Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, menuntutnya 7 tahun penjara, denda Rp 600 juta, dan subsider 6 bulan kurungan jika tidak membayar denda tersebut.
Tuntutan pidana itu terkait dua perkara utama: suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku ke Wahyu Setiawan, serta perintangan penyidikan terhadap kasus Harun Masiku.
Jaksa menilai Hasto terbukti menghalangi KPK, termasuk dengan memerintahkan Harun dan ajudannya menenggelamkan ponsel mereka ke dalam air saat OTT terhadap Wahyu pada Januari 2020.
Surat tuntutan tersebut sangat tebal, mencapai 1.300 halaman, namun jaksa hanya membacakan pokok-pokoknya agar proses persidangan lebih efisien.
Jaksa menyebut tuntutan ini bukan untuk balas dendam, melainkan tujuan pendidikan agar tindakan korupsi dan penghalangan tidak terulang.
Djarot Saiful Hidayat dan Ganjar Pranowo hadir mendukung Hasto Kristiyanto di sidang tuntutan.
Tim kuasa hukum Hasto, dipimpin oleh Ronny Talapessy, menolak keras tuntutan tersebut. Mereka menilai dakwaan penuh asumsi, tanpa fakta kuat, dan tidak menghormati asas due process.
Ronny juga menyebut tidak ada saksi yang melihat langsung Hasto menyerahkan uang atau memerintahkan merendam ponsel, dan tuduhan hanyalah “rangkaian cerita penyidik”.
Jaksa KPK menegaskan beberapa faktor pemberatan: Hasto tidak mengakui perbuatannya dan dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi, meski bersikap sopan selama sidang dan memiliki tanggungan keluarga sebagai hal yang meringankan.
Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan pledoi (nota pembelaan) oleh Hasto. Publik kini menanti bagaimana hakim akan menanggapi tuntutan berat ini dan apakah pembelaan akan mengubah arah kasus.