Berburu Caketum 'Donatur' PPP

1 day ago 22

Ilustrasi : Edi Wahyono

Senin, 2 Juni 2025

Sejak Desember 2024, elit Partai Persatuan Pembangunan atau PPP disebut mulai berkeliling melobi sejumlah nama supaya berkenan menahkodai PPP yang kini dianggap setengah karam karena gagal menuju Senayan. Hal itu dilakukan karena ada anggapan kondisi internal partai sudah out of stock.

Guna memulihkan posisi di Senayan, PPP disebut tak hanya membutuhkan sosok tokoh politik tetapi juga pemodal. “Naturalisasi’, seperti strategi Pak Erick (Ketua Umum PSSI Erick Thohir) di PSSI. Kalau sepak bola bisa, politik juga harus bisa,” ujar salah satu sumber detikX di internal PPP.

Tokoh pertama yang didekati adalah Sandiaga Uno. Sebagai tokoh publik sekaligus pengusaha, Sandi dikatakan memenuhi dua kriteria sekaligus. Sandi sempat disebut bersedia. Namun, karena PPP berniat merapat ke pemerintahan hari ini, maka restu politik dari Istana juga dianggap perlu. Setelah melakukan penantian, kode restu dari Istana untuk Sandi tak kunjung turun. Akhirnya Sandi disebut putar haluan.

Target kemudian bergeser ke Saifullah Yusuf atau Gus Ipul. Walaupun bukan sosok yang memiliki modal kekayaan sebesar Sandi Uno, ketokohannya di Nahdlatul Ulama, yang tercatat sebagai satu organisasi pendiri PPP, dianggap sebagai modal kultural dan politik yang cukup.

Mulanya Gus Ipul sempat bersedia. Ia disebut telah dipertemukan dengan 10 DPW PPP di berbagai daerah. Syaratnya cuma satu, sebagai menteri aktif, Saifullah merasa perlu mendapatkan izin dari Presiden Prabowo Subianto. Tapi hasilnya sama, lampu hijau dari Istana tak didapatkan.

Pencarian kemudian bergeser ke mantan jendral TNI. Salah satu nama yang didekati elit PPP adalah mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI (Purnawirawan) Dudung Abdurachman. Dari sekian nama, Dudung dianggap paling serius bersedia memimpin PPP. “Pak Dudung yang paling serius. Sudah ketemu 20 DPW, sudah kirim kartu lebaran ke seluruh DPC,” ucap salah satu sumber.

Dudung disebut mendekati elit-elit PPP di berbagai daerah tak hanya mengandalkan relasi sipil. Ia memanfaatkan jejaring militernya untuk sowan kepada para tokoh PPP. Namun, selepas Lebaran 2024, Dudung tiba-tiba membatalkan langkahnya. Ia mengaku mendapat perintah agar tidak terjun ke partai politik untuk saat ini.

“Kalau sinyalnya sampai bisa menghentikan Dudung, jenderal bintang empat, ya jelas dari atas (presiden),” ujarnya.

Setelahnya tokoh yang didekati adalah Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Amran dipandang ideal karena sebagai sosok pengusaha tambang dengan kekayaan melimpah, sekaligus tokoh publik yang sedang mencuat.

Jenderal TNI (Purnawirawan) Dudung Abdurachman sedang menikmati bakso di warung bakso miliknya di Cimahi, Jawa Barat
Foto: Whisnu Pradana/detikcom 

Tokoh-tokoh PPP disebut sudah berulang kali bertemu dengan Amran, termasuk pertemuan di Makassar di salah satu resort pribadi miliknya. Mulanya, Amran disebut ragu dan enggan mengambil alih PPP. Setelah beberapa waktu, Amran disebut mulai tertarik. Namun, seperti nama-nama sebelumnya, Amran masih menunggu restu dari Istana.

“Pak Mar (Mardiono, pelaksana tugas Ketua Umum PPP) sudah beberapa kali bertemu Pak Amran. Bahkan mengumpulkan 14 DPW di guest house pribadi Pak Amran di Makassar, pasca Lebaran,” ungkapnya.

Sumber lain di internal PPP juga membenarkan adanya pertemuan Plt Ketum PPP Mardiono dan politikus senior PPP Amir Uskara dengan Amran. “Ada lagi (pertemuan) yang tertutup. yang terbuka kan di Makassar. Itu dua kali mungkin beliau (Mardiono dan Amir Uskara) sudah ketemu dengan Pak Amran tertutup. Pas puasa sama setelah Lebaran," ungkap sumber tersebut.

Sementara itu, Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Romahurmuziy membenarkan adanya pendekatan ke sejumlah tokoh di atas untuk dijadikan ketua umum PPP. Menurut Rommy, pimpinan PPP dari kalangan kader internal sudah terbukti gagal mempertahankan posisi partainya di Senayan. Padahal PPP dianggap masih memiliki basis massa yang memadai.

“Padahal, secara perolehan suara DPRD kabupaten/kota kami masih 8,3 juta atau setara 35 kursi nasional. Jauh di atas suara DPR RI yang hanya 5,8 juta,” ujarnya kepada detikX.

Bagi Rommy, sapaannya, angka ini adalah sinyal bahwa PPP masih punya basis elektoral yang kuat. Namun, modal basis massa tradisional dianggap tak cukup untuk kembali ke Senayan. Baginya, satu-satunya jalan menuju Senayan adalah dengan menggaet tokoh besar yang memiliki kekayaan memadai. Sehingga diharapkan dapat memodali gerak partai ke depan. “Konsep saya memang mencari tokoh yang sekaligus tauke,” ungkapnya.

Menurut Rommy, Amran seorang pengusaha sukses dinilai punya bekal finansial dan jaringan cukup untuk menopang misi politik tersebut. “Beliau adalah kerabat Haji Isam, dan itu kebetulan baik. Tapi yang terjadi di PPP bukanlah upaya Haji Isam mengakuisisi partai melalui kerabatnya. Haji Isam tidak butuh itu. Ini murni ‘tumbu golek tutup,” ucapnya.

Rommy menegaskan, pada Ramadan lalu ia mengajak sejumlah pimpinan senior DPP PPP, termasuk Sekjen Arwani Thomafi, bertemu dengan Amran. Ia juga mengatakan Mardiono pun juga sudah beberapa kali bertemu dengan Amran. ”Pasca Lebaran, sejumlah DPW pun dikumpulkan oleh Mardiono di Pantai Gapura, guest house pribadi milik Amran di Makassar," ucap Rommy.

Terkait nama Amran, Rommy mengaku sempat mendiskusikannya dengan mantan presiden Joko Widodo. Dalam pertemuan yang dilaksanakan di daerah Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, itu, Jokowi mengatakan Amran adalah pilihan tepat untuk PPP karena memiliki kekuatan finansial yang besar. “Saya memang menyampaikan sejumlah nama, dan menurut beliau (Jokowi), Pak Amran adalah yang paling sesuai dengan kebutuhan PPP di 2029," ungkapnya.

Di sisi lain, Juru Bicara PPP Usman Tokan mengatakan para kader partainya berbeda pendapat terkait adanya calon ketua umum dari kalangan luar partai. Sebagian mendukung, dan sebagian yang lain melakukan penolakan terhadap wacana ‘naturalisasi’ tersebut. Para kader menilai sosok di luar partai tak layak jadi ketua umum karena tak memiliki sumbangsih pada partai saat pemilu lalu.

“Ada sebagian yang senang, ada yang juga kurang setuju. Karena satu, bahwa selama ini tidak pernah ada ketua umum yang dari luar. Dari setiap muktamar ke muktamar. Kedua, ada pernyataan bahwa kalau (caketum) eksternal, selama pemilu kemarin berdarah-darah mereka berada di posisi mana?” pungkasnya.

Adapun Wakil Ketua Umum PPP Rusli Effendi mengatakan, pertemuan antara Mardiono dan Amran dapat dipahami dalam konteks komunikasi politik biasa. Namun ia menepis anggapan pertemuan itu sudah mengarah pada kesepakatan politik yang mengikat. “Tapi komunikasi politik atau silaturahmi itu benar, itu juga ada,” kata Rusli saat dihubungi detikX pekan lalu.

Bagi Rusli, jika memang ada tokoh sekelas Amran yang ingin bergabung ke PPP, tentu disambut baik. “Siapa yang menolak kalau ada orang mau gabung ke PPP? Apalagi dia tokoh yang punya pengaruh, kapasitas, menteri. Kita butuh anggota baru,” tuturnya.

Tapi, ia kembali menegaskan, ini bukan soal penolakan terhadap Amran atau tokoh mana pun, melainkan soal mekanisme partai. “Kan ada mekanisme organisasi. Apalagi Mukernas yang lalu juga kita sepakati bahwa Muktamar berdasarkan AD/ART yang ada sekarang. Itu tegas keputusannya.”

Rusli menyayangkan jika bergabungnya tokoh luar dimaknai sebagai jalan pintas untuk menjadi pemimpin partai. Ia mengingatkan bahwa PPP adalah partai kader. “Nggak buru-buru juga orang masuk ke Gerindra langsung jadi ketua umum ganti Prabowo, atau ke Golkar, ke PDIP, terus langsung jadi pemimpin. Kan nggak begitu juga,” ucapnya.

Ia juga menanggapi komentar Romahurmuziy yang menyatakan perlunya figur dan logistik dalam memenangkan pemilu. Bagi Rusli, kenyataan di lapangan lebih kompleks. Ia menyitir sejumlah tokoh nasional dengan reputasi besar dan dukungan finansial yang ternyata tetap gagal membawa partainya melampaui ambang parlemen.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman
Foto: Eva Savitri/detikcom

“Maaf, Pak Prof. Amien Rais, pernah jadi ketua partai, tapi hasilnya bagaimana? Lalu alatnya duit semata? Perindo punya duit, tapi nggak lulus juga. Yusril, kurang apa beliau? Akademisi, politisi, ulama, birokrat. Tapi partainya tidak juga bisa selamat dari 4 persen.”

Justru, ia menilai, ada pelajaran penting dari partai seperti PKS. “Mereka tidak mengusung tokoh besar, tapi punya sistem. Mekanisme partai mereka jalan. Kadang publik nggak tahu siapa ketum-nya, tapi organisasi jalan terus,” ucap Rusli.

Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mengatakan PPP sedang menerapkan ‘kontes kecantikan’ untuk menemukan ketum yang sesuai. “Menurut saya, itu bagian dari beauty contest yang sedang diuji coba oleh elite-elite PPP,” ujar Adi Prayitno kepada detikX pekan lalu.

Menurutnya, langkah itu mencerminkan proses seleksi tokoh potensial yang dinilai mampu membawa PPP lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2029. Dalam pandangan Adi, kemunculan nama-nama dari luar partai bukan tanpa alasan. Mereka adalah figur yang dianggap memiliki kemampuan manajerial, kompetensi politik, dan jejaring kuat. “Tujuannya cuma satu: mengantarkan kembali PPP ke Senayan,” katanya.

Namun, menurutnya, wacana itu tersandung masalah serius di internal. Tidak semua faksi dalam PPP menerima ide ketua umum dari luar. “Karena menurut mereka, ada AD/ART yang tidak bisa dilanggar. Itu yang membuat usulan eksternal saat ini masih sebatas isu.”

Adi menyebut bahwa manuver elite PPP, seperti Romahurmuziy dan Ade Irfan Pulungan, lebih sebagai uji respons. “Bagi saya ini bukan hanya tes ombak, tapi juga untuk melihat bagaimana reaksi internal PPP,” katanya.

“Dan terbukti, reaksinya macam-macam. Ada yang pro seperti Ade Irfan yang bahkan menyebut nama Jokowi, tapi ada juga yang menolak keras karena dianggap melanggar kaderisasi.”

Menurut Adi, munculnya nama-nama dari luar mencerminkan adanya krisis kepercayaan terhadap tokoh-tokoh internal PPP sendiri. Lebih jauh, ia menilai kalkulasi realistis menjadi dasar kuat mengapa nama-nama eksternal dibawa ke meja diskusi.

“PPP tahu betul, 2029 itu harga mati. Tidak boleh tidak lolos lagi. Dan Romy serta Ade Irfan tidak mau gambling dengan figur internal yang mungkin kurang diyakini,” tuturnya. Ia menyebut, langkah menjajaki tokoh eksternal bukan hanya upaya penyegaran, melainkan refleksi dari keterbatasan sumber daya manusia politik di tubuh PPP.

Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

[Widget:Baca Juga]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial