeruk secara habis-habisan, tetapi dilakukan dengan perencanaan yang matang, terukur, dan tetap memperhatikan lingkungan serta masyarakat sekitar.
Kontribusi pertambangan terhadap ekonomi nasional cukup signifikan. Pendapatan negara dari sektor ESDM selama tahun 2024 mencapai Rp269,6 triliun, dengan total investasi sebesar Rp529 triliun. Berdasarkan laporan BPS 2023, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDB Indonesia pada tahun 2023 adalah sebesar Rp2.198 triliun atau 10,5% dari PDB nasional.
Usulan Dana Abadi Tambang
Momentum dari peristiwa di Raja Ampat harus menjadi sinyal bahwa kebijakan pertambangan tetap harus berpihak kepada masyarakat di sekitar lokasi. Royalti nikel seharusnya dapat dinaikkan.
Dalam satu pertemuan dengan Menteri Bahlil saat kunjungan ke Melbourne—saat itu beliau masih menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM—saya pernah mengusulkan pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) berupa Dana Abadi Tambang yang berasal dari sub sektor pertambangan, baik migas, batu bara, maupun mineral.
Selama ini, pendapatan negara dari sub sektor tambang disetorkan ke kas negara dalam bentuk PNBP dan langsung dibelanjakan dalam APBN tahun berjalan. SWF Dana Abadi Tambang berbeda dengan Danantara yang memperoleh dana langsung dari APBN dan menggabungkan aset BUMN, Dana Abadi Tambang bisa dibentuk dari tambahan royalti yang dibebankan kepada perusahaan tambang.
Memang, kebijakan ini akan meningkatkan biaya produksi perusahaan. Namun, perusahaan tambang di Indonesia tetap dapat bersaing secara harga karena biaya tambang di Indonesia relatif murah. Sebagai contoh, beberapa perusahaan tambang nikel di Western Australia terpaksa menghentikan produksi karena tidak mampu bersaing dengan Perusahaan nikel dari Indonesia.
Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dengan menyisipkan tambahan 1–2% royalti khusus untuk Dana Abadi Tambang. Dana ini dapat digunakan sebagai cadangan fiskal jangka panjang, untuk melindungi generasi mendatang dari habisnya sumber daya alam, membiayai riset energi hijau, dan mendorong investasi energi terbarukan.
Tambang-tambang yang sedang berjalan juga harus diawasi secara ketat dan mengedepankan keberlanjutan lingkungan serta sosial. Menutup semua tambang bukanlah solusi. Isu pertambangan adalah soal pengelolaan, bukan soal pelarangan. Selama memenuhi standar Environmental, Social, and Governance (ESG) dikelola secara transparan, dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat serta dilakukan reklamasi, maka pertambangan tetap sah dan perlu.
Ahmad Amiruddin, Ph.D. ASN Kementerian ESDM, Alumni PhD in Resources Engineering Monash University, MSc in Sustainable Energy Systems The University of Edinburgh, dan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin. Tulisan adalah pandangan pribadi penulis.
(imk/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini