Review Film: Avatar - Fire and Ash

2 hours ago 1

img-title Endro Priherdityo

Bila James Cameron makin mind blowing soal visual dan skala produksi di Avatar: Fire and Ash, bagian cerita agaknya ia sedikit kedodoran.

Jakarta, CNN Indonesia --

Rasanya tak perlu sampai 2031 untuk menebak akan seperti apa Avatar 5 yang disiapkan James Cameron. Avatar: Fire and Ash yang jadi saga ketiga serial film pendapatan miliaran dolar ini sudah menggambarkan pola khas ceritanya.

Avatar 3 ini tak punya banyak perubahan sebenarnya dari dua film sebelumnya, Avatar (2009) dan Avatar: The Way of Water (2022), selain tingkat intensitas dan kompleksitas cerita serta resolusi gambar yang disiapkan James Cameron.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya mau agak berbeda dari biasanya, mari kita bahas dari resolusi gambar terlebih dahulu.

Resolusi gambar mungkin jadi pertanyaan pertama yang terlintas dalam benak saya saat perjalanan tiga jam 17 menit ini dimulai: standar James Cameron ini mau menyaingi AI atau apa?

Tampilan gambar Avatar: Fire and Ash jelas lebih tajam dan lebih rumit dari segi komposisi warna. Bila di Avatar 2 nyaris membuat pupil saya menjadi biru gegara didominasi dunia perairan, kali ini ada warna tambahan sedikit, terima kasih kepada suku barbar Mangkwan yang gemar main api.

Namun tetap saja, James Cameron menerapkan standar resolusi gambar yang bagi saya mind blowing. Tak heran dirinya sampai harus menyurati bioskop untuk mengatur setelan proyektor supaya filmnya bisa lancar.

 Fire and AshReview film Avatar: Fire and Ash:Tampilan gambar Avatar: Fire and Ash jelas lebih tajam dan lebih rumit dari segi komposisi warna. (dok. 20th Century Studios/Lightstorm Entertainment via IMDb)

Dan benar saja, saya menemukan ada beberapa laporan netizen di media sosial yang menemukan film Avatar 3 ngadat saat diputar dan ditayangkan ke layar lebar. Komputer di Indonesia mungkin terlalu disket untuk teknologi berskala AirDrop.

Meski begitu, saya mengapresiasi tuntutan mind blowing dari James Cameron ini. Ini membuktikan bahwa dia memang sineas yang mengutamakan cinematic experience standar tinggi, dan tentu hanya bisa dirasakan di bioskop, bukan secara streaming.

Maka saya tidak heran ini pula mungkin yang menyebabkan Avatar 3 butuh dua tahun dirilis setelah Avatar 2, padahal syutingnya berbarengan.

Saya angkat topi untuk seluruh tim visual efek, editing, produksi, animator, hingga yang mengurus bagian post-pro dan rendering. Saya salut atas kesabaran dan keuletan luar biasa kalian dalam mengerjakan proyek ini serta menghadapi standar James Cameron. Terima kasih, kalian luar biasa!

Nah, bila James Cameron makin mind blowing soal visual dan skala produksi, bagian cerita agaknya ia sedikit kedodoran.

Secara umum, tak banyak perbedaan berarti dari penggarapan cerita yang dilakukan Cameron untuk Avatar: Fire and Ash, selain menambahkan karakter serta sedikit-sedikit memberikan narasi monolog batin.

Dua improvisasi Cameron ini sebenarnya mungkin bertujuan untuk membuat sedikit perbedaan dan penyegaran dari Avatar: The Way of Water. Wajar, karena Avatar 3 ini benar-benar kelanjutan langsung, tanpa embel-embel perkenalan yang sangat menjemukan seperti pada Avatar 2.

Namun bagi saya pribadi, penambahan karakter dalam Avatar 3 tanpa banyak membuang karakter lama, menambah kerumitan semesta Avatar di ingatan penonton. Bukan tidak mungkin Avatar menjadi film kolosal dengan daftar karakternya adalah seisi Pandora.

Bayangkan saja, penonton masih perlu menunggu tiga tahun lagi untuk melihat kelanjutan Avatar: Fire and Ash dengan gabungan karakter gabungan Avatar 1-3, serta tambahan kloter baru dari film ke-empat. Sungguh sangat kolosal, bukan?

 Fire and Ash tayang di bioskop pada 19 Desember 2025.Review film Avatar Fire and Ash: karakter dalam Avatar 3 tanpa banyak membuang karakter lama, menambah kerumitan semesta Avatar di ingatan penonton. (dok. 20th Century Studios/TSG Entertainment/Lightstorm Entertainment via IMDb)

Improvisasi lain yang dilakukan Cameron dalam film ini adalah menggunakan internal monologue, yang mana bagi saya terasa agak ganjil. Mengapa? Karena yang melakukan monolog bukan karakter utama yang diikuti sejak awal saga ini dimulai.

Mungkin Cameron memiliki maksud khusus dengan hal tersebut, dan sudah semestinya. Saya cuma berharap improvisasi ganjil ini akan berbuah hal yang bermakna di serial Avatar di masa depan.

Terlepas dari dua improvisasi tersebut, James Cameron masih menghasilkan intensitas konflik yang mantap setelah perjalanan menempuh durasi yang panjang. Bahkan saya lebih menyukai pertarungan dalam film ini dibanding dengan The Way of Water. Lebih brutal, lebih barbar, dan lebih badass.

Saya sebenarnya tidak yakin Cameron akan mengubah cerita Avatar 4 hanya karena improvisasinya dalam Avatar: Fire and Ash dipertanyakan. Namun saya masih berharap --mumpung syutingnya belum dimulai-- bahwa cerita yang sudah ia tulis tersebut menyimpan kejutan yang jauh lebih menyenangkan dibanding dua film terakhir.

Hal itu karena rasanya di tengah dunia dan waktu yang berjalan semakin cepat, menyaksikan kelanjutan cerita dengan pola yang sama dan narasi yang tak jauh berbeda selama tiga jam lebih, apalagi membayar dengan jumlah yang tak sedikit, rasanya tidaklah setimpal.

Suka tidak suka, James Cameron dan serial Avatar akan menghadapi teror yang lebih menyeramkan selain daripada serangan RDA ke Pandora atau AI menyerbu industri film, ketika masyarakat lebih memilih menunggu karyanya tayang di layanan streaming dengan alasan fleksibilitas serta ekonomi dibanding merasakan cinematic experience di layar lebar.

[Gambas:Youtube]

(end)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial