Hidrogen Hijau Bisa Jadi Kunci Metal hingga Pupuk RI Tembus Eropa

4 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Hidrogen hijau dinilai bisa menjadi kunci bagi produk Indonesia seperti metal dan pupuk bisa menembus pasar Eropa.

Guru Besar Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada (UGM) Deendarlianto mengatakan Uni Eropa (UE) memberlakukan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).

CBAM adalah mekanisme penyesuaian karbon di perbatasan yang diterapkan UE untuk memastikan bahwa produk impor ke wilayah mereka mematuhi standar emisi karbon yang sama seperti produk buatan Eropa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemerintah UE tidak akan menerima metal, pupuk, dan juga produk yang lain jika produksi dari produk itu menggunakan energi fosil mulai dari hulu ke hilir," katanya dalam Indonesia Energy Transition Dialogue 2025 di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (8/10).

"Ini kan tantangan. Kalau pun mereka menerima, pajak karbonnya sangat tinggi. Dari sana saya lihat, untuk jangka pendek yang perlu dikembangkan green hydrogen adalah industri metal dan industri pupuk," sambungnya.

Deendarlianto mengatakan peta jalan hidrogen sebenarnya sudah ada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), di mana utilisasi hidrogen ditargetkan mencapai 328 megawatt (MW) pada 2030, lalu 9 gigawatt pada 2050, dan 52 gigawatt pada 2060.

"Dan melihat tren internasional market saat ini saya yakin green hydrogen menjadi solusi," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan tantangan pengembangan hidrogen hijau di Indonesia. Salah satunya, biaya yang masih mahal.

"Hari ini kalau kita ingin tangani krisis iklim, hidrogen harus menjadi solusi yang tidak bisa ditawar. Tapi sebagai sebuah solusi tentunya harus bisa dimanfaatkan, dan faktor terpenting ketika kita ingin memanfaatkan itu adalah seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan," katanya.

"Ini yang sekarang jadi tantangan terbesar di seluruh dunia," sambungnya.

Fabby mengatakan dari seluruh produksi hidrogen di seluruh dunia, produksi hidrogen hijau hanya menyumbang satu persen. Penyebabnya adalah biaya produksinya yang mahal.

Harga hidrogen hijau dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, harga listriknya yang berasal energi baru terbarukan (EBT). Kedua, perkembangan teknologi electrolyzer. Ketiga, terkait permintaan (demand).

"Demand ini yang akan menentukan pembangunan infrastrukturnya dan men-drive production. Infrastruktur termasuk transporting, untuk storage, itu ada biayanya juga. Kita bisa produksi hidrogen tapi kalau engga bisa dikirim ke pengguna itu akan sia-sia. Kombinasi dari ketiga faktor ini lah yang harusnya jadi prioritas semua negara," kata Fabby.

[Gambas:Video CNN]

(fby/pta)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial