Mandalika dan Denyut Kehidupan di NTB untuk Dunia

5 hours ago 2

Auliya Fairus Ramadhan

Auliya Fairus Ramadhan

icon-email

Officer I Safety ISBL Pertamina. Memiliki minat terhadap bidang Safety, Fire, Environment dan Sustainability.

Auliya Fairus Ramadhan | CNN Indonesia

Jumat, 10 Okt 2025 15:43 WIB

Pertamina Grand Prix Indonesia tak sekadar adu cepat, namun juga membuka mata dunia tentang keindahan Indonesia. Pertamina Grand Prix Indonesia tak sekadar adu cepat, namun juga membuka mata dunia tentang keindahan Indonesia. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi

CNNIndonesia.com

Jakarta, CNN Indonesia --

Para perajin kian khusyuk menggarap tanah liat sehingga tercipta gerabah di Desa Banyumulek, Lombok, NTB. Di balik itu, ada pula kisah lain tentang perubahan besar.

Ketika dunia menyaksikan melewati lintasan aspal di Mandalika, ada angin baru bagi desa kecil tersebut.

"Sejak MotoGP, banyak wisatawan datang, penjualan gerabah kami meningkat," kata Ibu Jumiati dengan senyum sumringah.

Gelaran Pertamina Grand Prix of Indonesia memang tak lagi sekadar pesta lomba saling adu cepat. Acara itu juga menjelma menjadi jembatan rezeki, antara tangan perajin dan mata dunia yang kini menatap ke Lombok.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Craft is not just made by hands, but carried by generations," kira kira begitu satu kalimat yang populer.

Denyut lainnya ada pula di Desa Sade. Dari jalanan berdebu sampai hamparan sawah, desa ini menjadi saksi bagaimana sebuah ajang balap dunia MotoGP Mandalika turut menyalakan pula kehidupan lokal di sana.

Ada pula pertunjukan budaya lokal.

Di panggung tanah adat itu, dua pria berhadapan dalam tarian Peresean. Salah satu tradisi perang untuk menunjukkan keberanian.

Ilustrasi membuat gerabahIlustrasi pembuatan gerabah. (Foto: Regiane Tosatti via Pexels)

Tongkat rotan dan tameng kulit kerbau mereka beradu, seolah meniru dentum mesin-mesin yang berpacu di lintasan. Sama-sama berani, sama-sama mengagungkan sportivitas.

Keramaian lainnya juga hadir ketika para pembalap dunia tak hanya singgah untuk adu pacu.

Sebagian mereka pun larut dalam pesona. Ada yang duduk menikmati senja di pantai, ada yang ikut menenun sabar bersama para perempuan di desa.

Dari kecepatan, mereka mungkin belajar ketenangan.

Hal yang tak kalah menarik adalah kaki dan tangan yang hadir di gelaran akbar itu.

Ada petugas kebersihan yang diam-diam menyapu jejak kaki di tribun, petugas keamanan yang berdiri tegak, marshal yang terjaga di setiap tikungan, juga tenaga medis yang menjadi garda terdepan.
Tak lupa pedagang UMKM makanan maupun FB yang menyuguhkan minuman dan makanan bagi ribuan pengunjung, turut meramaikan orkestrasi kali ini.

Pertamina Grand Prix of Indonesia bukan hanya menghadirkan balapan, tapi juga memperlihatkan identitas bangsa.

Mandalika, pada akhirnya, bukan sekadar sirkuit balap. Ia adalah panggung peradaban. Di sanalah kecepatan bertemu keindahan dan kerja keras bertemu kebanggaan.

Dan lihatlah kini, bukti itu telah terukir. Capaian jumlah penonton meningkat 15 persen dibanding tahun sebelumnya. Okupansi penginapan hampir mencapai 100 persen, dan lebih dari 2.000 pekerja lokal terlibat dalam penyelenggaraan ajang ini.

Angka-angka itu bukan sekadar statistik, melainkan denyut nadi yang hidup. Inilah wujud nyata komitmen Pertamina untuk Indonesia.

(asa/asa)

[Gambas:Video CNN]

LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial