Jumat petang kemarin, Tama (29) dan Tia (33) janji bertemu di Perpustakaan Jakarta di Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini. Tia naik TransJakarta dari kantornya di Setiabudi, naik bus sekali lalu jalan kaki sekitar 10 menit menuju TIM. Tama juga baru selesai bekerja, tetapi ia gawe dari kamar kosnya di Kwitang, tak jauh dari TIM, sehingga ia berangkat naik ojol.
Mereka janjian pukul setengah tujuh. Mau ‘kencan buku’, katanya.
“Kami bookish couple, sama-sama pencinta buku. Karena suka buku, perpustakaan umum buka sampai malam tuh jadi alternatif kencan yang menyenangkan sih, nggak cuma sekadar ketemu buat makan doang, tapi baca buku dulu. Ya, baca buku sendiri-sendiri, mungkin sejam atau dua jam, baru habis itu makan. Banyak opsi makanan juga di sekitar sini,” tutur Tama kepada detikX.
“Selain itu, ya, buat pekerja atau mahasiswa yang baru selesai kegiatan sore, kan waktu yang dimiliki untuk ke perpustakaan otomatis cuma malam hari. Jadi, kebijakan jam buka baru ini sangat bagus,” lanjutnya.
“Plus, kalau buka malamnya setiap hari, nggak perlu nunggu weekend,” Tia menimpali.
“Kalau aku sih butuh banget winding down setelah capek kerja. Melepas penat dengan cari buku baru atau melanjutkan bacaan. Atau, ya, sekadar berada di perpustakaan dengan suasana malam harinya yang serene. Menurutku lebih sunyi daripada siang hari, sih. Apalagi di Ruang Baca Tangga itu lampunya kuning hangat gitu,” jelas Tia.
Sebelumnya, Perpustakaan Jakarta (lantai 3 dan 4) dan PDS HB Jassin (lantai 5 dan 6), yang berada dalam satu gedung tetapi berbeda lantai itu, hanya buka sampai sore. Setelah uji coba perpanjangan jam operasional selama sebulan, akhirnya, pada 9 Mei 2025, Pemprov DKI Jakarta resmi memperbarui jam buka perpustakaan itu menjadi pukul 09.00 – 22.00 WIB, Senin sampai Minggu. Waktu check-in terakhir bagi pengunjung adalah pukul 21.30. Khusus Jumat, perpustakaan tutup sementara pukul 11.30 – 13.00. Perpustakaan juga tutup pada hari libur nasional dan cuti bersama.
Selain perpustakaan di kawasan TIM, empat perpustakaan lainnya yang dikelola Pemprov DKI Jakarta juga operasionalnya diperpanjang hingga pukul delapan malam, yaitu Perpustakaan Jakarta Selatan di Gandaria, Perpustakaan Jakarta Timur di Jatinegara, Perpustakaan Jakarta Barat di Tanjung Duren, dan Perpustakaan Jakarta Utara di Koja. Semua tempat ini bisa dijangkau menggunakan transportasi umum seperti TJ dan angkot Jaklingko.
Tia dan Tama sepakat perpanjangan waktu operasional penting agar fungsi perpustakaan sebagai ruang publik maksimal. Di perpustakaan, orang tidak sekadar membaca dan meminjam buku untuk dibawa pulang. Setidaknya, pemandangan di Perpustakaan Jakarta, banyak yang laptopan, mengerjakan tugas, berdiskusi, hingga rebahan santai di area yang memungkinkan untuk itu.
“Di sini berjam-jam nggak apa-apa dan nggak harus bayar untuk sesuatu. Nggak perlu keluar uang untuk beli minum seperti kalau nugas di kafe. Bahkan ada dispenser lho di lantai 6 dan area baca HB Jassin. Lumayan kalau bawa tumblr,” ucap Tia.
Tama menambahkan, koleksi buku-buku berbahasa Inggris di Perpustakaan Jakarta dan PDS HB Jassin cukup lengkap dan up-to-date, sehingga membantu orang-orang yang ingin membaca buku impor tetapi terkendala biaya. “Harapannya, kalau bisa sih perpustakaan buka 24 jam. Itu akan betul-betul jadi ruang ketiga buat masyarakat,” pungkasnya.
Istilah kencan buku tidak terbatas hanya untuk pasangan romantis, bisa juga antara ibu dan anak. Seperti Muna (38) dari Matraman dan putrinya yang berusia enam tahun. Ibu rumah tangga itu mendampingi sang anak bermain dan membaca buku. Mereka berangkat pukul 3 sore naik kereta commuter line, turun di Stasiun Cikini dan berjalan kaki satu kilometer sambil bergandengan tangan.
“Saya suka perpustakaan ini karena luas, bersih, modern, aman, lokernya banyak, bukunya juga bagus-bagus. Buat anak juga dikategorikan, ada untuk usia 0-6 tahun, ada buku anak usia 6-12 tahun, misalnya. Ada bilik bermain anak juga tapi tadi cuma sampai sore, habis itu kami pindah ke area lain,” kata Muna kepada detikX.
Muna bercerita, ia sendiri suka membaca dan berharap dapat menularkan kegemarannya kepada anak-anak. Putrinya yang diajak saat itu adalah anak kedua, sedangkan si kakak, kelahiran 2012, juga penyuka buku-buku. Berkebalikan dengan dugaan umum, menurut Muna, Gen Z yang kerap disebut generasi tech-savvy, justru suka membaca buku fisik. Anak sulungnya pernah berkata kepada Muna bahwa membaca buku cetak rasanya lebih puas, ada sensasi tersendiri dari memegang buku, mencium aromanya, dan membalik kertas. Pun katanya tidak cepat lelah ketimbang membaca di layar.
“Makanya, kalau menurut saya, perpustakaan publik akan selalu relevan sih, nyatanya ini ramai kan. Yang saya suka juga, di sini ada Koleksi Kejakartaan. Kebetulan saya orang Betawi,” ujar Muna.
Kepala UPT Perpustakaan Jakarta dan PDS HB Jassin, Diki Lukman Hakim, mengungkapkan jumlah pengunjung perpustakaan meningkat sebesar 53 persen sejak hari pertama perpanjangan jam operasional mulai diterapkan. “Dari sekitar 800-an menjadi 1.400 pengunjung, yang didominasi oleh pemustaka dari kelompok pelajar dan mahasiswa, lalu umum,” ucap Diki.
Sementara, PDS HB Jassin tentunya menarik peminat sastra, sebab menyimpan berbagai karya sastra, termasuk yang sudah dikoleksi oleh mendiang HB Jassin sejak tahun 1933. Selain buku sastra, ada juga kliping koran, tulisan tangan asli para sastrawan, surat-surat pribadi sastrawan, guntingan pers, foto pengarang, naskah drama dari dalam dan luar negeri, majalah, makalah, skripsi dan tesis sastra, rekaman suara, kaset, hingga lukisan.