Pakar Sebut Kekhawatiran SPBU Swasta soal Campuran Etanol Tak Berdasar

2 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Tri Yuswidjajanto menilai kekhawatiran operator SPBU swasta terhadap kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin terhadap base fuel Pertamina tidak berdasar.

Tri Yuswidjajanto menjelaskan penggunaan etanol dalam BBM bukan hal baru di tingkat internasional. Bahkan di dunia, kandungan etanol kerap lebih tinggi dari Pertamina sebesar 3,5 persen.

"Di Amerika pun menjual bensin yang dicampur etanol sebanyak 10 persen, dan di sana baik-baik saja, atau tidak ada masalah dengan mesin kendaraan. Bahkan, di Brasil itu kadar etanolnya sampai 85 persen, dan Australia juga sudah pakai," ujar Tri dalam keterangannya mengutip Antara, Selasa (7/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia juga meyakini kandungan etanol dalam BBM dasar tidak berpengaruh terhadap mesin maupun performa kendaraan. Bahan bakar pun diklaim tak akan lebih boros.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi, kalau kandungan etanolnya hanya 3,5 persen, energi yang turun hanya sekitar 1 persen. Artinya, daya mesin hanya berkurang sekitar 1 persen, dan itu tidak akan terasa, yakni dikonsumsi bahan bakar tidak akan lebih boros, di tarikan atau performa kendaraan tetap enak saja, dan enggak akan terasa karena secara internasional, penurunan daya baru terasa kalau sudah mencapai 2 persen," ucap dia.

"Jadi, kalau cuma 1 persen, tidak akan berpengaruh ke konsumsi bahan bakar maupun tarikan kendaraan," kata Tri lagi.

Oleh sebab itu dia memandang penolakan SPBU swasta terhadap BBM dasar Pertamina terasa berlebihan.

"Saya melihat ini lebih ke isu yang digunakan untuk menekan pemerintah agar mengeluarkan lagi kuota impor mereka," imbuhnya.

Sementara itu dosen program studi Rekayasa Minyak dan Gas Institut Teknologi Sumatera (Itera) Muhammad Rifqi Dwi Septian memandang kekhawatiran penggunaan etanol terhadap kerusakan mesin kendaraan merupakan hal berlebihan.

"Kalau produksinya sesuai standar dan sistem penyimpanannya baik, risikonya sangat kecil. Apalagi kendaraan modern sekarang sudah kompatibel dengan bahan bakar campuran etanol," kata Rifqi.

Ia mengatakan penggunaan etanol dalam BBM dasar justru membawa dampak positif bagi kualitas udara.

"Etanol memiliki kandungan oksigen yang tinggi, sehingga pembakarannya lebih sempurna. Itu membuat kadar karbon monoksida dan hidrokarbon tidak terbakar bisa berkurang. Artinya, lebih ramah lingkungan," ujar Rifqi.

Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar sebelumnya mengungkapkan, SPBU swasta dinyatakan batal membeli BBM dasar dari Pertamina karena ada kandungan etanol.

Sementara Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi pada (6/10) mengatakan mobil-mobil di Indonesia sudah kompatibel dengan kandungan etanol dalam BBM hingga 20 persen.

Namun, dia mengatakan Indonesia masih menganut campuran etanol hingga sebesar 5 persen karena mempertimbangkan ketersediaan bahan baku etanol di dalam negeri, seperti jagung dan tebu. Selain itu, Eniya mengatakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tidak mau mengimpor bahan baku etanol sehingga kandungan dalam BBM bensin di Indonesia belum mencapai 20 persen.

Meski klaim pemerintah kendaraan mampu menenggak bensin campuran etanol hingga 20 persen tanpa perlu penyesuaian mesin, tapi tidak menurut produsen otomotif.

Sejumlah produsen pernah menyebutkan bila sebagian model mobil mereka telah disesuaikan agar bisa memakai bensin etanol, asalkan dengan toleransi campuran maksimal 5 persen sampai 10 persen.

Misalnya Toyota hanya sampai 5 persen, sementara Suzuki, Daihatsu, Mitsubishi, bahkan Mercedes-Benz, toleransi campuran hanya sampai 10 persen.

(ryh/mik)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial