Jakarta -
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali meningkat tajam menyusul insiden bentrokan mematikan di wilayah perbatasan yang disengketakan. Kamboja mengancam akan menghentikan impor hasil pertanian dari Thailand jika negara tetangganya itu tidak mencabut pengetatan di perbatasan antar kedua wilayah.
Ancaman tersebut menjadi bagian dari eskalasi diplomatik terbaru dalam sengketa yang telah lama membayangi hubungan kedua negara, terutama setelah konfrontasi bersenjata pada 28 Mei 2025 yang menewaskan seorang tentara Kamboja. Insiden terjadi di sebuah "zona netral" yang diklaim oleh kedua pihak, dan masing-masing negara saling menyalahkan atas terjadinya bentrokan tersebut.
Menurut laporan Reuters, Thailand merespons dengan memblokade sejumlah pos lintas batas dan mengancam akan memutus pasokan listrik ke Kamboja. Sebagai balasan, Kamboja mengumumkan penghentian impor listrik, bandwidth internet, dan produk-produk asal Thailand, serta memerintahkan stasiun televisi lokal untuk tidak lagi menayangkan film-film Thailand.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden Senat sekaligus mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, dalam pidato yang disiarkan televisi pada Senin (16/06), menyatakan bahwa larangan impor buah dan sayur dari Thailand akan mulai berlaku jika pembatasan akses di perbatasan tidak dicabut pada Selasa (17/06).
Sementara itu, Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, menyatakan bahwa langkah pembatasan yang dilakukan negaranya semata-mata demi keamanan. "Pembatasan di wilayah perbatasan oleh Thailand dilakukan demi alasan keamanan warga kedua negara," ujarnya, seraya merujuk pada peningkatan jumlah pasukan militer di kawasan tersebut. Ia juga memperingatkan bahwa "komunikasi yang tidak profesional, yang disampaikan di luar mekanisme bilateral, hanya akan merugikan kedua belah pihak."
Di tengah meningkatnya eskalasi, pejabat dari kedua negara menggelar pertemuan selama akhir pekan lalu di Phnom Penh untuk membahas klaim batas wilayah yang menjadi pemicu ketegangan. Namun seperti dilaporkan AP, meskipun suasana pertemuan diklaim berlangsung baik, "tidak ada terobosan besar" yang tercapai dalam menyelesaikan perselisihan saat ini.
Kamboja bawa masalah sengketa wilayah ke ICJ
Kamboja secara resmi mengajukan permintaan kepada Mahkamah Internasional (ICJ) pada Minggu (15/06) untuk menyelesaikan sengketa perbatasan dengan Thailand. Permintaan itu mencakup empat wilayah yang disengketakan, termasuk lokasi bentrokan mematikan bulan lalu serta tiga kompleks kuil kuno bersejarah.
Presiden Senat Kamboja, Hun Sen, mengatakan bahwa langkah hukum ini ditempuh karena negaranya menginginkan solusi damai. "Hanya pencuri yang takut pada pengadilan," ujarnya, menegaskan bahwa Thailand menolak menyepakati penyelesaian bersama untuk sengketa yang telah berlangsung lama. Ia juga menambahkan, "Kamboja perlu membawa kasus ini ke ICJ karena kita tidak pernah mencapai kata sepakat dalam empat wilayah tersebut."
Menurut Hun Sen, Kamboja telah berulang kali mengajak Thailand untuk bersama-sama membawa kasus ini ke pengadilan internasional, namun tidak mendapat respons. Hingga kini, Kementerian Luar Negeri Thailand belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait langkah tersebut.
Dalam pidato yang sama, Hun Sen menyerukan agar puluhan ribu migran Kamboja yang bekerja di Thailand segera pulang, dengan alasan meningkatnya risiko diskriminasi di tengah memburuknya hubungan kedua negara. "Kita harus pulang, dan ini waktu yang tepat. Sengketa perbatasan tidak akan berakhir dengan mudah, jadi penghinaan bisa terjadi sewaktu-waktu—dan kali ini lebih serius," katanya seperti dikutip AFP.
Akar sengketa berasal dari era kolonial
Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah berlangsung sejak era kolonial Prancis, ketika garis batas sepanjang 800 kilometer di kawasan Indocina belum sepenuhnya disepakati. Perselisihan atas empat wilayah strategis yang kini disengketakan bermula pada awal abad ke-20 dan terus berlanjut hingga kini.
Kamboja sebelumnya telah beberapa kali meminta campur tangan Mahkamah Internasional (ICJ). Pada 1962, pengadilan memutuskan bahwa kuil Preah Vihear yang menjadi sengketa saat itu adalah milik Kamboja. Kemudian pada 2013, ICJ kembali menguatkan putusannya dengan menyerahkan wilayah sekitar kuil tersebut kepada Kamboja.
Namun, Thailand menolak putusan tersebut dan memilih menyelesaikan masalah perbatasan melalui mekanisme bilateral. Penolakan ini turut memperpanjang ketegangan antara kedua negara.
Menurut laporan AFP, konflik yang dipicu oleh sengketa ini telah menyebabkan sedikitnya 28 orang tewas sejak 2008, sebagian besar akibat bentrokan militer di zona sengketa.
(Sumber: AP, AFP, dan Reuters)
Diadaptasi dari artikel berbahasa Inggris
Diadaptasi oleh Tezar Aditya
Editor: Rahka Susanto
Lihat juga Video: Tokoh Oposisi Kamboja Ditembak Mati oleh Pembunuh Bayaran di Thailand
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini