Iran di Tengah Perang: Koneksi Internet Terbatas, Solidaritas Warga Tanpa Batas

8 hours ago 5

Jakarta -

Saat pertempuran dengan Israel terus berlanjut, banyak wilayah di Iran yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki akses internet. Bahkan panggilan langsung telepon seluler dan telepon rumah, sering kali gagal tersambung. "Kami hidup dalam situasi yang mirip perang sepenuhnya," papar pembuat film dokumenter dan fotografer Pouria Nouri kepada DW dari ibu kota Iran, Teheran.

"Ada ledakan yang menggema di seluruh kota siang dan malam. Pangkalan militer dan infrastruktur strategis dibom, dan jumlah korban sipil terus meningkat," kisahnya.

Tentara Israel melancarkan serangan skala besar terhadap Iran Jumat lalu, 13 Juni lalu, dengan tujuan yang disebut-sebut untuk menghancurkan program nuklir Iran. Serangan itu menghantam Teheran dan wilayah lain di negara itu, melumpuhkan telekomunikasi Iran. Iran merespons dengan menembakkan rudal ke beberapa kota Israel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Internet masih dipandang sebagai musuh publik di Iran

Warga Iran menerbitkan banyak video buatan sendiri yang menunjukkan dampak rudal Israel. Banyak warga Iran mengabaikan panduan keamanan yang dikeluarkan oleh pejabat mereka, dengan mengatakan bahwa negara tidak mampu melindungi rakyat. "Di Iran, internet ditekan oleh aparat keamanan, yang melihatnya sebagai musuh dan ingin mengendalikannya," ujar pakar keamanan siber Amir Rashidi kepada DW.

Rashidi mengatakan bahwa internet digambarkan di Iran sebagai alat mata-mata Barat, seraya menekankan bahwa warga Iran sangat membutuhkan akses internet — "pertama dan terutama sebagai sarana komunikasi, untuk tetap berhubungan satu sama lain dan mengetahui keadaan orang lain."

Pakar keamanan siber tersebut mengatakan bahwa sementara orang perlu tetap mendapat informasi selama konflik yang meningkat, "para pejabat melakukan hal yang sebaliknya dan terus membatasi akses internet." Dokter, petugas pemadam kebakaran, masyarakat biasa menggunakan internet untuk membantu tetangga mereka.

Selama bertahun-tahun, Rashidi telah mendorong perlindungan hak digital dan masyarakat sipil di dunia digital. Ia mengatakan bahwa upayanya tampaknya membuahkan hasil di Iran. "Kita dapat melihat bahwa beberapa perusahaan rintisan Iran telah mulai menawarkan layanan mereka secara gratis — termasuk mencari apartemen di luar Teheran atau berbagi informasi tentang akses VPN, sehingga orang-orang masih dapat membaca berita," katanya kepada DW. Ada pula orang yang menawarkan tumpangan bagi mereka yang ingin meninggalkan ibu kota Iran.

Pengguna internet lainnya, seperti fotografer dan penulis perjalanan Peyman Yazdani, berupaya membantu dengan cara lain.

"Jika Anda tinggal di luar negeri dan orang tua Anda berada di Teheran, dan butuh bahan makanan atau seseorang perlu menengok mereka, kirimkan pesan langsung kepada kami," tulisnya di X, yang sebelumnya bernama Twitter. "Kami dapat mengurus belanjaan atau kunjungan."

Di Instagram, sejumlah dokter telah menerbitkan nomor telepon mereka dan menawarkan konsultasi medis, resep, dan rekomendasi apotek Teheran yang masih menawarkan obat-obatan tertentu.

"Masih banyak orang tua atau penyandang disabilitas yang masih tinggal di kota ini," kata pembuat film Pouria kepada DW dari Teheran. "Di lingkungan yang lebih miskin di selatan, masih banyak orang yang pergi bekerja."

Petugas pemadam kebakaran mengunggah foto diri mereka saat bertugas, mencoba meyakinkan publik bahwa mereka tidak akan meninggalkan kota. Dan meskipun terjadi eskalasi dan meningkatnya jumlah korban tewas, tidak ada video yang muncul yang menunjukkan penjarahan atau kekacauan di jalan-jalan.

Aplikasi 'Starlink' palsu digunakan sebagai umpan

Pada saat yang bersamaan, warga Iran melihat banjir informasi palsu daring. Beberapa mengklaim bahwa Israel mengendalikan aplikasi seperti WhatsApp atau Instagram, yang lain mengatakan bahwa mengunduh aplikasi sederhana sudah cukup untuk menggunakan satelit Starlink untuk akses internet.

"Mereka yang ingin menggunakan Starlink memerlukan parabola untuk terhubung ke jaringan," tandas Rashidi kepada DW. "Aplikasi yang menyebar daring sekarang bisa berbahaya dan digunakan untuk memata-matai orang."

Ada juga banyak informasi yang tidak dapat diverifikasiyang beredar di antara warga Iran, termasuk klaim bahwa para pemimpin agama dan politik terkemuka Republik Islam telah meninggalkan negara itu.

Rezim Iran mengalami tantangan berat

"Situasi terkini di ruang digital tidak dapat dibandingkan dengan krisis yang dialami oleh otoritas keamanan di masa lalu, termasuk protes nasional yang berulang," ujar Hossein Kermani, seorang penulis buku: "Aktivisme Twitter di Iran" edisi 2025, kepada DW.

Dalam karya ilmiahnya, Kermani berfokus pada komunikasi politik di ruang digital dan propaganda yang ditegakkan secara digital di bawah rezim yang berwenang.

"Tidak seperti protes yang muncul di dalam negeri, kita sekarang melihat krisis transnasional," ujar peneliti tersebut kepada DW. "Ini bukan lagi tentang mengendalikan populasi mereka sendiri, tetapi tentang menghadapi lawan eksternal."

"Meskipun rezim dapat mengandalkan pengalaman bertahun-tahun dalam menekan protes dan gerakan prodemokrasi, mereka tidak memiliki pengalaman seperti itu dalam menangani konflik eksternal. Aparat keamanan tampaknya kewalahan dan masih terkejut."

Pada saat yang bersamaan, ada video propaganda yang tersebar di antara para loyalis rezim, yang mencoba meremehkan serangan oleh militer Israel.

Pengkhotbah islamis dan ahli teori konspirasi terkenal Ali Akbar Raefipour memainkan peran kunci dalam upaya propaganda tersebut. "Audiens yang menjadi target video tersebut adalah anggota sistem politik, yang moralnya tampaknya perlu ditingkatkan," papar Kermani.

Kermani menjelaskan, "Audiens utama video semacam itu adalah kalangan dalam sistem pemerintahan, yang moral dan loyalitasnya mulai goyah." Rezim saat ini menyebarkan disinformasi yang ditargetkan mengenai kekuatan mereka, dengan tujuan memanipulasi secara psikologis dan membangkitkan kembali rasa percaya, agar anggota dalam sistem tidak berpaling dari mereka—meskipun realitas yang dihadapi jauh berbeda.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

Editor: Hendra Pasuhuk

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial