Jakarta -
Olahraga padel kini tengah menjadi tren di kalangan masyarakat urban. Tingginya minat menyebabkan antrean penyewaan lapangan kian panjang, bahkan dengan biaya sewa yang cukup tinggi. Namun, belakangan ini muncul pertanyaan dari masyarakat soal adanya pemungutan pajak hiburan dalam olahraga padel.
Menjawab hal itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Lusiana Herawati, menyampaikan prinsip utama dalam pemungutan pajak adalah keadilan dan transparansi. Seluruh penerimaan pajak akan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.
"Tidak perlu khawatir. Tetaplah berolahraga demi kesehatan, dan mari bergotong royong membayar pajak untuk kebaikan bersama," ujar Lusiana dalam keterangan tertulis, Jumat (4/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lusiana juga mengingatkan kembali kutipan bijak dari seorang hakim Amerika, Oliver Wendell Holmes Jr yang berisi 'Saya senang membayar pajak, karena dengan itu, saya turut membiayai peradaban.'
Sebenarnya, pemungutan pajak atas olahraga padel bukan menjadi hal baru. Pajak atas kegiatan hiburan sudah diberlakukan sejak lama melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997. Pajak daerah, termasuk pajak hiburan, merupakan bentuk kontribusi warga negara dalam membiayai pembangunan dan pelayanan publik.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hiburan mencakup segala bentuk tontonan, pertunjukan, permainan, dan keramaian yang dikenakan biaya. Objek pajaknya antara lain pertunjukan seni, film, musik, diskotek, permainan biliar, pusat kebugaran, hingga pertandingan olahraga.
Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2010 yang telah diperbarui melalui Perda Nomor 3 Tahun 2015, bahkan secara tegas menyebutkan olahraga seperti renang, tenis, squash, dan futsal sebagai objek pajak hiburan. Dengan kata lain, pemajakan terhadap olahraga permainan telah berlangsung cukup lama dan berjalan tanpa polemik.
Perubahan kemudian hadir melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Regulasi ini memperkenalkan klasifikasi baru dalam perpajakan daerah, yakni Pajak atas Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Salah satu objek PBJT adalah jasa kesenian dan hiburan, termasuk olahraga permainan yang dilakukan di ruang atau tempat khusus dan menggunakan peralatan tertentu.
Olahraga permainan seperti padel tidak dikategorikan sebagai hiburan mewah, sehingga tarif pajaknya ditetapkan sebesar 10%, lebih rendah dibanding Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mencapai 11%. Tarif tinggi hingga 75% hanya berlaku untuk hiburan mewah yang bersifat eksklusif dan perlu dikendalikan konsumsinya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan ketentuan lebih lanjut melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024. Regulasi ini menegaskan bahwa persewaan ruang dan alat olahraga, seperti tempat kebugaran, lapangan futsal, lapangan tenis, hingga kolam renang, merupakan objek PBJT. Ketentuan teknis mengenai jenis-jenis olahraga permainan yang dikenai pajak kemudian diperjelas dalam Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025.
Dalam keputusan tersebut, jenis olahraga permainan yang menjadi objek pajak meliputi pusat kebugaran (yoga, pilates, zumba), lapangan berbagai cabang olahraga, tempat panjat tebing, sasana tinju, atletik, jetski, serta termasuk lapangan padel.
Hingga pertengahan 2025, sudah terdapat tujuh lapangan padel yang resmi terdaftar sebagai wajib pajak PBJT di Jakarta. Pengenaan pajak ini dilakukan demi keadilan, karena jenis olahraga permainan lainnya telah lama dikenakan pajak hiburan.
(anl/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini