Yusril Minta Ucapan soal MoU Helsinki di Sengketa 4 Pulau Tak Disalahpahami

7 hours ago 3

Jakarta -

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra buka suara setelah pernyataannya yang membicarakan kedudukan MoU Helsinki terkait empat pulau yang sempat menjadi sengketa Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) jadi sorotan. Yusril mengimbau masyarakat Aceh agar tidak salah paham dengan pernyataannya.

"Tidak seorang pun di negara ini yang menafikan peranan MoU Helsinki sebagai titik tolak penyelesaian masalah Aceh antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah RI," kata Yusril dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat Indonesia di Sydney, Australia, Kamis (19/6/2025).

Yusril mengatakan dia menjabat Mensesneg ketika perundingan Helsinki berlangsung. Ia mengaku terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam diskusi internal pemerintah RI dengan tim perunding dalam menyepakati MoU, termasuk pula menindaklanjuti hasil MoU itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebab, saya juga bersama Mendagri Alm Mohammad Ma'ruf yang ditugasi Presiden membahas RUU Pemerintahan Aceh dengan DPR sampai selesai," ujarnya.

Yusril menegaskan dia memahami bahwa semangat dari MoU Helsinki merupakan titik tolak dalam menyelesaikan persoalan antara pemerintah pusat dan Aceh. Namun, lanjut Yusril, dalam konteks penyelesaian status empat pulau antara Aceh dan Sumut, rujukannya tidak bisa secara langsung kepada MoU Helsinki dan UU No 24 Tahun 1956.

"MoU Helsinki menegaskan bahwa wilayah Aceh mengacu kepada UU No 24 Tahun 1956, tetapi UU No 24 Tahun 1956 itu hanya menyebutkan kabupaten-kabupaten mana saja yang masuk wilayah Provinsi Aceh. Sementara status empat pulau, sepatah kata pun tidak disebutkan dalam undang-undang tersebut," ujar Yusril.

Yusril menjelaskan bahwa penentuan batas daerah provinsi, kabupaten, dan kota harus mengacu kepada ketentuan yang lebih mutakhir, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan UU No 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. "UU ini menegaskan bahwa batas daerah diputuskan dalam Peraturan Mendagri. Itu kalau UU tentang pembentukan provinsi, kabupaten dan kota yang baru tidak menentukan secara jelas batas-batas koordinat daerah yang dimekarkan itu. Itu inti penjelasan saya," tegasnya.

Dengan demikian, Yusril menyatakan keheranannya atas adanya pihak-pihak yang menuduh dirinya tidak menghargai MoU Helsinki dan bahkan melontarkan kecaman-kecaman. "Saya sangat heran ada sementara pihak yang menuduh diri saya tidak menghargai MoU Helsinki dan berbagai kecaman lainnya," imbuhnya.

Terkait keputusan Presiden Prabowo Subianto, Yusril menjelaskan bahwa keputusan tersebut mengacu pada dokumen kesepakatan antara Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumut Raja Inal Siregar pada 1992 yang dibuat atas arahan Presiden Soeharto dan Mendagri Rudini waktu itu.

"Tahun 1992 itu belum ada MoU Helsinki. Seperti saya katakan tadi, MoU itu rujukan kita bersama, spirit bersama, dalam menyelesaikan masalah apa pun antara Pemerintah Pusat dengan Aceh. Rujukan detailnya bisa mengacu kepada rujukan lain seperti Kesepakatan Tahun 1992 tersebut," tegasnya lagi.

Yusril mengatakan komitmennya membantu masyarakat Aceh tidak pernah berubah sejak gurunya Prof Osman Raliby memperkenalkan dirinya dengan Tengku Muhammad Daoed Beureueh tahun 1978. Saya juga yang mengusulkan nama Nanggroe Aceh Darussalam dan keberadaan Qanun Aceh untuk mengimplementasikan syariat Islam di Aceh sebelum MoU Helsinki.

"Saya kualat dengan Tengku Daoed Beureueh dan Prof Osman Raliby kalau sampai saya tidak membantu masyarakat Aceh," katanya.

(fca/dhn)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial