Jakarta, CNN Indonesia --
Tukang jasa sedot WC mengeluh karena sepi order beberapa waktu terakhir. Padahal, dulu bisnis ini sangat menjanjikan karena pasar yang besar, seperti rumah tangga dan perusahaan.
Sapri, supir truk sekaligus tukang sedot WC di kawasan DI Panjaitan, Cawang, Jakarta Timur misalnya.
Ia dan rekan-rekannya sesama penyedia jasa sedot WC banyak gigit jari karena sudah mulai ditinggal oleh para pelanggannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penghasilan yang ia dapat dari sedot WC kini makin berkurang karena banyak pelanggan yang kabur dan mencari jasa serupa, tetapi lebih murah. Masyarakat kini juga bisa melakukan berbagai macam cara untukmengatasi masalah mereka saat WC-nya mampet.
"Ya pasti ngaruh ke penghasilan, kalau per hari ima kali sedot, kalikan Rp600 ribu saja, itu sudah dapat Rp3 juta, itu belum yang di basement gedung-gedung atau rumah yang luas, biasanya bisa seharga jutaan, tapi sekarang, ya mau pasrah juga gimana," katanya seperti dikutip dari CNBCIndonesia.com.
Senada dengan Sapri, Ilham juga mengatakan kondisinya sudah lebih sulit dibandingkan dahulu. Pasalnya, kini banyak pekerjaan serupa dan harga yang ditawarkan lebih murah.
"Kalau dibandingkan dahulu, ya beda jauh sih, dulu bisa dapat jutaan, sekarang karena satu atau dua kali aja susah, boro-boro dapat jutaan rupiah, siang bolong gini aja masih belum ada orderan," ujar Ilham.
Sering Disalahkan Membuang Limbah Sembarangan
Tak hanya resah soal sepinya pelanggan, Sapri juga khawatir ada pihak tertentu yang melakukan pelaporan ketika ia sedang melakukan penyedotan. Padahal, Ia sudah melakukannya sesuai prosedur.
"Biasanya kalau kondisi seperti ini, terkadang kami anggap melakukan hal-hal yang sudah benar, tetapi dianggap salah, kemudian diviralkan. Contohnya buang hasil penyedotan ke saluran air atau sungai, alhasil, ya kami takut juga karena sekarang apa-apa gampang diviralkan, padahal kita sudah lakukan dengan benar dan sesuai prosedur," ungkap Sapri.
Sapri menambahkan jika hal tersebut terjadi, bukan mendapatkan untung dari jasa sedot WC, justru mengalami kerugian karena harus membayar ganti rugi kepada pejabat atau instansi terkait.
"Kadang kalau kegap, kitanya malah jadi boncos karena harus ganti rugi sebesar Rp5 juta. Akhirnya kami enggak mau ambil risiko, takut sekarang apa-apa diviralin," lanjutnya.
Kini, mereka terpaksa pada keadaan. Pasalnya, banyak pelanggan yang sudah tak lagi memakai jasa mereka karena dinilai terlalu mahal.
Untuk menggunakan jasa mereka, masyarakat harus membayar sekitar Rp500 ribu-Rp 600 ribu, bahkan bisa jutaan rupiah.
"Ya kalau mau nyalahkan keadaan, berarti melanggar kehendak Tuhan, ya kami cuma bisa pasrah sembari berharap ada solusi dari pemerintah atau pejabat terkait," ungkap Sapri.
Sapri berharap hal ini dapat segera berakhir dan kembali normal, agar bisa menghidupi keluarganya.
"Ya kalau kondisinya begini terus, mungkin lama-lama bisa nyerah, cuma ya jangan menyerah sih," terang Sapri.
(agt/dhf)