Sederet PR Besar Mesti Dibereskan Jika Mau Ciptakan 19 Juta Lapangan Kerja

1 day ago 6

Jakarta -

Pemerintah memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) jika ingin meciptakan 19 juta lapangan pekerjaan baru. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan PR yang perlu dilakukan pemerintah, pertama, meningkatkan investasi di dunia pendidikan.

Menurutnya dari pendidikan, kualitas dari sumber daya manusia di Indonesia akan meningkat. Karena saat ini struktur pendidikan tenaga kerja Indonesia didominasi dengan pendidikan yang rendah. Pendidikan yang mumpuni ini diyakini dapat mengikuti kebutuhan tenaga kerja di era digitalisasi saat ini

"Nah, ini kan eranya digitalisasi gitu ya, eranya AI ya, tentu saja ada pekerjaan-pekerjaan yang muncul baru, tetapi banyak pekerjaan yang hilang gitu, sebelumnya kita bayar tol kan ada orang, sekarang sudah nggak, dengan tab. Mungkin next nggak pakai tab, tetapi tinggal jalan saja tanpa kartu. Jadi di era digitalisasi ini membuat kita harus meng-upgrade kualitas dari tenaga kerja kita," kata dia kepada detikcom, Jumat (6/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, jika ingin menciptakan 19 juta lapangan kerja, harusnya pemerintah banyak insentif untuk meningkatkan investasi dalam negeri. Menurut Esther, insentif yang diberikan pemerintah saat ini hanya sekedar mengutamakan konsumsi.

"Lihat aja kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ya di mana kan kalau mau wujudkan penciptaan lapangan pekerjaan 19 juta, yang pertama adalah upgrade kualitas tingkat pendidikan. Nah sekarang anggaran pendidikan itu berkurang, terus lebih banyak direlokasi anggaran ke yang lain MBG (Makan Bergizi Gratis), Koperasi Merah Putih, tidak ada upgrade skill dari sana. Nah harusnya kan selain akses pendidikan diperluas," jelasnya.

Sementara, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, 19 juta lapangan pekerjaan baru sulit untuk tercapai dalam jangka lima tahun.

Jika terkait dengan janji Gibran, sektor ekonomi hijau menyerap 19 juta lapangan pekerjaan itu dapat tercapai dalam jangka waktu 10 tahun.

"Data Celios, pengembangan ekonomi hijau dapat menyerap 19,4 juta tenaga kerja dalam 10 tahun. Itu sudah sangat optimal. Namun demikian, nampaknya keinginan pemerintah untuk mengoptimalkan ekonomi hijau masih sangat jauh dari kenyataan," kata dia.

Selain itu, Indonesia juga terkendala dengan pertumbuhan ekonomi yang menurutnya tidak optimal kepada tenaga kerjanya. Menurut dia, sebelumnya setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1%, diiringi dengan penambahan tenaga kerja sebanyak 400 ribu orang.

"Saat ini 1% ekonomi hanya menyerap 100 ribuan tenaga kerja saja. Investasi sebagai salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi, tidak mampu menghadirkan tenaga kerja yang signifikan. Investasi yang masuk tidak mampu meningkatkan kinerja manufaktur Indonesia. Akibatnya, kita terjadi deindustrialisasi dini," jelas Nailul.

Sebagai informasi, Gibran pernah menjanjikan 19 juta lapangan kerja untuk generasi muda dan kaum perempuan. Hal itu dikatakan dalam acara Debat Pilpres keempat di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2024).

Ia mengatakan, sebanyak 5 juta di antaranya berasal dari sektor green jobs. Misalnya adalah lapangan kerja di sektor kelestarian lingkungan. Oleh karena itu ia menilai agenda hilirisasi perlu dikawal untuk mewujudkan hal itu.

"Jika agenda hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi energi hijau, ekonomi kreatif, UMKM bisa kita kawal insyaallah akan terbuka 19 juta lapangan kerja untuk generasi muda dan kaum perempuan," ujarnya.

"5 juta di antaranya adalah green jobs ini adalah peluang kerja di bidang kelestarian lingkungan, ini adalah tren peluang kerja masa kini dan masa depan," lanjutnya.

(ada/hns)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial