Makin Sempit Rumah Si Miskin

21 hours ago 7

Wacana revisi aturan luasan rumah subsidi berukuran 18 meter persegi menuai silang pendapat di kalangan internal pemerintah. Satuan Tugas Perumahan yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto menyatakan tidak sepakat dan mengaku tak pernah diajak berkoordinasi.

“Sama sekali nggak ada koordinasi, malah dua bulan terakhir kita ada rapat 2-3 kali dengan menteri, kita membahas permasalahan yang lebih urgen, kan gitu. Permasalahan yang lebih urgen itu adalah bagaimana likuiditas menambahkan pembiayaan MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) sehingga backlog berkurang,” tegas anggota Satgas Perumahan Bonny Z Minang kepada detikX.

Bonny merasa kecolongan. Ia baru mendengar soal usulan rumah subsidi 18 meter persegi saat menghadiri acara di Sumitro Institute pada Minggu, 1 Juni 2025. Padahal Presiden Prabowo secara langsung telah menugaskan Satgas untuk merancang hunian rakyat yang sehat dan layak.

“Presiden yang menugaskan kami untuk melahirkan kementerian yang tujuannya adalah bagaimana memberikan ke rakyat tingkat hunian yang sehat dan lebih baik. Maka standar SNI kita pakai, dan dunia kan dunia 40 yang terkecil, kita pakailah 36-70,” ungkap Bonny.

Namun ia menyadari keputusan akhir ada di tangan Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo. Malam seusai acara itu, Bonny langsung menelepon Hashim untuk memastikan sikap resmi Satgas, “Pak Hashim bilang tidak pernah menyetujui itu,” kata Bonny.

Bonny menyebut alasan keterbatasan lahan di Jakarta sering dijadikan pembenaran, tetapi sejatinya rumah subsidi untuk MBR memang dibangun di pinggiran kota. Sebab, di Jakarta sudah disiasati dengan hunian vertikal.

“Jadi kita tidak bisa pakai alasan itu,” ujarnya. “Maka timbullah satu pemikiran, apa ini karena James Riady? Nah, saya tidak masuk ke arah situ. Jadi kami hanya menanggapi di Satgas, draf itu tidak dikoordinasikan dengan Satgas,” lanjutnya.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait (Ara) merespons penolakan yang disampaikan oleh Hashim Djojohadikusumo terkait rencana penurunan ukuran rumah subsidi menjadi 18 meter persegi. Ara menegaskan usulan tersebut masih berupa draf dan belum menjadi keputusan final.

Ara memastikan akan mendiskusikannya lebih lanjut bersama Hashim Djojohadikusumo, "Ya pastilah semua didiskusikan, masa sama Ketua Satgas-nya nggak didiskusikan? Pasti itu ya. Kita diskusikan sama semuanya, apalagi sama Pak Hashim," ujar Ara di gedung Wisma Mandiri, Jakarta, pada Jumat, 6 Juni 2025.

Program rumah subsidi adalah bagian dari ambisi besar Presiden Prabowo lewat Asta Cita untuk membangun 3 juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk mempercepat target ini, pada awal Juni 2025, Maruarar Sirait mengusulkan rumah subsidi dengan luas lebih kecil, hanya 18 meter persegi. Dalihnya agar harganya lebih terjangkau yang tertuang pada usulan draf Kepmen PKP Tahun 2025. Sebelumnya, aturan lama lewat Kepmen PUPR 2023 masih menetapkan batas minimalnya di angka 21 meter persegi.

Sebulan sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI di kompleks parlemen pada Senin, 19 Mei 2025, Maruarar Sirait sebenarnya sudah menyentil usulan baru dengan luasan tanah tak sampai 30 meter persegi untuk para buruh lajang. Namun, dalam rapat tersebut, Ara mendapatkan beragam kritik dan pertanyaan terkait anggaran dana untuk mewujudkan 3 juta rumah tersebut. Dia juga dicecar soal detail realisasi peta jalan target pembangunan rumah tersebut.

Salah satu kritik muncul dari anggota Komisi V DPR RI Yanuar Arif Wibowo dari Fraksi PKS. Ia menilai janji itu tak lebih dari ‘omon-omon’ alias wacana kosong karena hingga Mei belum jelas anggaran maupun pelaksanaannya. Target lebih dari 2 juta unit, menurutnya, masih sebatas angka tanpa pijakan.

"Ini belum ada anggarannya, belum ada pelaksanaannya. Ini sudah Mei, target 2.247.088 rumah masih entah dari mana," ujarnya.

Sejalan dengan itu, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Haryanto, juga melontarkan kritik. Ia menilai target pembangunan rumah belum didukung peta jalan yang solid maupun skema pembiayaan yang transparan, sehingga rencana tersebut masih tampak mengambang.

"Angka ini sifatnya baru berupa klaim. Belum jelas yang dibiayai pemerintah berapa, tanggung jawab investor berapa, dan bagaimana mitigasi bila target tidak tercapai," kata Haryanto.

Usulan dari Taipan Properti

Akhir Mei 2025, seusai rapat dengan Komisi V DPR tersebut, terselenggara dua kali pertemuan di kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Rapat ini membahas dan meminta saran terkait rumah subsidi. Temu itu dihadiri oleh Maruarar Sirait, perwakilan DJKN, perwakilan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), perwakilan dari asosiasi pengembang properti, Mendagri Tito Karnavian, juga Mochtar Riady dan James Riady dari Lippo Group.

Ketua Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional (Asprumnas) Muhammad Syawali Pratna, yang turut hadir, menyebut James Riady memiliki tiga usulan ide luasan minimum rumah dan tanah yang dipresentasikan di rapat itu. Usulan luasan rumah 18 meter persegi dengan luas tanah 25 meter persegi muncul dari paparannya.

“Dia (James) presentasi. Kita kan nggak tahu kan apakah ini dia punya tanah, harganya mahal, dan pengin kembangkan, kan kita nggak tahu. Tapi ya Pak Menteri sih positif saja ya, karena terjangkau, nggak berpikir lain sih kalau Pak Menteri,” ujar Pratna kepada detikX.

Jika luasan rumah subsidi untuk MBR paling kecil 18 meter persegi, Pratna menilai terlalu sempit dan tidak layak huni. Ia mendukung program-program pemerintah dalam berinovasi dan berakselerasi agar mencapai target 3 juta rumah Asta Cita Presiden Prabowo. Namun standar kelayakan huni tak boleh melanggar aturan. 

“Karena kan rumah itu harus ada udara, ada sirkulasi kan. Kan melanggar aturan juga kan karena aturannya koefisien dasar bangunan (KDB) itu idealnya 60 persen. Kalau mau ditingkat, kan nggak boleh. Rumah subsidi kan nggak ada aturan boleh ditingkat, berarti harus mengubah aturan,” jelas Pratna.

Senada, Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Ari Tri Priyono mengatakan memang ada beberapa usulan dari James Riady dengan luasan lahan 25 sampai 30 meter persegi.

Namun Priyono menyarankan agar luasan tanah ditingkatkan dari 25 meter persegi untuk rumah 18 meter persegi menjadi 35 hingga 40 meter persegi. Sebab, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia dulunya pernah menggugat luas minimum rumah deret minimal 36 meter persegi dan berhasil dikabulkan. Alhasil, ada potensi pelanggaran jika dipaksakan dengan luasan tanah 25 meter persegi.

“Kan beberapa menyampaikan ini tidak manusiawi, ini melanggar aturan. Karena ada aturannya pas itu, setiap satu orang itu space-nya kan sekitar 7 atau 9 meter gitu. Dan memang ini untuk yang belum punya anak. 18 itu kan berarti 9x2, suami istri. Nanti, begitu punya anak, ya harapannya (jika 40 meter persegi) dia ngembangkan sendiri ke belakang atau naik ke atas,” tutur Ari kepada detikX.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, tak sepenuhnya membenarkan usulan terbaru lahan 18 meter persegi juga muncul dari masukan James Riady.

“Oh nggak, ini kita terbuka semua, Pak James memang kita minta masukan gitu, kan tapi bukan hanya James. Kalau mau lihat list yang kita undang di tanggal yang di DJKN, itu semua asosiasi sama perusahaan-perusahaan besar kita undang selain para Ketum. Tapi, karena Pak James punya pengalaman dengan desain rumah kecil, meski dia tidak pernah masuk ke FLPP,” kata Sri melalui sambungan telepon kepada detikX.

Sri menambahkan adanya usulan dengan ukuran yang lebih kecil dan harga yang lebih murah diharap bisa menjadi opsi untuk para lajang. Usulan ini tidak menghilangkan beberapa pilihan rumah subsidi yang lebih besar. Kendati demikian, Sri menegaskan aturan ini masih terus digodok dengan meminta usulan dari berbagai sektor.

Terkait dengan banyaknya protes dan kritik luasan yang tidak memenuhi standar SNI maupun internasional, Sri mengatakan bahwa standar yang dipakai adalah kebutuhan volume udara yang dikonversi menjadi meter persegi masih berdasarkan SNI.

“SNI 1733 tentang tata cara perencanaan perumahan di perkotaan memuat ketentuan kebutuhan udara segar 16 sampai 24 meter kubik per jiwa, yang mana secara konversi luasan kebutuhan ruang per meter persegi per jiwa adalah 6,4-9 meter persegi. Untuk tipe rumah inti luasan 18 meter masih sesuai dengan standar untuk keluarga dua jiwa atau lajang,” tandas Sri.

James Riady, konglomerat yang dikenal sebagai nakhoda Lippo Group, sudah lama akrab dengan urusan megaproyek properti. Namanya melambung dan belakangan juga disorot lewat proyek kota baru Meikarta, yang penuh janji tapi tersandung banyak kontroversi.

Pada Maret 2025, Menteri PKP Maruarar Sirait sempat mengunjungi proyek perumahan Park Serpong milik Lippo Group dan bertemu langsung dengan James Riady. Dalam kunjungan itu, Ara meminta izin untuk meminjam desain rumah komersial milik Lippo guna digunakan untuk hunian MBR. James pun menyetujui permintaan tersebut.

Nama James Riady juga sempat disebut Ara dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI. Melalui skema corporate social responsibility (CSR), James disebut hendak merenovasi perumahan di Jawa Timur, Bekasi, dan Tangerang.

detikX sudah berupaya mengonfirmasi peran James Riady pada usulan ide rumah subsidi berukuran 18 meter persegi kepada Direktur Eksternal Lippo Group, Danang Kemayan Jati, dan James Riady melalui pesan instan. Namun ia hanya membalas singkat, “Lebih baik ditanyakan pada Pak Ara”. detikX juga sudah berupaya menghubungi James melalui pesan singkat, tetapi belum ada respons.

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial