Surabaya, CNN Indonesia --
Saling klaim kepengurusan PBNU mencuat setelah beredar surat edaran yang menyatakan bahwa Yahya Cholil Staquf tak lagi memimpin organisasi tersebut.
Dalam surat edaran terbaru disebut bahwa Rais Aam akan memegang penuh kendali PBNU di tengah kekosongan ketua umum.
Surat edaran terbaru PBNU bercap tanda tangan elektronik Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir dan Katib Ahmad Tajul Mafakhir, Nomor: 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/202, Tentang Tindak Lanjut Keputusan Rapat Harian Syuriyah, 20 November 2025 lalu. Gus Yahya telah menyatakan surat itu tidak sah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk selanjutnya, selama kekosongan jabatan Ketua Umum PBNU sebagaimana dimaksud, maka kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku Pimpinan Tertinggi Nahdlatul Ulama," tulis surat tersebut.
Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakhir membenarkan surat edaran itu. Dokumen itu ditekennya bersama Wakil Rais Aam, KH Afifuddin Muhajir.
"Saya sebagai Katib PBNU ttd Surat Edaran itu bersama Wakil Rais Aam, KH Afifuddin Muhajir mengenai sebagaimana yang tertulis di surat tersebut. Bukan Surat Pemberhentian ya. Beda bentuknya," kata Gus Tajul.
Dia mengatakan surat edaran tersebut sebagai tindak lanjut dari Risalah Rapat Harian Syuriyah, yang memberi waktu Gus Yahya untuk mundur atau dimundurkan dari posisi Ketum PBNU, setelah 3x24 jam sejak 20 November 2025.
Gus Tajul menyatakan ketika deadline permintaan mundur terlampaui, yang berlaku selanjutnya adalah opsi kedua yang berlaku.
Opsi kedua berbunyi: Jika dalam waktu 3 (tiga) hari tidak mengundurkan diri, Rapat Harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
"Maka untuk itulah Surat Edaran ini dibuat," kata Ahmad Tajul. "Tidak ada surat resmi lain terkait pemberhentian sebelum Rapat Pleno," imbuhnya.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan surat edaran berisi pernyataan bahwa Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum. Surat edaran terbaru ini bercap tandatangan elektronik Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir dan Katib Ahmad Tajul Mafakhir.
Surat edaran itu merupakan tindak lanjut dari rapat harian Syuriyah PBNU, 20 November lalu di Jakarta yang meminta Gus Yahya mundur dari kursi ketua umum dalam waktu tiga hari sejak diterimanya keputusan rapat harian Syuriyah. Jika dalam waktu tiga hari tidak mengundurkan diri, rapat harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan Yahya Cholil Staquf.
Adapun edaran terbaru mengenai status jabatan Gus Yahya di PBNU ini keluar setelah tenggat tiga hari terlewati. Dalam butir pertama surat edaran disebutkan bahwa Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir telah memberikan secara langsung risalah harian Syuriyah PBNU kepada Gus Yahya.
"Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB," bunyi butir 3 dari surat edaran tersebut.
Pada butir selanjutnya dinyatakan bahwa Yahya Cholil Staquf tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas, dan/atau hal-hal yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU.
Kemudian Gus Yahya juga tidak punya wewenang dan hak untuk bertindak atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama terhitung mulai tanggal 26 November pukul 00.45 WIB.
Butir selanjutnya memerintahkan agar pengurus menggelar rapat pleno untuk menindaklanjuti pergantian pengurus PBNU.
Kemudian di bagian penutup disebutkan bahwa selama kekosongan jabatan Ketua Umum PBNU, maka kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.
"Dalam hal KH Yahya Cholil Staquf memiliki keberatan terhadap keputusan tersebut, maka dapat menggunakan hak untuk mengajukan permohonan kepada Majelis Tahkim Nahdlatul Ulama sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 14 tahun 2025 tentang Penyelesaian Perselisihan Internal," demikian bagian penutup surat edaran.
Gus Yahya tegaskan masih Ketua Umum PBNU
Sementara itu Gus Yahya menegaskan saat ini masih berstatus Ketum PBNU. Dia menyatakan surat edaran tersebut tidak sah.
"Bahwa surat (edaran) itu adalah surat yang tidak sah, karena seperti bisa dilihat, masih ada watermark dengan tulisan draft, maka itu berarti tidak sah, dan kalau di-scan tanda tangan di situ, itu akan muncul keterangan bahwa tanda tangan tidak sah," kata Yahya di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan surat beredar itu juga tidak sesuai dengan standar administrasi di PBNU, yakni tidak ditandatangani oleh empat orang di Syuriyah (pimpinan tertinggi) dan Tanfidziyah (badan pelaksana).
"Sehingga surat itu memang tidak memenuhi ketentuan, dengan kata lain tidak sah, dan tidak mungkin bisa digunakan sebagai dokumen resmi," ujarnya.
(frd/isn)

33 minutes ago
2



































